Perjalanan Piagam Jakarta menunjukkan bahwa Piagam Jakarta tidak harus dipandang sebagai momok yang menakutkan, tetapi sebagai titik awal pembentukan Pancasila yang saat ini diterima. Piagam Jakarta kemudian menjadi fondasi yang mendukung pengembangan Pancasila, berbeda dengan konsepsi awal Pancasila yang diajukan Sukarno pada 1 Juni. Piagam Jakarta tidak hanya sebagai dokumen historis, tetapi juga sebagai penjiwai UUD 1945 dengan konsekuensi hukum yang nyata.
Sikap Kelompok Sosio-Ekonomi
Sebagai tambahan ulasan, kelompok pendukung paham Sosio-Ekonomi yang merupakan faksi minoritas juga cukup vokal dalam perdebatan ini. Para pemimpin kelompok ini menyatakan diri sebagai pembela aliran sosialis dalam pemikiran politik dan ekonomi di Indonesia. Mereka menganjurkan sosialisme dan demokrasi yang sesuai dengan aspirasi rakyat Indonesia, dengan tujuan menciptakan kesejahteraan bersama melalui asas kekeluargaan dan pemerataan ekonomi. Namun, seiring berkembangnya perdebatan, faksi kecil ini berubah mendukung Pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 harus segera dikembalikan.
Kesimpulan
Perdebatan di Konstituante mengenai dasar negara mencerminkan kompleksitas dari proses perumusan identitas nasional Indonesia. Pertarungan antara Pancasila, Islam, dan paham Sosio-Ekonomi menunjukkan betapa kuatnya aspirasi dan keyakinan dari masing-masing golongan. Pancasila dipertahankan oleh banyak pihak karena dinilai mampu mengakomodasi keragaman dan mempersatukan bangsa. Di sisi lain, pendukung Islam dan paham Sosio-Ekonomi memiliki pandangan bahwa ideologi mereka lebih sesuai dengan kebutuhan rakyat Indonesia. Pada akhirnya, perdebatan ini memperlihatkan pentingnya dialog dan kompromi dalam membangun dasar negara yang inklusif dan berkeadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H