Latar Belakang Pergulatan Ideologis di Konstituante
Pada rentang tahun 1957--1959, Konstituante menghadirkan perdebatan yang intensif mengenai dasar negara yang akan digunakan oleh Republik Indonesia. Dalam suasana perdebatan yang demokratis, berbagai ideologi politik diperjuangkan oleh para elite partai politik yang duduk di Konstituante. Perdebatan mengenai ideologi negara ini berlangsung dalam dua babak utama, yakni pada 11 November hingga 7 Desember 1957. Babak pertama diwarnai oleh 47 pembicara, sedangkan babak kedua melibatkan 54 pembicara. Masing-masing pihak berusaha menawarkan gagasan terbaik untuk menjadi dasar bagi negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat.
Tiga Pilihan Dasar Negara: Pancasila, Islam, dan Sosio-Ekonomi
Dalam perdebatan tersebut, terdapat tiga posisi ideologis utama yang diajukan sebagai calon dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila, Islam, dan paham Sosio-Ekonomi.Â
Pertama, Pancasila yang terdiri dari lima sila: (1) Ketuhanan, (2) Perikemanusiaan, (3) Kesatuan dan Nasionalisme, (4) Permusyawaratan atau Demokrasi, dan (5) Keadilan Sosial. Rumusan ini terdapat perbedaan sedikit dari yang termuat dalam Pembukaan UUD sementara 1945, 1949, dan 1950, tetapi tetap dianggap sebagai dasar falsafah negara yang mewakili keanekaragaman Indonesia.
Kedua, dasar negara Islam, yang berdasarkan ajaran duniawi dan ukhrawi dari Tuhan, didukung oleh lebih dari 90% rakyat Indonesia yang beragama Islam. Ide ini juga pernah muncul pada sidang BPUPKI tahun 1945, ketika para pemimpin golongan Islam mengajukan usulan serupa.
Ketiga, paham Sosio-Ekonomi, yang berfokus pada struktur ekonomi berdasarkan asas kekeluargaan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 UUD 1945, di mana implementasinya harus dijamin oleh struktur politik yang dirumuskan dalam Pasal 1 UUD dari golongan Sosio-Ekonomi.
Argumen yang Diajukan dalam Perdebatan Konstituante
Perdebatan dibuka dengan laporan dari panitia persiapan, yang menguraikan posisi ideologi Sosio-Ekonomi dan memberikan kesempatan kepada kelompok pendukung Islam dan Pancasila untuk memaparkan argumen mereka. Argumen utama yang mendukung Islam sebagai dasar negara adalah kedaulatan hukum dari Allah Swt., serta penerapan demokrasi dalam negara haruslah melalui permusyawaratan yang akan menegakkan kebenaran dan keadilan. Demokrasi yang diusung oleh kelompok Islam adalah bentuk demokrasi yang berlandaskan permusyawaratan (syura') antara wakil-wakil rakyat yang dipilih.
Di sisi lain, argumen utama yang mendukung Pancasila adalah kemampuannya untuk menjadi forum bersama bagi semua golongan dan aliran dalam masyarakat Indonesia. Pancasila dianggap dapat menggalang persatuan nasional dan memastikan bahwa tidak ada golongan yang merasa dirugikan dalam menerapkan ideologinya masing-masing. Dengan demikian, Pancasila menjadi pilihan yang dianggap lebih inklusif dan mampu mempersatukan berbagai kelompok dalam masyarakat Indonesia.
Lima Butir Kesepakatan Dasar Negara
Dalam upaya untuk mencapai kesepakatan, panitia persiapan Konstituante merumuskan lima butir yang harus dipenuhi oleh dasar negara, yaitu:
1. Sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia;
2. Dijiwai semangat revolusi 17 Agustus 1945;
3. Musyawarah menjadi dasar dalam segala perundingan dan penyelesaian persoalan kenegaraan;
4. Terjaminnya kebebasan beragama dan beribadat;
5. Memuat jaminan perikemanusiaan, kebangsaan yang luas, dan keadilan sosial.
Kesepakatan ini disusun untuk mempermudah tercapainya mufakat. Namun, dalam kenyataannya, kelima butir ini digunakan oleh masing-masing golongan untuk memperkuat klaim kebenaran ideologi mereka sendiri.