Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tafsir Pemikiran Muhammad Abduh dalam Risalah Tauhid tentang Kehendak Bebas & Takdir Ilahi

9 Januari 2025   13:15 Diperbarui: 1 Desember 2024   14:20 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemikiran Muhammad Abduh dalam karyanya Rislat Al-Tawd membahas tentang Perbuatan Manusia dan Takdir Ilahi. Fokus dari pandangan Abduh adalah refleksi mendalamnya tentang hubungan antara kehendak bebas manusia, takdir ilahi (qadar), dan tanggung jawab moral. Dalam karyanya, Abduh mencoba memberikan penjelasan rasional tentang bagaimana manusia tetap dapat berperan aktif dalam tindakannya dengan tetap berada dalam kerangka takdir yang sudah ditetapkan oleh Allah .

Muhammad Abduh menegaskan bahwasanya manusia yang memiliki pikiran sehat dan akal budi yang sempurna, secara alami akan menyadari keberadaan dirinya sendiri. Kesadaran ini tidak membutuhkan pembimbing atau pengajaran dari luar dirinya. Manusia secara naluriah akan dapat memahami bahwa ia "ada" dan bahwa ia mampu mengendalikan tindakannya sendiri. Kesadaran akan eksistensi ini setara dengan kesadaran manusia akan kemampuannya untuk bertindak berdasarkan kehendak bebasnya.

Dalam hal ini, manusia tidak hanya sadar akan keberadaan atau eksistensinya, tetapi juga sadar akan tindakannya yang dilakukan dengan kehendak bebas. Ia mengevaluasi tindakannya dan konsekuensinya dalam pikirannya, kemudian mewujudkannya dengan kekuatan batiniah. Pengingkaran terhadap kesadaran ini sama dengan mengingkari eksistensi manusia itu sendiri, karena hal ini bertentangan dengan bukti-bukti rasional yang ada.

Tidak hanya pada dirinya sendiri, manusia juga mengakui bahwa orang lain yang memiliki pikiran sehat dan akal budi juga memiliki kemampuan yang sama dalam mengenali eksistensi dan tindakan kehendak bebas mereka. Namun, terkadang manusia melakukan tindakan dengan niat baik, tetapi justru berakhir dengan hasil yang buruk, seperti ketika berusaha untuk menyenangkan seorang teman, tetapi berakhir dengan membuat marah teman tersebut, atau kehilangan sesuatu yang ia upayakan untuk diperoleh olehnya.

Bilamana kegagalan dalam suatu tindakan disebabkan oleh kurangnya pertimbangan-pertimbangan yang matang, manusia akan menyalahkan dirinya sendiri dan menggunakan kekecewaannya tersebut sebagai panduan untuk tindakan selanjutnya. Manusia akan mencoba lagi dengan cara yang lebih bijak dan lebih terarah, yang mana sifat ini menunjukkan adanya tanggung jawab pribadi dalam setiap tindakan yang diambil manusia.

Begitu pula, bilamana kegagalan dalam mencapai tujuan disebabkan oleh persaingan atau kompetisi dari atau dengan orang lain yang menginginkan hal yang sama, manusia akan marah dan menganggap orang lain tersebut sebagai sumber dari kegagalannya. Sifat ini mengarah pada konflik yang disebabkan manusia menyadari bahwa intervensi orang lain adalah penghalang bagi keberhasilannya.

Abduh menjelaskan bahwa dalam situasi di mana kegagalan disebabkan oleh faktor eksternal yang berada di luar kendali manusia---seperti badai yang merusak barang dagangannya, petir yang membunuh ternakya, atau kematian seorang pembantunya yang diandalkan---manusia akan mengarahkan pemikirannya kepada kekuatan yang ada di luar dirinya. Ia akan menyadari bahwasanya ada otoritas yang berada di luar jangkauan kekuasaannya sendiri dan di luar pengaturannya. Sikap ini adalah pengakuan akan adanya kekuatan ilahiah yang mengatur alam semesta.

Ketika fakta-fakta yang tak terbantahkan menunjukkan bahwa peristiwa-peristiwa di dunia ini sepenuhnya berasal dari keberadaan Yang Maha Kuasa yang mengatur semuanya sesuai dengan pengetahuan dan kehendak-Nya, manusia akan tunduk dengan rasa hormat dan kerendahan hati. Ia akan berdamai dengan situasi tersebut dalam terang pemahaman ini, tetapi tetap menyadari bagian dan perannya sendiri dalam kejadian-kejadian tersebut.

Seorang mukmin pasti mengakui bukti nyata dari kekuasaan Sang Pencipta yang mengatasi seluruh kekuatan makhluk-Nya. Mukmin juga mengakui bahwa dalam semua tindakannya, baik yang rasional maupun fisik, ia berproses dengan kekuatan dan kemampuan yang diberikan oleh Tuhan untuk tujuan tersebut. 

Rasa syukur manusia yang benar atas nikmat-nikmat Tuhan tercermin dalam ungkapan: "Syukur adalah penggunaan hamba atas semua yang telah Tuhan anugerahkan kepadanya sedemikian rupa sehingga memenuhi tujuan kreatifnya." Abduh menyatakan bahwa ini adalah dasar dari ketentuan hukum yang ditetapkan oleh Tuhan. Dengan prinsip ini, aturan-aturan ilahi dilaksanakan. Mengingkari hal ini sama saja dengan mengingkari iman itu sendiri dan peranan dari akal, yang telah dimuliakan oleh Tuhan dengan perintah dan larangan-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun