Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Deep Ecology, Inikah Solusi Radikal untuk Krisis Lingkungan Global?

21 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 23 Desember 2024   13:36 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arne nss (Ludviq Uhlbors)

Deep Ecology, atau Ekologi Mendalam, merupakan pergeseran dari pendekatan "ecology" yang lebih dangkal---yang hanya berfokus pada penanggulangan polusi dan pengurangan sumber daya untuk dimanfaatkan oleh manusia---menuju pendekatan yang lebih radikal yang menekankan nilai intrinsik dari seluruh makhluk hidup di bumi, terlepas dari kegunaannya bagi manusia. 

Pengertian ini dirumuskan oleh Arne Nss, tokoh filsafat environmental ethics asal Norwegia, dan rekan-rekannya, yaitu Sigmund Kvaly dan Nils Faarlund.

Elemen Utama dari Deep Ecology

Egalitarianisme Biosferik (Biospheric Egalitarianism)

Egalitarianisme biosferik adalah keyakinan dalam Deep Ecology yang menyatakan bahwa semua makhluk hidup memiliki nilai intrinsik mereka sendiri, terlepas dari kegunaan mereka bagi manusia. 

Jadi, dengan kata lain, setiap organisme, mulai dari tumbuhan dan hewan hingga mikroorganisme, memiliki hak untuk hidup dan berkembang secara alami. 

Konsep ini menekankan bahwa nilai suatu makhluk hidup tidak semata-mata ditentukan oleh manfaat yang dapat diberikan kepada manusia, tetapi oleh hak dan martabatnya sebagai bagian dari biosfer.

Arne nss (Ludviq Uhlbors)
Arne nss (Ludviq Uhlbors)

Arne Nss, sebagai filsuf yang menjadi pelopor Deep Ecology, memandang egalitarianisme biosferik sebagai inti dari filosofi ekologi mendalam. Maknanya berarti semua bentuk kehidupan, baik besar maupun kecil,adalah memiliki nilai yang setara dan layak untuk dihormati dan dilindungi.

Diri Relasional (Relational Self)

Diri Relasional adalah konsep dalam Deep Ecology yang menantang pandangan individualisme atomistik, yaitu gagasan bahwa individu adalah entitas yang terpisah dan berdiri sendiri. 

Arne Nss berargumen bahwa pandangan ini telah memisahkan diri manusia dari bumi sekitarnya secara radikal, yang tidak hanya menyebabkan egoisme terhadap sesama manusia, tetapi juga menyebabkan egoisme terhadap alam dan lingkungan sekitar.

Sebagai alternatif, Nss mengusulkan pandangan relasional tentang dunia. Menurut pandangan ini, organisme---baik manusia maupun makhluk hidup lainnya---paling baik dipahami sebagai sebuah "simpul" dalam jaring organisme biosferik. 

Identitas suatu makhluk hidup pada dasarnya dibentuk oleh hubungan-hubungannya dengan makhluk lain di dunia, terutama hubungan ekologisnya dengan makhluk hidup lainnya. 

Jika orang-orang memandang diri mereka dan dunia dalam istilah relasional ini, maka mereka akan lebih menghargai dan merawat alam serta dunia secara keseluruhan, tanpa terkecuali.

Dengan kata lain, Diri Relasional mengajukan gagasan bahwa identitas individu tidaklah dapat dipisahkan dari konteks ekologis di mana individu tersebut berada. 

Pandangan ini mendorong pemahaman bahwa individu dan lingkungan adalah saling bergantung satu sama lain, sehingga memperlakukan diri sendiri (mengubah mindset) sebagai bagian dari jaringan ekologis yang lebih besar. Dengan demikian, manusia yang berpaham ini akan dapat meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab mereka terhadap lingkungan.

Pewujudan Diri (Self-Realization)

Pewujudan Diri adalah konsep dalam Deep Ecology yang berhubungan dengan gagasan bahwa dengan mengidentifikasi diri sendiri sebagai bagian dari alam, seseorang dapat memperluas batasan diri mereka sampai melampaui tubuh dan kesadaran individunya. 

Arne Nss mengajukan gagasan yang cukup radikal dan bersifat mistisisme, yaitu dengan mengidentifikasi diri kita sebagai bagian integral dengan alam, sehingga kita dapat memperluas diri kita menjadi "Diri" ekologis yang lebih besar. 

Hal ini berarti kita harus menghargai dan merawat "Diri" yang lebih besar ini---yaitu alam yang merupakan bagian dari kita---sebagai bentuk penghormatan terhadap diri kita sendiri.

Menurut Nss, pengenalan terhadap hubungan ini dapat menghasilkan kepuasan mendalam yang signifikan bagi kualitas hidup kita. Sebagai contoh, Nss merujuk pada orang Saami yang mengidentifikasi diri mereka dengan sungai yang mereka bergantung untuk kehidupan mereka. 

Identifikasi semacam ini telah mempengaruhi pengakuan hukum di Selandia Baru untuk memberikan status hukum kepada sungai dan daerah alam lainnya.

Dengan memperluas pemahaman diri kita untuk mencakup lingkungan alam, kita tidak hanya menghormati lingkungan tersebut tetapi juga meningkatkan kualitas hidup kita sendiri. 

Konsep Pewujudan Diri ini mengarah pada pemahaman bahwa keberadaan kita sebagai individu sama sekali tidak dapat terpisah dari lingkungan dan bahwa terjadinya hubungan yang mendalam dengan alam dapat memberikan kepuasan dan makna yang lebih besar dalam kehidupan.

Pluralisme (Pluralism)

Pluralisme dalam konteks Deep Ecology mengacu pada penerimaan berbagai dasar filosofi yang berbeda sebagai landasan untuk etika lingkungan. Seiring waktu, Deep Ecology berkembang untuk mengakomodasi berbagai perspektif moral dan epistemologis, sehingga menjadikannya sebagai "platform" dari beberapa inti pemikiran yang sederhana di mana para pemikir lingkungan dapat sepakat dan menemukan titik temu. 

Ini mencerminkan pemahaman bahwa tidak ada satu filosofi ekologi yang benar atau lengkap, dan bahwa berbagai orientasi filosofis---baik itu adat, Kristen, Buddha, Daoisme, filsafat proses, dan lain-lain---dapat berkontribusi pada prinsip-prinsip praktis untuk tindakan lingkungan.

Arne Nss, yang awalnya merumuskan Deep Ecology dengan posisi yang lebih spesifik, kemudian mengadopsi pendekatan pluralistik dengan memperkenalkan "Ecosophy T" (nama yang diambil dari kabin gunungnya, Tvergastein). 

Nss mengakui bahwa filosofi ekologinya adalah salah satu dari banyak kemungkinan fondasi untuk etika lingkungan. Dengan cara ini, Deep Ecology menjadi lebih inklusif, sehingga dapat memberikan ruang untuk berbagai pandangan dan pendekatan dalam memahami dan menangani isu-isu lingkungan.

Pendekatan pluralistik ini memungkinkan Deep Ecology untuk tetap relevan dan dapat diterima oleh berbagai kelompok dengan latar belakang dan keyakinan yang berbeda. 

Selain itu, pendekatan seperti ini juga menekankan pentingnya menemukan prinsip-prinsip aksi praktis yang dapat dihasilkan dari filosofi-filosofi dasar yang berbeda, sehingga dapat memperluas cakupan aplikasi dan dampak dari Deep Ecology dalam berbagai konteks sosial, budaya, dan lingkungan.

Kritik terhadap Deep Ecology

Kritik utama terhadap Deep Ecology adalah kurangnya panduan praktis mengenai bagaimana cara menerapkan prinsip egalitarianisme-biosferik dalam keputusan etis dan kebijakan lingkungan. 

Terdapat perdebatan tentang bagaimana cara memperhitungkan kepentingan makhluk hidup yang sangat berbeda---seperti hewan, tumbuhan, dan mikroba---dalam konteks keputusan praktis. 

Beberapa kritikus berpandangan bahwa prinsip semua makhluk hidup memiliki nilai yang sama, sulit diterjemahkan ke dalam tindakan konkret dan aplikatif yang dapat diimplementasikan dalam kebijakan lingkungan.

Beberapa kritik, seperti yang disampaikan oleh Ramachandra Guha, menyoroti potensi elitisme dalam Deep Ecology. Guha menganggap bahwa banyak kelompok konservasi yang berbasis di Barat mungkin terlibat dalam bentuk imperialisme kebudayaan, yang dapat mengarah pada pengusiran komunitas adat dan masyarakat miskin dari wilayah-wilayah mereka. 

Menurutnya, usaha-usaha ini dapat dilihat sebagai upaya untuk mengamankan alam liar hanya untuk kelompok yang ekonominya lebih mapan, sehingga tidak mempertimbangkan kepentingan dan hak-hak masyarakat lokal yang termarginalkan dan tertindas oleh kelas penguasa di sana.

Beberapa teoretikus feminis juga mengkritik Deep Ecology dengan berpendapat bahwa gagasan tentang perluasan diri untuk mencakup alam dapat memicu eksploitasi alam yang terus-menerus. 

Mereka menyatakan bahwa ketika kita memperlakukan alam sebagai bagian dari diri sendiri, maka dapat menyebabkan adanya justifikasi untuk memperlakukan alam dengan cara yang tidak adil, karena seseorang mungkin merasa lebih berhak untuk memperlakukan bagian dari dirinya sendiri dengan cara yang lebih bebas daripada memperlakukan makhluk lain yang independen.

Kritik lain juga muncul yang menganggap Deep Ecology sebagai visi utopis yang tidak konsisten, bahkan tidak realistis. Beberapa kritikus berpendapat bahwa cita-cita gerakan ini, meskipun terlihat idealis, tetapi kemungkinan besar sangat sulit untuk dicapai dalam praktiknya. 

Mereka juga menilai bahwa Deep Ecology bisa saja diterapkan, tetapi dengan tidak mempertimbangkan berbagai faktor sosial, ekonomi, dan politik yang kompleks dalam implementasinya, dan dengan demikian, maka gagasan ini adalah tidak realistis dalam menghadapi tantangan lingkungan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun