Mohon tunggu...
Daffa Ardhan
Daffa Ardhan Mohon Tunggu... Freelancer - Cerita, ide dan referensi

Menulis dalam berbagai medium, bercerita dalam setiap kata-kata. Blog: http://daffaardhan.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Didikan Kebohongan

21 Oktober 2015   14:26 Diperbarui: 21 Oktober 2015   14:39 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="berani jujur"][/caption]Melihat tradisi UN yang dari dulu masih menjadi ketakutan tersendiri bagi anak SMA yg akan lulus. Saya jadi teringat pada masa-masa SD pada saat saya akan menghadapi UAS. Kala itu UAS menjadi sesuatu yg menakutkan bagi pelajar kelas 6 SD yang akan naik ke jenjang yang lebih tinggi: SMP.

Mula mulanya, beberapa minggu sebelum UAS, dua guru tetap (bisa disebut wali kelas) memberikan arahan bagaimana UAS tidak boleh ditanggapi dengan berleha-leha. Salah satu guru, pak Atang yang saya kagumi sebagai guru yang religius, memberikan motivasi pada setiap pelajaran yg ia berikan kepada saya dan teman-teman.

Bu Teti dan pak Atang juga memberikan kami soal soal latihan sebagai penunjang latihan untuk menghadapi UAS. Singkat cerita, beberapa hari menjelang UAS. Bu Teti mengatakan kalau pengawas UAS nanti berasal dari sekolah lain. Karena itu kami tidak diperbolehkan melakukan hal yg 'macam macam'. Katanya kalau kami melakukan hal buruk dan memalukan ketika UAS, nama baik sekolah kami akan tercoreng. Kami percaya saja dengan semua perkataannya.

Lalu bu Teti menyarankan kami agar berbaik hati kepada pengawas dengan cara mempersiapkan makanan kecil  untuk menyuguhi mereka. Entahlah saya lupa detail kejadiannya, yg pasti ada beberapa teman yg berinisiatif menyuguhkan nya dengan sebuah permen kalengan, snack, dan sebuah minuman teh. Kami pun setuju.

Kami segera mengumpulkan uang dengan masing masing murid menyumbang lima ratus rupiah untuk membelikan suguhan tersebut.

Tibalah ketika hari UAS itu. lonceng berbunyi, kami masuk ke kelas. kemudian kami duduk dibangku masing masing dan bersiap siap mengerjakan soal ujian di hari pertama. saya masih ingat, saya duduk di baris keempat paling kanan. 

di depan meja pengawas, sudah ada makanan-makanan yang sudah wali kelas kami sediakan dari hasil patungan tersebut. kemudian pengawas  datang dan saya pribadi merasa sangat tegang dan gugup. pengawas itu segera membagikan kertas LJK dan ujiannya kepada kami semua.

beberapa saat kemudian, guru itu berdiri. tampak mendekati saya perlahan. saya menjadi super deg-degan. kenapa dia mendekati saya?

Kemudian pengawas itu duduk disamping saya, menyodorkan sebuah kertas kecil berisi huruf huruf alfabet berurutan dari 1-40. ternyata itu adalah kunci jawaban. dengan suara berbisik, pengawas itu menyuruh saya untuk mengisi kertas LJK saya dengan kertas kunci jawaban tersebut. 

sayapun mengikutinya. setelah mengisinya, dia menyuruh saya memberikan contekannya ke teman saya yang duduknya berdekatan. guru itu berdiri dan mendekati siswa lain dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan kepada saya.

setelah itu, pengawas tersebut kembali ke bangku guru. sebelum dia duduk, dia berkata dengan pelan, "jangan berisik ya.. cepat isi saja jawabannya. kalau sudah selesai, diam saja jangan berisik.." kira-kira sepertimu itulah perkakataannya yang masih saya ingat.

Singkat cerita, kami pun selesai mengerjakan UN yang berlangsung beberapa hari. Nah, di hari terakhir setelah kami selesai menyelesaikan UN, 2 wali kelas kami itu menyuruh kami kumpul di satu ruangan. Ruangan itu adalah ruangan kelas yang letaknya paling berdekatan dengan ruang kepala sekolah.

Kemudian 2 wali kelas kami beserta beberapa guru dan kepala sekolah ikut masuk, mereka hanya diam. ada juga satu guru yang hanya berdiam di tengah pintu seakan mengawasi. Lalu pak Atang bak seorang kapten berdiri sendiri di depan kami semua. Beliau berbicara sebagian rencana 'jahat' ini kepada kami. Lalu disusul bu Teti yang ikut menambahi pembicaraan pak Atang kepada kami.

Saya dan teman teman lainnya hanya mengangguk dan 'terpaksa' menerima mentah mentah semua skenario dan permainan mereka.

***

Ini adalah suatu pengalaman kecil saya yang paling diingat oleh saya, Sampai saat ini. Setelah 5 tahun lebih berlalu saya merasa kalau didikan kebongongan itu amat terasa. Bagaimana sekelompok guru membodohi saya dengan persengkongkolan itu.

Saya menyadari kalau hal-hal seperti yang pernah saya alami tersebut adalah tru story banyak pelajar, dari dulu, sekarang atau mungkin sampai tahun tahun berikutnya?

Ah, betapa mirisnya para oknum pendidikan ini. Demi mengejar predikat dan akreditasi yang baik, mereka menjadikan para siswanya seakan sebagai "tumbal" sekolah.

Bahkan tahun lalu saja, adik saya yang sedang melaksanakan UN berkata pada saya kalau kelasnya mendapat "serangan fajar" alias bocoran jawaban dari orang dalam (guru -red).

Sampai saya ingat pernah ada kakak kelas saya yang secara frontal mengatakan, 'UN mah jangan belajar! Nanti juga ada yang ngasih tau!'. Entah benar atau tidak perkataannya itu, saya tidak tahu.

Yang pasti tahun depan pun saya akan mengikuti UN juga. UN SMA yang siap tidak siap saya harus menghadapinya.

 sumber foto: chorysefrika149.blogspot.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun