Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menggugat Kepercayaan Buta: Kritik Abduh terhadap Takhayul (Yang Tidak Rasional) dalam Agama Selain Islam

18 Desember 2024   13:15 Diperbarui: 1 Desember 2024   02:11 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan Islam yang terpengaruhi oleh pemikiran Abduh (Sumber: UIN Jakarta)

Muhammad Abduh tokoh pembaharu Islam dan teolog asal Mesir pernah menyoroti bahwa, sebelum kemunculan Islam, banyak agama dan kepercayaan yang dianut oleh banyak umat manusia sangat dipenuhi dengan ketakhayulal, dongeng-dongeng, dan kepercayaan yang tidak berdasarkan pada dalil apa pun. Agama-agama ini sering kali hanya mengandalkan keajaiban (mukjizat), ramalan-ramalan, dan mitos-mitos yang tidak memiliki dasar logis atau rasional. Misalnya, kepercayaan pada tuhan yang turun ke bumi terus masuk ke berhala, roh tuhan masuk ke anak-anaknya, anak tuhan turun melalui rahim ibu tanpa adanya sperma ayah, tuhan tiga dalam satu, dll.

Abduh kemudian menyatakan bahwasanya agama sebelum Islam dan selain Islam lebih banyak mengandalkan otoritas kepemimpinan agama yang hierarkis dan tradisi-tradisi mitos yang tidak dapat diuji kebenarannya melalui akal. Akibatnya, banyak orang yang mengikuti agama tersebut tanpa pemahaman yang benar dan kritis, hanya berdasarkan ketakutan akan ketidakselamatan ataupun hanya melalui kekaguman (mukjizat) terhadap hal-hal yang luar biasa.

Kritik Abduh sebagaimana tertulis di atas ditujukan supaya umat Islam tidak terjebak dalam kepercayaan takhayul dan praktik-praktik yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dia melihat bahwa sebagian besar umat Islam pada zamannya lebih percaya pada hal-hal yang bersifat magis atau mistik, seperti jimat, ramalan, atau kekuatan supranatural tertentu, yang tidak memiliki landasan dalam Al-Qur'an atau Hadis Nabi Muhammad.

Dia menjelaskan bahwa praktik-praktik ini sering kali berasal dari pengaruh kebudayaan lokal atau kepercayaan pra-Islam yang masuk ke dalam ajaran agama. Misalnya, banyak orang yang percaya pada kesaktian tertentu atau mengaitkan kejadian-kejadian alam dengan tanda-tanda supranatural tanpa dasar yang jelas di dalam kitab suci.

Abduh menekankan pentingnya kembali kepada ajaran Islam yang murni, yang didasarkan pada wahyu dan rasionalitas akal budi yang sehat. Islam adalah agama yang mengutamakan penggunaan akal untuk memahami ajaran-ajarannya, sebagaimana Abduh mengungkap dalam tulisannya. Al-Qur'an sendiri sering kali mengajak manusia untuk berpikir dan merenungkan tanda-tanda Tuhan yang ada di alam semesta, bukan untuk memercayai hal-hal yang tidak berdasarkan pada tanda-tanda Tuhan yang nyata.

Dalam karyanya, Abduh menegaskan bahwasanya keyakinan yang benar dalam agama harus didasarkan pada argumentasi dan bukti yang jelas, bukan pada kepercayaan buta terhadap hal-hal yang tidak masuk akal. Dia menolak segala bentuk kepercayaan yang tidak bisa dibuktikan secara rasional atau yang tidak memiliki dasar dalam teks-teks suci Islam.

Abduh menjelaskan bahwa kepercayaan yang tidak berdasar dan bersifat takhayul memiliki dampak negatif terhadap masyarakat. Kepercayaan seperti ini dapat menyebabkan stagnasi intelektual, melemahkan semangat pencarian ilmu pengetahuan, dan mendorong sikap fatalistik yang pasrah terhadap keadaan tanpa usaha untuk mengubahnya.

Dia mencontohkan bahwa orang yang terlalu percaya pada takhayul cenderung mengabaikan usaha dan kerja keras karena mereka berpikir bahwa nasib mereka ditentukan oleh kekuatan gaib atau supernatural. Hal ini bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan pentingnya usaha dan ikhtiar dalam mencapai tujuan hidup.

Abduh menekankan kembali bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk memiliki keyakinan yang berdasarkan pengetahuan dan pemahaman yang benar. Keimanan dalam Islam bukanlah sekadar percaya tanpa bukti, melainkan keimanan yang merupakan kesaksian pada Allah dan Rasul-Nya dengan didasarkan pada argumen yang logis dan rasional.

Al-Qur'an sering kali mengajarkan bahwa keimanan yang benar datang dari pengenalan terhadap tanda-tanda kebesaran Tuhan yang ada di alam semesta. Oleh karena itu, kepercayaan yang benar adalah kepercayaan yang didasarkan pada hasil pengamatan, pemikiran, dan pemahaman yang mendalam terhadap ajaran-ajaran agama dan tanda-tanda yang Allah berikan dalam setiap ciptaan-Nya di alam semesta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun