Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kontroversi Suksesi dalam Sejarah Islam: Perpecahan Sunni dan Syiah

6 Desember 2024   16:14 Diperbarui: 6 Desember 2024   16:14 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kontroversi antara Sunni dan Syiah mengenai pengaruh Bani Umayyah adalah salah satu masalah utama yang masih membara hingga hari ini. Dinasti Umayyah, yang berkuasa setelah pemerintahan Khulafaur Rasyidin, sering dipandang negatif dalam historiografi tradisional Sunni karena nepotisme dan kebijakan politik pemerintahannya. Namun, rehabilitasi Umayyah sebagai bagian dari sejarah Islam terjadi hanya pada akhir abad ke-19, seiring dengan munculnya pemikiran sekuler dan nasionalisme pan-Arabisme.

Sebagian penulis Sunni di era modern mulai terpengaruh oleh pandangan sekuler dan nasionalis, mereka berusaha memperbaiki citra Kekhalifahan Umayyah. Sikap ini menyebabkan ketegangan yang lebih besar antara Sunni dan Syiah, karena pandangan yang berbeda ini memperdalam perpecahan yang sudah ada.

Maka dari itu, pengaruh dinasti Umayyah sangat besar dalam membentuk sejarah Islam. Setelah pembunuhan Khalifah ketiga, Utsman, kemudian Ali menjadi Khalifah keempat. Namun, pemerintahannya tidak diterima secara universal oleh komunitas Islam pada saat itu. 

Muawiyah bin Abu Sufyan, Gubernur Syam dan anggota dari dinasti Umayyah, menolak untuk mengakui Ali sebagai Khalifah dan memulai pertikaian yang dikenal sebagai Perang Shiffin dan Perang Jamal. Perang ini akhirnya berakhir dengan arbitrasi yang tidak memutuskan kemenangan yang jelas bagi siapa pun, tetapi Muawiyah tetap menjadi penguasa setelah kematian Ali dan mendirikan dinasti Umayyah.

Dinasti Umayyah dianggap oleh Syiah sebagai contoh kekuasaan yang menyeleweng dan menindas, terutama karena penunjukan Yazid sebagai pengganti Muawiyah, yang dianggap tidak sah dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kepemimpinan Syiah. Penghentian gerakan Syiah dan pembunuhan Imam Husain bin Ali di Karbala adalah contoh dari konflik dan ketidakadilan yang dirasakan oleh komunitas Syiah terhadap Dinasti Umayyah.

Pertempuran Karbala adalah peristiwa penting dalam sejarah Islam yang terjadi pada tanggal 10 Muharram 61 H (10 Oktober 680 M). Pertempuran ini berlangsung antara pasukan Imam Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad ﷺ, dan pasukan Yazid bin Muawiyah, khalifah Umayyah pada saat itu.

Sayyidina Imam Husain, yang merupakan anak dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra binti Muhammad Rasulullah , menolak untuk mengakui kepemimpinan Yazid, karena menganggap dan menilai bahwa penunjukan Yazid sebagai pengganti Muawiyah oleh Muawiyah sendiri adalah tidak sah dan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kepemimpinan yang adil dalam ajaran Islam dan Rasulullah . Husain berpendapat bahwa kepemimpinan seharusnya diberikan kepada keturunan Nabi Muhammad ﷺ yang memenuhi syarat spiritual dan moral, yaitu melalui garis keturunan Ali dan Fatimah.

Pertempuran ini berakhir tragis dengan kemenangan pasukan Yazid. Husain dan sebagian besar pengikutnya tewas, dan peristiwa ini dikenang dalam tradisi Syiah sebagai simbol perjuangan melawan tirani dan ketidakadilan. Husain dianggap sebagai martir (syuhada) yang berdiri untuk prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran. Pertempuran Karbala kemudian memiliki dampak yang mendalam pada identitas dan ritual Syiah, terutama dalam peringatan Asyura, yang merupakan hari kesedihan dan refleksi.

Perbedaan utama lainnya antara Sunni dan Syiah adalah doktrin Imamah. Syiah meyakini bahwa dalam komunitas keagamaan Islam Syiah, haruslah selalu ada Imam yang memimpin umat, yang tidak hanya pemimpin politik tetapi juga spiritual. Kaum Imamiyah, Syiah terbesar, mengambil nama dari Imam keenam, Ja’far Ash-Shaddiq, yang hidup pada abad ke-8. Perbedaan hukum Islam lainnya antara Sunni dan Syiah juga tampak pada praktik hukum mereka. Misalnya, dalam praktik hukum Syiah, terdapat beberapa aspek yang berbeda dibandingkan dengan mazhab Sunni, termasuk aturan-aturan tertentu mengenai ritual keagamaan dan hukum keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun