Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Deep Ecology, Inikah Solusi Radikal untuk Krisis Lingkungan Global?

21 Desember 2024   19:00 Diperbarui: 23 Desember 2024   13:36 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tumbuhan dalam hutan yang sangat hijau. (Sumber: Freerange Stock)

Beberapa teoretikus feminis juga mengkritik Deep Ecology dengan berpendapat bahwa gagasan tentang perluasan diri untuk mencakup alam dapat memicu eksploitasi alam yang terus-menerus. 

Mereka menyatakan bahwa ketika kita memperlakukan alam sebagai bagian dari diri sendiri, maka dapat menyebabkan adanya justifikasi untuk memperlakukan alam dengan cara yang tidak adil, karena seseorang mungkin merasa lebih berhak untuk memperlakukan bagian dari dirinya sendiri dengan cara yang lebih bebas daripada memperlakukan makhluk lain yang independen.

Kritik lain juga muncul yang menganggap Deep Ecology sebagai visi utopis yang tidak konsisten, bahkan tidak realistis. Beberapa kritikus berpendapat bahwa cita-cita gerakan ini, meskipun terlihat idealis, tetapi kemungkinan besar sangat sulit untuk dicapai dalam praktiknya. 

Mereka juga menilai bahwa Deep Ecology bisa saja diterapkan, tetapi dengan tidak mempertimbangkan berbagai faktor sosial, ekonomi, dan politik yang kompleks dalam implementasinya, dan dengan demikian, maka gagasan ini adalah tidak realistis dalam menghadapi tantangan lingkungan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun