Bagi kalangan oposisi, Jokowi adalah seburuk-buruknya pemimpin. Bagi mereka yang kontra dengan beberapa kebijakannya, Jokowi adalah sosok pen-dzolim umat, penyengsara rakyat. Dan bagi 212, Jokowi adalah tukang kriminalisasi ulama. Mereka semua bersatu dalam sebuah tagar bernama #2019gantiPresiden.
Sangat disayangkan jika tagar ini tidak menjurus pada satu kesatuan yang utuh. Dalam arti, mereka yang selama ini ingin Jokowi segera lengser tidak pernah mengimplementasikan hasrat kebersamaan dalam menantang Jokowi secara konstitusional.
Bolehlah dalam tagar terlihat kompak, tapi dalam mewujudkan pergantian rezim, mereka sangat tidak kompak. Ketidakkompakan ini justru menjadi rasional jika dikatakan bahwa hasrat bersama itu tidak lebih dari sekedar hasrat pribadi dan golongan tertentu saja.
Gerindra konsisten dengan pencalonkan ketua umumnya, Om Prab sebagai capres. Di lain tempat, PKS sempat ngotot ingin mengajukan capres juga bahkan sampai ada 9 nama capres. Keinginan itu mulai agak goyah yang akhirnya dari capres menjadi cawapres.
Demokrat memperlihatkan keinginan AHY sebagai cawapres juga, kalau perlu capres. Dari kubu lainnya, Sam Aliano dan mantan ketua KPK, Abraham Samad ikut mengadu nasib untuk menantang incumbent. Bahkan 212 yang bukan partai politikpun ikut mengajukan beberapa rekomendasi capres macam Egi Sudjana dan Rizieq Shihab yang jangankan didelakrasikan sebagai capres, pulang ke Indonesia saja masih mikir-mikir.Â
Dari sini kita melihat bahwa sebenarnya yang pantas jadi capres pengganti Jokowi itu siapa? Kok tiap partai bahkan kelompok wiro sableng pun sama-sama punya capres dan cawapresnya sendiri? Bukankah untuk melawan Jokowi itu mudah? Cukup tawarkan satu pasangan penantang, jika mayoritas rakyat indonesia menyetujui, maka lengserkan Jokowi di 2019. Pertanyaannya kenapa banyak pihak yang mengajukan capres-cawapres untuk melawan Jokowi. Apa ini sebuah tanda ketidakpercayaan diri?
Untuk melawan Jokowi kuncinya adalah hasrat bersama. Keinginan yang satu untuk melawannya. Jika tiap pihak punya capres dan cawapresnya sendiri bukankah hasrat mengalahkan Jokowi justru menjadi terpecah belah? Bagaimana ingin mengalahkan petahana kalau baru tahap awal saja sudah tidak kompak? Sebenarnya merekaingin menjatuhkan jokowi yang dzolim pada umat dan ulama atau sekedar punya agenda pribadi saja?
Lagipula hal utama yang harus disodorkan ketika ingin menantang incumbent adalah rancangan konsep, visi-misi dan program yang nyata. Buktikan bahwa mereka pantas untuk kalahkan Jokowi. Kita ini cari pemimpin yang bisa membangun indonesia jauh lebih baik, bukan cari pacar yang bosan dikit langsung ganti.
Berebut siapa yang pantas menggantikan Jokowi selanjutnya seharusnya diawali oleh rencana apa yang bisa mereka beri untuk indonesia. Bukan malah bongkar pasang capres-cawapres, tapi pas ditanya program apa yang  akan di buat jawabannya hanya ABJ, Asal Bukan Jokowi. Lah, sampeyan iki piye to.
ketika kita mati-matian bela mereka, siapa tahu hidup kita masih sama seperti yang kemarin. Pilpres hanya jadi perang urat saraf di sosmed, kita hanya jadi kaum pengembira saja. Setelah itu kita kembali lagi tidur di kasur yang sama, dengan pekerjaan yang sama dan nasib  yang sama sambil meratapi masa depan yang suram bukan kepalang.