Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seni, Agama, dan Toleransi: Paul Williams Membedah Kontroversi Pembukaan Olimpiade Paris 2024

12 Desember 2024   13:15 Diperbarui: 10 Desember 2024   14:20 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pandangan Islam, mengejek atau menghina kepercayaan agama lain adalah perbuatan yang dilarang. Al-Qur'an menegaskan bahwa umat Islam tidak boleh menghina keyakinan agama lain, sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-An'am ayat 108:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghina apa yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan menghina Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia akan memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan." (QS Al-An'am:108)

Ayat ini mencerminkan pandangan bahwa penghormatan antaragama adalah penting untuk menjaga kerukunan dan menghindari konflik. Dengan tidak menghina keyakinan lain, umat Islam diharapkan dapat menjaga harmoni dan mencegah reaksi berlebihan yang dapat menciptakan lebih banyak perselisihan.

Perspektif Dr. Shabbir Akhtar: Konfrontasi Islam terhadap Sekularisme

Dr. Shabbir Akhtar, seorang filsuf Muslim terkemuka di Universitas Oxford yang meninggal dunia pada awal tahun ini, memberikan pandangan yang relevan terkait perdebatan antara agama dan sekularisme. Menurut Akhtar, Islam memiliki pendekatan unik dalam menghadapi tantangan-tantangan yang muncul dari keyakinan sekuler; Islam memilih untuk menghadapinya (konfrontasi dengan halus dan beradab) secara langsung daripada menyesuaikan diri atau berkompromi dengan ideologi tersebut. Akhtar meyakini bahwa Islam tidak dapat disamakan dengan tradisi Yahudi-Kristen modern, yang menurutnya telah sepenuhnya tunduk pada sekularisme dan berubah menjadi bentuk humanisme liberal yang terselubung.

Akhtar menekankan bahwa Islam tetap memegang teguh nilai-nilai ketuhanan dan berusaha melindungi prinsip-prinsip agama dari pengaruh sekularisme yang kuat. Pemikiran ini tertuang dalam karya magnum opus-nya, The Qur'an and the Secular Mind: A Philosophy of Islam, yang dipandang sebagai sumber bacaan penting bagi siapa pun yang ingin memahami pemikiran Islam dalam konteks modern. Buku ini menyoroti bagaimana Islam dapat menjadi benteng bagi pemeluknya untuk mempertahankan keyakinan mereka di tengah arus sekularisme yang terus berkembang. Akhtar berargumen bahwa umat Islam perlu menegaskan identitas mereka dan tetap teguh pada prinsip-prinsip agama, yang, dalam pandangannya, tidak perlu dikompromikan hanya demi memenuhi ekspektasi integrasi di lingkungan sekuler.

Kesimpulan: Islam, Kebebasan Ekspresi, dan Tantangan Sekularisme

Parodi Perjamuan Terakhir dalam pembukaan Olimpiade Paris 2024 tidak hanya menciptakan kontroversi budaya dan agama, tetapi juga mengangkat isu-isu filosofis yang mendalam tentang kebebasan berekspresi, penghormatan antaragama, dan peran agama dalam masyarakat sekuler. Kritik dari berbagai pihak, termasuk Elon Musk dan komunitas Muslim, menunjukkan bahwa ada garis yang sangat tipis antara kebebasan berekspresi dan potensi untuk melukai sensitivitas keagamaan.

Pandangan-pandangan seperti yang dikemukakan oleh Dr. Shabbir Akhtar menggarisbawahi pentingnya bagi umat Islam untuk mempertahankan identitas dan prinsip-prinsip agama mereka dalam menghadapi sekularisme. Konteks ini menyoroti bagaimana Islam, sebagai agama dan sistem nilai, tetap mempertahankan pendiriannya dalam hal menjaga kesucian ajarannya dan melawan segala bentuk penyerangan terhadap keyakinan agama, baik dari dalam maupun luar komunitasnya.

Kontroversi ini juga memberikan pelajaran penting bagi masyarakat global tentang pentingnya etika dalam kebebasan berekspresi, khususnya dalam hal isu-isu yang menyangkut nilai-nilai sakral. Untuk mencegah terjadinya perpecahan yang lebih dalam, diperlukan pendekatan yang lebih bijak dan sensitif dalam menyikapi perbedaan budaya dan agama di era globalisasi ini, di mana integrasi budaya seharusnya menghargai dan merayakan keberagaman dengan tetap menghormati keyakinan yang berbeda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun