Pendidikan karakter merupakan satu hal yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini, karena karakter merupakan dasar dari semua perilaku yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Lickona (1991), pendidikan karakter dimulai dengan memperkenalkan nilai karakter (moral knowing), mengajak anak untuk merasakan nilai karakter (moral feeling), dan melakukannya dalam kegiatan sehari-hari (moral action).Â
Pendidikan karakter tersebut tidak melulu dilakukan melalui percontohan yang dilakukan orang tua, tetapi bisa juga dilakukan melalui cerita-cerita yang didongengkan kepada anak.Â
Secara tidak langsung, anak akan bisa mengetahui bagaimana karakter yang baik, apa hasil yang didapat jika memiliki karakter yang baik, dan bagaimana cara mengaplikasikannya di kehidupan sehari-hari. Hal itu sesuai dengan karakter anak; mereka akan meniru apa yang dilihat dan didengar. Oleh sebab itu, perlu kehati-hatian dalam pemilihan kata dan sikap yang ditunjukkan kepada anak.
Semua karakter berguna dalam kehidupan. Namun, ada salah satu karakter yang nampaknya akan membuat kita tidak akan merepotkan orang lain, yaitu kemandirian. Mandiri berarti bisa melakukan segala hal sendiri, tanpa merepotkan orang lain. Kendati manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, tetapi dalam beberapa kegiatan ada kalanya tidak bisa selalu bergantung kepada orang lain. Pendidikan karakter mandiri yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah pendidikan karakter mandiri seorang pahlawan nasional Indonesia bernama Cut Nyak Dien (Aceh) dalam buku Seri Pahlawan Nasional "Cut Nyak Dien".
Tokoh Cut Nyak Dien diceritakan merupakan seorang perempuan yang sangat mandiri. Ia dilahirkan dari keluarga bangsawan Aceh. Sejak kecil, ia mendapat pendidikan agama yang kuat dari ayahnya, Teuku Nanta Seutia. Pemerolehan pendidikan agama itu sangat mudah didapat Cut Nyak Dien karena ia terlahir dari keluarga bangsawan Aceh. Selain mendapat pendidikan agama, Cut Nyak Dien dididik menjadi seorang perempuan yang mandiri.Â
Pendidikan kemandirian ini terlihat dari bagaimana ia terbiasa memasak dan menyelesaikan pekerjaan rumah sendiri. Kemandirian ini yang menyebabkan Cut Nyak Dien menjadi sosok wanita tangguh dan mandiri di kemudian hari. Saat ia berusia 25 tahun, Belanda menyatakan perang dengan Aceh karena ingin menguasai pemerintahan dan perdagangan Aceh. Sang Ayah bersama pemimpin Aceh lain berperang. Ayah Cut Nyak Dien gugur dalam perang.Â
Cut Nyak Dien bangkit dari kesedihannya dan berusaha melawan Belanda dengan pasukan dan persenjataan seadanya. Ia dibantu suaminya, Teuku Umar, untuk menyusun strategi melawan Belanda. Akhirnya, strategi yang dibuat Cut Nyak Dien dan Teuku Umar diketahui oleh Belanda dan Teuku Umar gugur.Â
Cut Nyak Dien yang tinggal seorang diri---tanpa keluarga---terus melakukan perlawanan sampai kondisi kesehatannya menurun dan akhirnya pasukan Aceh berunding dengan Belanda sampai akhirnya Cut Nyak Dien dipenjara. Di dalam penjara, ia terus mengobarkan semangat perlawanan rakyat Aceh. Akhirnya, Cut Nyak Dien diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat.
Kemandirian yang telah mengakar dalam diri Cut Nyak Dien sejak kecil berdampak besar pada perjuangan yang ia lakukan. Ketika ayahnya meninggal, ia bangkit dan melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh ayahnya dan pemimpin Aceh lain.
Hal ini menjadi contoh kemandirian yang patut ditiru. Kehilangan seorang ayah tidak menyebabkan Cut Nyak Dien terpuruk dan merasa tidak aman karena sudah tidak ada yang melindunginya lagi. Kehilangan tersebut menjadi pelecut bagi Cut Nyak Dien untuk berjuang bersama rakyat Aceh yang lain.Â
Begitu pula ketika suaminya, Teuku Umar, gugur dalam perang. Cut Nyak Dien membuktikan bahwa ia bisa hidup mandiri---tanpa ayah dan suami---dan tetap berjuang melawan Belanda bersama rakyat Aceh lain. Walaupun akhirnya ia dipenjara dan diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat, Cut Nyak Dien berusaha tetap memberikan manfaat dan semangat perjuangan melalui beragam cara.
Buku Seri Pahlawan Nasional "Cut Nyak Dien" selain menambah wawasan tentang sejarah pahlawan nasional, dapat juga menambah persepsi tentang seberapa pentingnya penanaman karakter---khususnya kemandirian---dalam kehidupan. Nilai-nilai pendidikan karakter---terutama karakter mandiri---perlu ditanamkan sejak dini melalui berbagai macam cara. Karakter yang baik akan menentukan tindakan dan sifat di masa yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H