Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Relawan - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Sukarno: Bapak Bangsa, Pemimpin Nasional, dan Upaya Rekonsiliasi Indonesia-Belanda Menurut Oltmans

22 Desember 2024   10:00 Diperbarui: 23 November 2024   06:45 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar: SIKN Prov. Jawa Barat)

Willem Oltmans, seorang jurnalis Belanda yang dekat dengan Presiden Sukarno, dalam bukunya Bung Karno Sahabatku menggambarkan pemimpin Indonesia itu sebagai figur bapak atau "Bapak Bangsa" yang sangat dihormati oleh rakyatnya. 

Presiden Sukarno, yang lahir dalam perjuangan dan pergerakan kemerdekaan Indonesia, memang terkenal sering melakukan perjalanan ke daerah-daerah terpencil di Indonesia untuk menghirup suatu "vitamin" dari rakyatnya. Artinya, ia blusukan dengan bertemu rakyatnya untuk sekadar menyapa, mendengar aspirasi, dan menyampaikan semangat atau spirit dari presiden itu sendiri.

Oltmans mencatat bahwa dalam kunjungannya ke Kalimantan, dan seluruh wilayah Indonesia, Presiden Sukarno merasa paling nyaman adalah saat di tengah-tengah rakyat jelata, yang memberikan kepadanya kekuatan emosional dan psikologis dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin nasional. Bagi Presiden Sukarno, massa rakyat adalah sumber inspirasi dan energi yang diperlukan olehnya dan pemerintah untuk memimpin negara, di tengah intrik dan konspirasi politik yang terjadi di ibu kota.

Dalam perjalanannya ke Kalimantan, tepatnya di Banjarmasin pada bulan Juli 1957, Presiden Sukarno menggunakan Oltmans sebagai simbol rekonsiliasi antara Indonesia dan Belanda. Di depan ribuan rakyat yang berkumpul, Presiden Sukarno memperkenalkan diri Oltmans, seorang jurnalis asli Belanda, dan dengan simbolis "menyerahkan tangan" kepada Oltmans sebagai tanda perdamaian antara kedua negara.

Dalam pidatonya, Presiden Sukarno menyinggung konflik yang sedang berlangsung terkait Irian Barat dan menunjukkan betapa mudahnya untuk menghentikan permusuhan yang tak perlu antara Indonesia dan Belanda. Kemudian juga, Presiden Sukarno menjelaskan bahwa dirinya adalah satu-satunya pemimpin Indonesia yang mampu merangkul seluruh bangsa dalam proses rekonsiliasi tersebut, meskipun para politisi Belanda di Den Haag telah gagal memahami pentingnya peran tersebut.

Oltmans mencatat bahwa intrik politik di sekitar Presiden Sukarno mulai mengisolasi pemimpin itu, meskipun Presiden Sukarno masih sangat menikmati dukungan rakyat. Presiden Sukarno semakin dijauhkan dari lingkaran orang-orang kepercayaannya, seperti ketika loyalisnya, A. K. Pringgodigdo, digantikan oleh seorang pejabat baru yang dianggap lebih condong kepada kepentingan oposisi. Oltmans juga mengamati bahwa kehadiran agen-agen CIA, seperti Guy Pauker, mulai terlihat aktif ketika terdapat data bahwa partai berideologi komunis kemungkinan besar akan menang dalam pemilu mendatang. Namun, di tengah upaya-upaya untuk melemahkan posisinya, Presiden Sukarno tetap teguh menggunakan rakyat sebagai sumber kekuatan untuk melanjutkan kepemimpinannya.

Dalam pandangan Oltmans, kepemimpinan Presiden Sukarno sangat dipengaruhi oleh budaya kepemimpinan Jawa, di mana seorang pemimpin ideal harus menjadi "bapak" yang melindungi dan menciptakan rasa kepercayaan serta kebergantungan pada pengikutnya. Presiden Sukarno adalah personifikasi dari konsep kepemimpinan ini, di mana dia memanfaatkan hubungan emosionalnya dengan rakyat sebagai bentuk legitimasinya.

Oltmans menyaksikan langsung bagaimana Presiden Sukarno selalu mencari kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan rakyat, baik melalui pidato di rapat akbar (rapat raksasa) maupun dalam pertemuan-pertemuan informal, yang memperkuat statusnya sebagai Bapak Bangsa. Oltmans memiliki pengalaman pribadi yang mendalam dengan Presiden Sukarno selama perjalanan-perjalanan tersebut. Pada beberapa kesempatan, Presiden Sukarno secara terbuka memujinya, bahkan menggunakan sosok Oltmans sebagai alat diplomasi untuk meredakan sentimen anti-Belanda di Indonesia.

Namun demikian, Oltmans juga menyayangkan bahwa pemerintah Belanda di Den Haag tidak sepenuhnya memahami siapa Presiden Sukarno sebenarnya dan bagaimana perasaannya terhadap Belanda, meskipun Presiden Sukarno selalu berusaha keras untuk memperbaiki hubungan dengan Belanda. 

Bagi Oltmans, ketidakmampuan pemerintah Belanda untuk melihat peran Presiden Sukarno sebagai pemimpin yang membawa perdamaian adalah salah satu kesalahan terbesar dalam hubungan bilateral kedua negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun