Pemerintahan keluarga Assad yang telah menguasai Suriah selama lebih dari lima dekade akhirnya berakhir, sebagaimana dinukil dari BBC News. Presiden Bashar Al-Assad mengumumkan pengunduran dirinya dan segera meninggalkan negara tersebut, setelah keberhasilan ibu kota Damaskus direbut dengan serangan besar-besaran yang dipimpin oleh kelompok militan Islam Hayat Tahrir Al-Sham (HTS).
Latar Belakang Pemerintahan Assad
Bashar Al-Assad menggantikan ayahnya, Hafez Al-Assad, yang wafat pada tahun 2000 setelah hampir tiga puluh tahun berkuasa. Pemerintahan Assad dikenal otoriter dan selalu menggunakan kekerasan untuk mempertahankan kekuasaannya.
Pada tahun 2011, Assad dengan brutal menghentikan pemberontakan damai pro-demokrasi, yang kemudian memicu perang saudara yang dahsyat. Konflik ini telah menelan lebih dari setengah juta korban jiwa dan memaksa 12 juta warga Suriah mengungsi dari rumah mereka.
Serangan Terkoordinasi oleh HTS dan Sekutu
Dua belas hari yang lalu, HTS dan faksi-faksi pemberontak yang bersekutu dengannya melancarkan serangan mendadak di barat laut Suriah. Dalam waktu tiga hari, mereka berhasil merebut kota Aleppo, kota terbesar kedua di Suriah, dengan perlawanan yang cukup minim setelah pasukan pemerintah cepat-cepat menarik diri. Melanjutkan serangan mereka ke selatan, para pemberontak menargetkan ibu kota Damaskus, yang pada akhirnya menyebabkan keruntuhan militer pemerintah.
Pada hari Minggu, Rusia mengumumkan bahwa Bashar Al-Assad telah mengundurkan diri dan meninggalkan Suriah, meskipun keberadaannya masih belum diketahui secara pasti.
Jamuan perayaan pun meletus di jalan-jalan Damaskus ketika para pemberontak memasuki kota. Pemimpin HTS, Abu Mohammed Al-Jawlani, tiba di Damaskus dan menyatakan kepada rakyat Suriah, "Masa depan adalah milik kita."
Runtuhnya Pertahanan Pemerintah dan Kecepatan Revolusi
Selama empat tahun terakhir terus berperang, perang saudara di Suriah tampaknya hampir usai. Pemerintahan Assad, dengan dukungan dari Rusia, Iran, dan milisi yang didukung Iran, seperti Hezbollah, berhasil merebut kembali kendali atas sebagian besar kota-kota di Suriah. Garis depan perang pun sebagian besar membeku, tetapi masih terdapat wilayah luas yang berada di luar kendali pemerintah.
Wilayah terakhir yang dikuasai pemberontak terletak di provinsi Aleppo dan Idlib, yang berbatasan langsung dengan Turki dan dihuni lebih dari empat juta orang, banyak di antaranya adalah pengungsi. HTS mendominasi wilayah ini, tetapi di sana terdapat juga sejumlah kelompok pemberontak sekutunya dan kelompok jihad lainnya. Faksi-faksi pemberontak yang didukung Turki juga menguasai wilayah dengan dukungan pasukan Turki.
Pada tanggal 27 November, HTS dan sekutunya melancarkan serangan dadakan yang sangat mengejutkan. Setelah tiga hari bertempur, mereka pun berhasil menguasai sebagian besar Aleppo dengan sedikit perlawanan dari pihak pemerintah.
Sementara itu, faksi pemberontak yang didukung Turki segera melancarkan serangan terpisah di wilayah utara Aleppo yang dikendalikan oleh aliansi milisi pimpinan Kurdi yang didukung Amerika Serikat, yakni Pasukan Demokratik Suriah (SDF).