Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memahami Etika Lingkungan: Ketegangan antara Nilai Intrinsik dan Kewajiban Moral di Era Kontemporer

1 Desember 2024   10:05 Diperbarui: 1 Desember 2024   10:08 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Integrasi teori-teori etika tradisional ke dalam etika lingkungan kontemporer telah berkembang dengan sangat kompleks dan beragam. Berikut ini adalah sedikit paparan tentang bagaimana teori-teori ini berhubungan dengan masalah lingkungan:

Konsekuensialisme

Konsekuensialisme adalah sebuah pendekatan dalam etika yang menilai benar atau salahnya suatu tindakan berdasarkan hasil atau konsekuensi dari tindakan tersebut. Berikut adalah rincian dari perspektif konsekuensialis dalam konteks etika lingkungan:

1. Nilai Intrinsik dan Disvalue

Dalam teori konsekuensialisme, nilai intrinsik atau kebaikan dan keburukan dianggap sebagai konsep moral yang lebih mendasar daripada penilaian tentang kebenaran atau kesalahan tindakan. Dengan kata lain, apa yang dianggap sebagai intrinsik baik atau buruk mempengaruhi penilaian tentang apakah suatu tindakan benar atau salah. Misalnya, utilitarianisme, salah satu bentuk utama konsekuensialisme, menganggap bahwa kebahagiaan atau kepuasan adalah satu-satunya nilai intrinsik di dunia, sedangkan penderitaan atau frustrasi terhadap kepuasan adalah satu-satunya disvalue (nilai buruk).

2. Utilitarianisme

Utilitarianisme menilai tindakan berdasarkan seberapa besar keseimbangan antara kebahagiaan (atau kepuasan kepentingan, keinginan, dan/atau preferensi) dan penderitaan yang dihasilkan. Sebuah tindakan dianggap benar jika menghasilkan keseimbangan positif dari kebahagiaan atau kepuasan terhadap penderitaan. Utilitarianisme tidak memperhitungkan siapa yang merasakan kebahagiaan atau penderitaan tersebut dalam penilaian moralnya; yang penting adalah total keseimbangan kebahagiaan atau penderitaan.

3. Kepentingan Semua Makhluk Sentien

Utilitarianisme, seperti yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham dan kemudian Peter Singer, berargumen bahwa kepentingan semua makhluk yang mampu merasakan kebahagiaan atau penderitaan harus dipertimbangkan sama pentingnya. Dengan kata lain, tidak hanya manusia yang harus diperhitungkan, tetapi juga hewan non-manusia. Singer bahkan menyamakan penilaian kepentingan spesies non-manusia dengan isu-isu diskriminasi seperti seksisme dan rasisme, menyebutnya sebagai "speciesism".

4. Kritik terhadap Nilai Intrinsik Alam

Utilitarianisme memandang objek non-sentien di lingkungan, seperti spesies tumbuhan, sungai, gunung, dan lanskap, hanya memiliki nilai instrumental---yaitu nilai mereka tergantung pada bagaimana mereka mempengaruhi kesejahteraan makhluk sentien. Dengan kata lain, utilitarianisme tidak mengakui nilai intrinsik dari elemen-elemen ini. Oleh karena itu, praktik-praktik yang dapat menyebabkan penderitaan pada hewan non-manusia mungkin dianggap benar jika mereka menghasilkan keuntungan yang cukup besar bagi manusia.

5. Konsekuensialisme yang Lebih Luas

Meskipun utilitarianisme berfokus pada kebahagiaan dan penderitaan sebagai satu-satunya nilai intrinsik, pendekatan konsekuensialis yang lebih luas mungkin juga mengakui nilai intrinsik dari berbagai objek dan proses di lingkungan. Ini bisa mencakup pengakuan atas nilai intrinsik dari ekosistem atau proses ekologis yang lebih besar, bukan hanya nilai instrumentalnya bagi makhluk sentien.

6. Kontroversi dan Masalah

Konsekuensialisme, khususnya utilitarianisme, menghadapi kritik karena kemungkinan untuk membenarkan tindakan yang dapat merusak lingkungan atau menyebabkan penderitaan besar pada makhluk non-manusia jika itu menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi manusia. Contohnya, praktik berburu paus atau pembunuhan gajah untuk gading dapat dibenarkan dalam kerangka utilitarian jika dianggap menghasilkan kepuasan manusia yang lebih besar.

Secara keseluruhan, sementara konsekuensialisme, terutama utilitarianisme, berusaha untuk memaksimalkan kebaikan total dengan menilai tindakan berdasarkan hasilnya, pendekatan ini menghadapi tantangan dalam mempertimbangkan nilai intrinsik dari elemen-elemen lingkungan non-sentien dan konflik antara kepentingan manusia dan non-manusia.

Etika Deontologis

Etika deontologis adalah pendekatan dalam etika yang menilai benar atau salahnya tindakan berdasarkan kepatuhan terhadap aturan atau kewajiban moral, bukan berdasarkan konsekuensi dari tindakan tersebut. Berikut rincian tentang etika deontologis dalam konteks etika lingkungan:

1. Kepatuhan terhadap Kewajiban Moral

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun