Mohon tunggu...
Daffa Dhiya
Daffa Dhiya Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis amatir

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Dampak Buruk Fast Fashion

14 Mei 2020   17:28 Diperbarui: 8 April 2021   10:50 2255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda membeli pakaian di H&M, Zara, Uniqlo, atau Bershka? Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan terhadap teman-teman di lingkungan saya, kebanyakan dari mereka pernah melakukan hal tersebut.

Saya mengerti mengapa mereka memilih untuk membeli pakaian di perusahaan-perusahaan tersebut, harganya yang terjangkau dan desain yang trendi menjadi alasan mereka untuk membeli pakaian fast fashion. 

Namun, alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena kerugian-kerugian yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut sangatlah besar dampaknya terhadap kehidupan manusia, dari segi seni, lingkungan, sosial, dan ekonomi. Maka dari itulah, kita harus menghindari untuk membeli pakaian dari perusahaan berkonsep fast fashion.

Sebelum membahas mengenai dampak buruk yang ditimbulkan oleh fast fashion, saya akan menjelaskan definisi dari fast fashion terlebih dahulu. 

Fast fashion adalah pendekatan terhadap desain, kreasi, dan pemasaran dari gaya pakaian yang menekankan pada pembuatan tren pakaian yang cepat dan murah bagi konsumen. Pada paragraf selanjutnya saya akan membahas dampak buruk dari fast fashion.

Pertama, fast fashion membawa banyak kerugian terhadap lingkungan.

Industri fast fashion biasanya menggunakan pewarna tekstil yang murah dan berbahaya, sehingga dapat menyebabkan pencemaran air dan berisiko terhadap kesehatan manusia. 

Lalu, industri fast fashion biasanya juga menjadi penyebab menurunnya jumlah populasi hewan, karena kebanyakan dari mereka memanfaatkan kulit binatang sebagai bahan baku dan yang tentunya akan dicampur dengan berbagai zat kimia.

Selain itu, poliester, yaitu bahan baku yang banyak digunakan oleh industri fast fashion yang berasal dari bahan baku fosil, saat dicuci akan menimbulkan serat mikro yang meningkatkan jumlah sampah plastik. 

Terlebih lagi, Sekitar 90% dari pakaian yang dijual di industri pakaian  terbuat dari katun atau poliester, kedua bahan tersebut memiliki dampak buruk  yang siginifikan terhadap kesehatan dari proses manufaktur dan produksi.

Bahan katun biasanya dicampur dengan air dan pestisida dalam jumlah yang sangat banyak, sehingga membahayakan para pekerja dan meningkatkan risiko kekeringan, menciptakan tekanan besar pada sumber air, menurunkan kualitas tanah, serta berbagai masalah lingkungan lainnya.

Kedua, industri fast fashion mengeksploitasi para pekerjanya.

Menurut laporan the guardian yang berjudul Sweatshops are Still Supplying High Street Brands, pabrik-pabrik di Indonesia, Flilipina, dan Sri Lanka tidak membayar upah layak untuk tenaga kerja gabungan yang beranggotakan 100.000 orang. 

Mereka tidak membayar upah minimum yang telah ditetapkan oleh hukum di negara tersebut. Di dalamnya juga mempermasalahkan adanya eksploitasi bagi buruh perempuan karena hasil survei menunjukkan 76% dari tenaga kerja yang disurvei adalah perempuan.

Ketiga, fast fashion melakukan banyak plagiarisme.

Perusahaan fast fashion sering mencuri desain-desain dari desainer pakaian, ilustrator, atau desainer grafis. Terjadinya plagiarisme dalam perusahaan fast fashion adalah hal yang sangat masuk akal, namun tidak bisa ditoleransi. 

Plagiarisme dalam industri tersebut terjadi karena tingginya kuantitas desain yang harus dibuat dan karena konsep fast fashion yang selalu mencoba untuk selalu menyesuaikan dengan tren. Jadi, tingginya kuantitas desain yang harus dilakukan dan waktu desain yang terbatas mengakibatkan plagiarisme yang dilakukan oleh perusahaan fast fashion.

Keempat, fast fashion merupakan pakaian 'pasaran'.

H&M memiliki total 25 toko di Indonesia, Pull&Bear memiliki 14 toko, Bershka memiliki 9 toko, Zara memiliki 13 toko, Uniqlo memiliki 29 toko, dst. Bisa dilihat bahwa industri fast fashion memiliki banyak toko yang tersebar di Indonesia. 

Namun, perlu diketahui bahwa dalam toko tersebut baju yang dijual dan ditampilkan sama dengan toko lainnya, misalnya toko H&M di Jakarta pasti memiliki produk yang sama dengan toko H&M di Surabaya, Bandung, atau kota lainnya yang ada di Indonesia.

Dengan banyaknya toko, tinggnya kuantitas produksi, dan murahnya harga produk, menjadikan fast fashion 'pasaran'. Pasaran di sini maksudnya adalah bahwa baju yang digunakan konsumen fast fashion sangat lazim di masyarakat dan banyak orang yang memiliki suatu produk yang sama. 

Karena banyaknya dampak buruk dari fast fashion seperti kerusakan lingkungan, eksploitasi pekerja, plagiarisme, dan sifatnya yang pasaran, maka kita harus menghindari untuk membeli pakain dari industri fast fashion. Ada beberapa pilihan lain untuk membeli pakaian seperti membeli produk slow fashion atau thrifting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun