"Biarkan kekayaan itu tertanam dalam perut Ibu Pertiwi, sampai anak-anaknya sendiri mampu menggalinya."
Untuk meyakinkan Sukarno, Wilson harus berdiplomasi dengannya. Namun demikian, di mata Wilson dengan visi eksploitasinya, Sukarno adalah orang yang sangatlah berbahaya. Ditambah lagi, Sukarno dekat dengan gerakan kiri dan perlawanan terhadap kapitalisme. Wilson pun semakin mendapatkan kesulitan ketika hubungan antara Indonesia dan Belanda sedang memanas.
Oleh karena itu, untuk memudahkan urusannya, Wilson meminta Presiden John F. Kennedy supaya mendinginkan suhu ketegangan di antara Indonesia dan Belanda. Sayang sekali, nasib tak mujur bagi Wilson, Presiden Kennedy ternyata sangat mendukung politik Sukarno. Presiden Kennedy justru mengecam Belanda atas tindakan-tindakannya terhadap Irian. Kennedy kemudian mengancam akan memberhentikan bantuan ekonomi kepada Belanda apabila Belanda masih campur-tangan urusan Indonesia di Irian Barat. Dengan demikian, kondisi ini semakin memupuk kekecewaan bagi Wilson dan terbayang keruntuhan Freeport.
Akan tetapi, kekecewaan itu hanya sebentar saja dirasakan Wilson. Beberapa bulan kemudian, Wilson menerima pesan dari dua orang pejabat Indonesia. Pesan misterius itu mempertanyakan, "Apakah Anda siap untuk mengelola Gunung Ertsberg?" Wilson yang amat terkejut menjawab pesan itu dengan menerima langsung tawarannya.
Peter A. Rohi mengutip Lisa Pease dalam bukunya:
"Para petinggi Freeport ternyata sudah punya kontak dengan tokoh penting di dalam lingkaran elite Indonesia. Mereka adalah Menteri Pertambangan dan Perminyakan Ibnu Soetowo dan Julius Tahija, mantan perwira KNIL. ...."
"Soeharto sendiri adalah mantan Sersan KNIL. Tahija  berperan sebagai penghubung antara Ibnu Soetowo dengan Freeport. Ibnu Soetowo sendiri  sangat berpengaruh di dalam Angkatan Darat, karena dialah yang menutup seluruh anggaran operasional mereka...."
Beberapa selang waktu kemudian, tiba-tiba terjadilah tragedi---yang kemungkinan besar memiliki relasi kausalitas yang kuat dengan pengondisian Freeport---di mana Presiden Kennedy tewas tertembak kepalanya, sehingga wakil presidennya, Lyndon B. Johnson, menjadi penggantinya.Â
Kausalitas ini dibuktikan dengan dokumen deklasifikasi CIA yang menyatakan keterlibatan Amerika terhadap penggulingan Sukarno, yang berkaitan dengan alasan Freeport dan pertambangan emasnya.
Pergantian Kennedy ke Lyndon, berdampak buruk. Dampaknya mudah sekali ditebak, kebijakan Lyndon nyata-nyata bertolak belakang dengan Kennedy. Lyndon malah mengurangi bantuan ekonomi kepada Indonesia, kecuali untuk militernya, sehingga memberikan landasan terbentuknya rezim militer Angkatan Darat Orde Baru dan inflasi tinggi yang menyebabkan krisis ekonomi.Â
Dinamika selanjutnya yang terjadi di Indonesia adalah lengsernya Sukarno akibat kudeta merangkak, yang dilakukan oleh Jenderal Soeharto. Soeharto mengambil pendekatan berbeda terhadap perekonomian Indonesia, dan tentu saja berbeda pula terhadap Freeport.