Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Risalah Tauhid Muhammad Abduh: Revolusi Pendidikan Tauhid untuk Zaman Modern

10 Desember 2024   13:15 Diperbarui: 30 November 2024   14:35 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Bridgeman Images)

Pengantar Muhammad Abduh dalam karyanya Rislat Al-Tawd mengungkapkan pandangannya yang mendalam tentang ajaran tauhid dan metodologi pengajaran teologi.

Konteks Sejarah dan Motivasi Penulisan

Muhammad Abduh menulis karya ini setelah mengalami pengasingan di Beirut pada tahun 1299 H. Ia diundang untuk mengajar di Madrasah Al-Sultaniyyah pada tahun 1303 H. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sana adalah teologi tentang tauhid (keesaan Tuhan). Abduh menyadari bahwa buku-buku teologi yang ada pada masa itu tidak dapat memenuhi kebutuhan pembelajaran para siswa karena terlalu sulit dipahami atau tidak relevan dengan zaman.

Kritik terhadap Buku-Buku Teologi yang Ada

Abduh mengkritik dua jenis buku teologi yang ada pada madrasah tempatnya mengajar dulu, yaitu:

  • 1. Karya-Karya Utama: Karya-karya utama teologi yang dipakai pada saat itu, seperti karya-karya klasik para ulama besar, dianggap terlalu sulit dipahami oleh para siswa. Buku-buku ini menggunakan bahasa yang rumit, terminologi yang kompleks, dan metode argumentasi yang amat melampaui kemampuan para siswa. Pengajaran dengan level ini lebih cocok untuk para cendekiawan atau pakar yang sudah mendalami teologi. Hal ini membuat siswa yang belum memiliki dasar pengetahuan yang kuat kesulitan untuk memahami isi dari buku-buku tersebut.
  • 2. Buku-Buku Menengah: Buku-buku menengah yang digunakan sebagai bahan ajar juga tidak membantu karena ditulis dalam bahasa dan idiom yang sudah ketinggalan zaman. Meskipun lebih mudah dibandingkan karya utama, buku-buku ini tetap sulit untuk diikuti karena menggunakan gaya penulisan yang tidak lagi sesuai dengan cara berpikir dan konteks masyarakat pada saat itu. Akibatnya, siswa tetap tidak bisa mendapatkan pemahaman yang jelas tentang konsep tauhid.

Abduh menilai bahwa kedua jenis karya ini tidak efektif dalam menyampaikan esensi dari ajaran tauhid.

Pendekatan Pengajaran yang Diambil

Untuk mengatasi masalah tersebut, Abduh menyusun kuliah-kuliahnya sesuai dengan tingkat kemampuan kelas yang berbeda-beda:

  • 1. Gaya Bahasa yang Mudah Dipahami: Untuk kelas pertama, ia menggunakan gaya bahasa yang sederhana dan bernuansa pesan yang langsung. Ia memulai pembelajaran dari premis-premis dasar dan kemudian beranjak ke kesimpulan tanpa terlalu memperhatikan argumen-argumen konvensional.
  • 2. Pendekatan Logis dan Sistematis: Abduh memulai penjelasannya dari dasar, yaitu dengan membuat premis-premis yang sederhana sebelum menarik kesimpulan. Ini adalah pendekatan yang logis dan sistematis, di mana setiap argumen dibangun secara bertahap sehingga siswa dapat mengikuti alur pemikiran dan memahami bagaimana kesimpulan diambil. Dengan pendekatan ini, Abduh menghindari penyampaian materi yang langsung lompat ke kesimpulan tanpa memberikan pemahaman dasar terlebih dahulu.
  • 3. Penghindaran Kontroversi: Abduh hanya sedikit menyinggung masalah-masalah kontroversial, dan itu pun hanya dengan cara yang bisa dipahami oleh mereka yang sudah memiliki pengetahuan lebih lanjut. Fokus utamanya adalah pada kevalidan argumen dan bukti-bukti yang disajikan.
  • 4. Penyesuaian dengan Kemampuan Siswa: Abduh menyadari bahwa setiap siswa memiliki tingkat pemahaman yang berbeda, sehingga ia menyesuaikan cara pengajaran dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing kelas. Misalnya, ia menggunakan pendekatan yang lebih mendalam dan analitis untuk siswa yang lebih berpengalaman, sementara untuk pemula ia menggunakan pendekatan yang lebih sederhana dan praktis.
  • 5. Mengutamakan Pemahaman daripada Hafalan: Tujuan utama Abduh adalah agar siswa benar-benar memahami konsep tauhid, bukan hanya menghafal istilah-istilah atau argumen-argumen tanpa pemahaman yang mendalam. Oleh karena itu, ia mengutamakan pendekatan yang memfasilitasi pemahaman kritis dan reflektif daripada sekadar penghafalan dogma atau ajaran.

Pemikiran Kritis terhadap Bahan Ajar dan Peran Guru

Abduh menekankan pentingnya menyusun bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Ia menyesali bahwa catatan kuliah yang ia buat tidak ia simpan sendiri, tetapi hanya ada di catatan para siswa. Ketika kembali ke Mesir, ia menyadari pentingnya tema tauhid ini dan memutuskan untuk mengumpulkan kembali materi tersebut dari siswa-siswa lamanya.

Peninjauan Ulang dan Revisi

Setelah mendapatkan kembali catatan kuliahnya, Abduh melakukan peninjauan dan revisi menyeluruh terhadap materi tersebut.
Ia menyederhanakan beberapa ekspresi yang terlalu rumit dan menambahkan bagian-bagian yang dianggap kurang. Misalnya, ia memperluas bagian yang penting namun sebelumnya tidak dijelaskan secara rinci dan mengurangi bagian yang terlalu panjang. Abduh berusaha menciptakan keseimbangan antara kepadatan isi dan kemudahan pemahaman. Ia menghindari perdebatan hukum yang dianggap tidak produktif dan lebih memilih fokus pada pemahaman dasar dari tauhid.

Visi Abduh tentang Tauhid

Bagi Abduh, tauhid bukan hanya persoalan teologis, melainkan juga merupakan dasar eksistensi yang serius. Pemahaman yang benar tentang tauhid adalah kunci untuk meraih kehidupan yang bermakna dan kokoh secara spiritual. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menjadikan ajaran tauhid dapat diakses oleh semua lapisan siswa, dari yang paling pemula hingga yang lebih berpengalaman.

Kepercayaan dan Tujuan Penulisan

Abduh menutup pengantarnya dengan menyatakan bahwa seluruh usahanya ini adalah bentuk pengabdian kepada Tuhan. Ia menekankan bahwa manusia hanya bisa berusaha sebaik mungkin, sedangkan hasil akhir ada di tangan Tuhan. Ia berharap bahwa dengan bentuk penyajian yang ringkas, karyanya tetap bisa efektif dan tidak mengurangi esensi dari ajaran tauhid.

Kesimpulan

Pengantar Rislat At-Tawd ini menunjukkan bahwa Muhammad Abduh adalah seorang pendidik dan pembaharu yang berusaha keras untuk menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang lebih relevan dan mudah dipahami. Ia mengkritik metode pengajaran konvensional yang menurutnya tidak efektif dan berusaha menciptakan pendekatan baru yang lebih adaptif dan inklusif. 

Pandangannya tentang tauhid juga menunjukkan bahwa baginya, teologi tidak hanya persoalan intelektual tetapi juga sangat terkait dengan praktik hidup sehari-hari dan struktur eksistensi manusia. Dengan demikian, Rislat At-Tawd bukan hanya sekadar buku teks teologi, melainkan juga manifestasi dari visi Abduh tentang pembaruan pemikiran Islam dan pendidikan umat Muslim.

Referensi

Abduh, Muhammad. The Theology of Unity (Rislat Al-Tawd). Diterjemahkan oleh Ishaq Musa'ad dan Kenneth Cragg. London: George Allen & Unwin LTD, 1966.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun