"Syukurlah, impianku tercapai, Ani," Kupandang gedung besar dengan cat biru muda dan hijau muda di depanku bersama Ani, inilah gedung pabrik produksi Rancaekek di Bandung.
"Terima kasih, Bapak. Aku tahu Bapak sekarang berada di Jakarta Selatan dan sedang beristirahat di rumah sakit. Namun, aku juga tahu jika beliau sekarang senang karena pengobatannya kubiayai dan sedih pada saat bersamaan karena dalam waktu lama aku tak akan bertemu Bapak karena adanya proyek yang harus diselesaikan di Singapura."
"Aku senang mendengarnya, Ari. Akhirnya semua pengalaman pahitmu selama di SMP Cemara terbayar dengan ini. Bahkan, kudengar Danu dan Tono yang pernah merundungmu sekarang mencari kerja di perusahaan kita, tepatnya di Rancaekek, sebagai permohonan maaf mereka padamu karena mereka pernah merundungmu dan sekarang tengah kesulitan mencari kerja," Kata Ani.
"Masukkan mereka jika mereka memenuhi syarat, aku tak mau melihat mereka mengalami apa yang kualami dan....Kehilangan semangat hidup mereka," Ya, aku membayangkan mereka putus asa dan benar-benar tak tahu harus melakukan apa lagi dalam hidup mereka.
"Itulah Tuan Ari yang kutahu!" Ani mengatakannya dengan wajah ceria.
"Ayolah, kau hanya perlu menyebutku 'Ari' dan kau tahu itu,"
"Tak mau!" Ani tertawa, dan aku langsung mengejarnya dengan penuh canda tawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H