Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Surat Permohonan Tan Malaka (29 Agustus 1924): Antara Pengasingan dan Harapan untuk Kembali ke Jawa

7 Januari 2025   19:00 Diperbarui: 21 November 2024   00:28 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tan Malaka, Bapak Republik yang Terlupakan (Sumber gambar: Kutukata.id)

Saat Tan Malaka sedang dalam pengasingan di Tiongkok pada masa pergerakan nasional, ia pernah mengajukan sebuah surat permohonan. Tepat pada tanggal 29 Agustus 1924, surat permohonan Tan Malaka ini berisikan cerminan situasi yang dihadapi olehnya setelah ia diasingkan oleh pemerintah Hindia Belanda dengan tuntutan yang dilandasi sikap politik Tan sendiri. Ia memberikan pernyataan resmi yang merincikan kondisinya di pengasingan serta alasan di balik permohonannya untuk diizinkan kembali ke pulau Jawa.

Tan Malaka menjelaskan bahwa ia diasingkan dari Indonesia pada sekitar bulan Maret 1922. Setelah itu, ia berusaha mencari penghidupan di Eropa, tetapi tidak berhasil. Karena ketidakmampuan menemukan pekerjaan yang layak di Eropa, Tan Malaka pun akhirnya menetap di Tiongkok. Di sana, ia bekerja sebagai koresponden untuk beberapa surat kabar dari Tiongkok dan Filipina. Namun, kondisi kehidupan yang ia dapati di sana cukup sulit untuk dialami karena ia hanyalah bertahan hidup sebagai jurnalis di negeri asing. 

Selama setahun berada di Asia, Tan Malaka pun menyatakan bahwa ia telah mengalami sakit parah sebanyak tiga kali di negara yang berbeda. Di dalam suratnya ini, ia tidak dapat memberikan rincian mengenai nama surat kabar tempat ia bekerja, negara-negara tempat ia jatuh sakit, ataupun nama-nama dokter yang telah merawatnya. Hal ini disebabkan oleh kekhawatirannya bahwa jika permohonannya untuk kembali ke Hindia Belanda ditolak, ia akan mengalami kesulitan dalam pekerjaannya dan kehilangan sumber penghidupannya dengan segala bentuk intimidasi yang dilakukan oleh Petugas Luar Negeri Hindia Belanda di negara pengasingannya.

Untuk mendukung klaimnya tentang kesehatan dirinya yang memburuk, ia memberikan informasi tambahan mengenai riwayat kesehatannya. Tan Malaka menyebutkan bahwa, pada tahun 1915 dan 1916, ia telah menderita penyakit pleuritis selama tiga bulan ketika tinggal di Belanda. Kemudian, pada awal tahun 1921, ia mengidap penyakit pneumonia berat saat berada di Semarang, Jawa Tengah. Riwayat penyakit ini diajukan sebagai bukti bahwa ia memiliki masalah kesehatan yang serius.

Tan Malaka menyatakan bahwa selama setahun terakhir berada di Asia, ia jatuh sakit juga untuk keempat kalinya. Karena itu, ia mengirimkan surat keterangan dari dokter kepada pemerintah Hindia Belanda, untuk menambah penjelasan bahwa bila dirinya tinggal lebih lama di negeri asing, maka akan berdampak buruk pada kesehatannya. Ia merasa bahwa kondisi fisiknya yang lemah menyebabkannya sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Oleh karena itu, ia memohon kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mengizinkannya kembali ke Jawa, khususnya ke Sukabumi atau Salatiga, atau kota lain yang ada di Jawa. Alasan yang diajukan adalah, karena di Jawa, ia berharap bisa menemukan rekan seperjuangan yang mungkin bersedia memberinya tempat tinggal. Ini menunjukkan bahwa ia tidak hanya membutuhkan perawatan medis, tetapi juga dukungan dari orang-orang yang seideologi.

Tan Malaka menyadari bahwa permohonannya untuk kembali ke Hindia Belanda mungkin akan menimbulkan kekhawatiran dari pihak pemerintah terkait keterlibatannya dalam aktivitas politik. Oleh sebab itu, ia menyatakan kesiapannya untuk tunduk pada pembatasan aktivitas politik jika diperlukan, agar permohonannya dapat diproses dengan cepat. Namun, ia juga menegaskan bahwa ia hanya akan menerima pembatasan tersebut sebagai bentuk "force majeure" atau keterpaksaan, dan tidak dengan sukarela. 

Meskipun kehidupan yang dijalani Tan Malaka sebagai pengembara politik selama lebih dari dua tahun penuh dengan kesulitan, ia menegaskan bahwa keyakinannya sebagai seorang komunis tetap kokoh dan tidak pernah goyah. Ia tetap setia pada perjuangannya, meskipun harus berada dalam pengasingan dan kondisi kesehatan yang buruk. Dengan demikian, permohonannya untuk kembali ke Jawa bukanlah bentuk pengkhianatan terhadap keyakinan politiknya, melainkan semata-mata didorong oleh kebutuhan mendesak terkait kesehatannya.

Tan Malaka mengakhiri suratnya dengan mengajukan perbandingan antara kasusnya dengan perlakuan pemerintah terhadap Dr. Tjipto Mangunkusumo, seorang aktivis pergerakan nasional yang pernah diizinkan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk tinggal di Indonesia meskipun dalam kondisi pengasingan. Tan Malaka merasa bahwa permohonannya adalah sesuatu yang "kecil" dan wajar untuk diberikan, mengingat ia hanya meminta izin untuk menjaga kesehatannya. 

Tan Malaka menekankan bahwa permintaannya ini bukanlah sesuatu yang berlebihan, terutama karena aktivitas politik dan pendidikan di Indonesia terus berlanjut meskipun ia diasingkan. Dengan demikian, ia yakin bahwa pemerintah Hindia Belanda tidak akan dirugikan jika mengabulkan permohonannya, sebagaimana pemerintah pernah mengizinkan Dr. Tjipto tinggal di Hindia Belanda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun