Mohon tunggu...
Fiksiana Artikel Utama

Takdir?

23 April 2015   16:59 Diperbarui: 31 Agustus 2015   05:17 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

  Kendaraan paling akhir meledak dan terlempar beberapa satuan jarak, tak ada yang selamat. Sontak pasukan didepannya menoleh. Muka terkejut menahan amarah muncul ditiap tentara di atas mobil itu. Asap hitam pekat mengepul dari mobil yang hangus tadi. Tank dari puncak bukit mulai menampakkan wujudnya. Ratusan pasukan muncul setelahnya. Mereka mulai berlarian menuruni bukit seraya menembakkan peluru ke arah rombongan kendaraan yang tengah berlari. Mobil-mobil itu menaikkan lajunya. Dengan cepat pasukan di kap belakang membalas tembakan yang dilontarkan pasukan lain dari bawah bukit.

   “Tembak dengan seperlunya! Markas utama masih jauh di depan!”

   Satu mobil dibelakang berhenti.

   “Mengapa kalian berhenti?” dengan teriakan yang cukup keras

  “Zet…..zet…… Lapor kapten. Maaf karena telah menjadi bawahan yang bodoh. Anda terus saja, jangan biarkan kami berakhir sia-sia. Saya dan pasukan telah berpikir dengan matang. Zet… zet…”

   “Zet… zet… Baiklah demikian, itu keputusan kalian. Lakukan yang menjadi kewajiban kalian kepada negara!” 

   “Tapi kapten” teriak tentara di sebelah kapten itu.

   “Kau harus tahu anak muda. Terkadang, untuk mendapatkan kemenangan diperlukan pengorbanan.”

   Empat mobil di depan melesat meninggalkan mobil yang berhenti, mobil yang melindungi mereka di belakang dari serangan pasukan musuh. Kendaraan yang mereka tumpangi semakin menepi, menjauh dari jalan beraspal. Memasuki jalan setapak di tengah perkebunan menuju hutan belantara. Jalan lurus akan lebih cepat daripada memutar.

   Sehari sebelumnya hujan deras membasahi kawasan itu, membuat jalan setapak berlumpur dan basah. Tak diduga mobil yang ditumpangi pasukan itu tak sekuat yang menumpanginya. Mereka terjebak di kubangan lumpur. Mesin-mesin yang kemasukan lumpur itu tidak mau lagi menyala. 2 mobil tak bisa lagi membawa pasukan itu. Tidak ada suatu apa pun yang bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan markas pusat. Sisa prajurit terpaksa berdempetan untuk saling berbagi ruang. Mobil yang masih berfungsi memutar ke arah lain, sedang yang bobrok dibiarkan begitu saja. Toh, musuh juga sudah tahu kalau mobil yang berhasil lolos sejumlah empat.

   Tak kuasa menahan beban dengan 33 orang dari 2 pleton pada tiap mobil. Kapten yang takut tidak memiliki kartu as lagi, memutuskan untuk melanjutkan pelarian dengan berjalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun