Mohon tunggu...
Daffa Ardhan
Daffa Ardhan Mohon Tunggu... Freelancer - Cerita, ide dan referensi

Menulis dalam berbagai medium, bercerita dalam setiap kata-kata. Blog: http://daffaardhan.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hal yang Tidak Diperlihatkan kepada Kita di Instagram

27 Februari 2020   08:59 Diperbarui: 27 Februari 2020   09:12 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada sebuah keluarga yang pada waktu itu memutuskan berlibur ke luar negeri. Liburan mereka terlihat sangat menyenangkan. Itu dibuktikan dari beberapa foto dan instastory yang dibagikan di akun instagram mereka.

Orang-orang yang melihatnya pasti punya tanggapan yang berbeda-beda. Ada yang positif dan ada yang negatif. Tapi itu fenomena biasa yang tidak perlu dipermasalahkan.

Yang patut jadi permasalahan justru datang dari kejadian dibalik kebahagiaan keluarga tersebut. Mereka sebetulnya sedang "kabur" dari pekerjaan, lalu memutuskan pergi liburan dengan uang yang besar hasil pinjaman dept collector.

Keputusan berhutang demi sebuah liburan mewah keliatannya berlebihan. Tapi tidak jadi masalah kalau memang mereka bisa membayarnya. Namun dalam kasus keluarga ini, mereka tampak memaksakan diri.

Setelah liburan selesai, keluarga tersebut tidak mampu membayar pinjaman tepat waktu. Mereka mulai panik karena dept collector sudah menghubungi beberapa kali bahkan dengan nada mengancam. Mereka tidak punya cara selain mengadaikan BPKB mobil untuk berhutang ke tempat lain. Jadi mereka membayar hutang dengan hutang. Gali lobang tutup lubang. Miris kan?

Keluarga tersebut sempat bercerita pada orang tuanya. Menceritakan kesedihan mereka karena terlilit hutang besar. "Jangan bilang ke saudara lain ya bu kalau kita punya hutang. Malu kalau sampai keluarga besar tahu." Kira-kira begitu isi percakapannya.

Ketika kemudian cerita ini sampai ke telinga saya, saya jadi miris. Ada banyak hal yang tidak terceritakan dibalik postingan instagram. Ada informasi yang terpotong antara apa yang diperlihatkan dan mana yang di sembunyikan, baik secara sengaja maupun tidak.

Saya sering merasa apa yang orang-orang bagikan di instagram tidak sebahagia yang diperlihatkan. Dalam kasus keluaga tersebut, tidak ada followers-nya yang tahu kalau ada cerita miris dibaliknya. Mereka hanya tahu bahwa keluarga tersebut bahagia dan punya banyak uang karena liburan ke luar negeri.

Kemudian mungkin saja ada beberapa followers-nya yang merasa iri dan tidak mau kalah, lalu memutuskan liburan juga. Entah bagaimana caranya intinya harus liburan. Mungkin begitu. Akhirnya liburan yang dipaksakan terjadi hanya karena ingin ikut-ikutan dengan gaya hidup orang lain. Kalau mampu ya silahkan, tapi kalau memaksakan diri ya jadi masalah besar.

Ini bukan satu-satunya cerita aneh yang saya dengar. Beberapa cerita lain ada yang sama mirisnya. Dalam contoh sederhaha yang sering saya lihat misalnya, Ada orang yang setiap weekend merasa punya kewajiban untuk update di instagram, padahal isi dompet sedang tidak bersahabat.

Sebetulnya tidak jadi masalah dengan prilaku mereka. Toh uang-uang mereka juga, bukan uang saya. Dan saya sendiri pernah merasakan dan melakukan hal yang sama. 

Tetapi saya belajar untuk menahan diri agar kenarsisan itu tidak sampai membuat saya konsumtif. Terlebih sampai melakukan segala cara seperti berhutang hanya demi kesenangan sesaat.

Kini kita sedang dihadapkan pada fenomena media sosial yang tidak sehat. Fungsi media sosial yang awalnya sebatas untuk berbagi kehidupan akhirnya tereskploitasi menjadi tempat eksistensi yang berlebihan.

Sejak awal saya tahu instagram adalah media sosial yang paling tidak sehat. Banyak orang mencari pengakuan bahwa mereka mampu dan merasa derajatnya tinggi dibandingkan orang lain dengan cara panjat sosial.

Semua kehidupan yang menyenangkan wajib di bagikan sedangkan kita tidak pernah tahu sisi gelap dari kejadian yang tidak pernah diperlihatkan.

Dari cerita ini saya belajar untuk tidak melihat sebuah postingan instagram hanya dalam satu sisi. Ketika ada orang yang tampak bahagia lewat instastory, saya percaya bahwa yang terlihat tidak seluruhnya sama dengan yang ada pada kenyataannya.

Dalam bermedia sosial, saya percaya bahwa setiap orang pasti ingin mendapat pengakuan bahwa mereka sedang bahagia.  Sebab membagikan kebahagiaan kepada orang lain memang rasanya menyenangkan.

Tapi resikonya, selalu ada dua sisi berlawanan. Ada orang yang ikut senang dan ada pula yang tidak. Kita memang tidak perlu memikirkan respon orang lain.

Bagi saya yang perlu dipikirkan adalah kesadaran tentang bermedia sosial bahwa tidak perlu menanggapi secara berlebihan atas apa yang terjadi di instagram atau media sosial lainnya. Sebab apa yang terjadi disana hanya merupakan potongan cerita yang kadang tidak sama dengan yang terjadi sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun