Mohon tunggu...
Daffa Amru Rahmanta
Daffa Amru Rahmanta Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UAD

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UAD

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Generasi yang Tumbuh Bersama Media Konvensional dan Media Baru

31 Maret 2021   19:25 Diperbarui: 31 Maret 2021   20:30 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Sebagai generasi yang lahir pada tahun 2000an atau tepatnya pada tahun 2001, tentu saja saya mengalami bagaimana experience bersinggungan langsung dengan media konvensional (conventional media) ataupun media baru (new media). Saat ini saya berusia 20 tahun dan sedang menempuh pendidikan Strata-1 Program Studi Ilmu Komunikasi di Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Jika usia saya dibagi menjadi timeline, maka akan terdapat 2 timeline besar, yakni timeline saat usia saya 0-10 tahun dan timeline saat saya berusia 11-20 tahun. Pada timeline yang pertama saya lebih sering bersinggungan dengan media konvensional, sedangkan pada timeline yang kedua saya lebih kerap berinteraksi dengan media baru.

Jika ingatan saya tidak berkhianat, saya dikenalkan dengan media konvensional oleh orangtua saya pada saat saya sekolah di Taman Kanak-Kanak (TK). Tentu saja media konvensional yang pertama saya kenal adalah media konvensional yang dimiliki oleh setiap keluarga pada saat itu, yakni televisi. Pada saat itu saya melihat televisi untuk melihat kartun kesayangan saya yakni Naruto yang tayang ba'da maghrib di salah satu stasiun televisi swasta. Saya masih ingat betul bagaimana epicnya scene Naruto melawan Garra pada saat ujian chunin. Selain Naruto, saya pun melihat kartun-kartun yang lain seperti Spongebob Squarepants, Dora the Explorer dan masih banyak lagi. Beranjak pada usia saat saya SD, saya mulai menggemari olahraga khususnya sepakbola. Saya kerap menyaksikan tayangan pertandingan sepakbola lokal, sedangkan untuk sepakbola luar negeri saya jarang menyaksikannya karena rata-rata pertandingan main di jam dini hari waktu Indonesia. Jika saya terlewat suatu pertandingan biasanya saya langsung melihat tayangan ulangnya di acara berita olahraga yang kerap menampilkan highlight pertandingan.

Kemudian untuk mendukung minat saya akan hausnya informasi mengenai sepakbola, orangtua saya pun berlangganan salah satu koran harian yang terbit di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Ketika koran harian itu datang pada pagi hari, saya pun bergegas mengambilnya lalu langsung mencari rubrik mengenai berita sepakbola. Membacanya sebelum berangkat sekolah, sehingga nanti di sekolah bisa bercerita mengenai kabar sepakbola terbaru kepada teman-teman kelas. Selain koran, saya juga membaca majalah anak-anak "Bobo" yang terkenal itu. Perasaan paling gembira saat majalah "Bobo" memberikan bonus hadiah seperti sticker, gantungan kunci dan lainnya. Pada saat itu, saya juga kerap membeli majalah sepakbola yang harganya lumayan mahal untuk uang saku saya. Sekitar 7.000 rupiah, saya pun harus mengumpulkan uang dulu dan tidak jajan agar dapat membeli majalah sepakbola tersebut. Namun, memang kualitas majalah sepakbola tersebut tidak perlu diragukan lagi. Kalimat berita yang runtut beserta foto dan ilustrasi yang memukau membuat saya membelinya lagi dan lagi. Sayangnya, majalah itu sudah tidak terbit lagi sekarang.

Menginjak usia 11 tahun, saya mulai mengenal media baru dan hal tersebut dikenalkan oleh teman-teman kelas. Banyak teman-teman kelas saya yang pergi ke warung internet (warnet) dan mereka pun bercerita betapa serunya mengakses internet. Pada awalnya yang saya tau, mereka hanya bermain game online ringan di browser komputer. Namun, entah memang sudah saatnya atau bagaimana, teman saya mulai membuat akun media sosial facebook. Hal tersebut tentu diikuti oleh teman-teman yang lain. Yang saya ingat mereka membuat facebook untuk mengakses game facebook, yaa namanya anak-anak tetap ujung-ujungnya game sih...

Pada saat itu saya dilarang oleh orangtua untuk bermain ke warnet pun akhirnya kepo bagaimana experience menggunakan internet. Untungnya saat itu ibu saya sedang menempuh pendidikan diploma sehingga beliau mempunyai laptop dan akses internet. Saya pun dapat mengakses internet walau ditemani oleh orangtua, yang dimana hal tersebut sekarang saya syukuri karena dengan pengawasan orangtua saya bisa terhindar dari pengaruh buruk penggunaan internet. Akses internet pun makin meluas dan perkembang pesat, diikuti dengan berkembangnya media-media baru seperti situs web, streaming audio ataupun video, aplikasi chat, surat elektronik (email), berbagai media sosial dan masih banyak lagi. 

Sewaktu saya masuk SMP, smartphone dengan sistem operasi android mulai banyak digunakan banyak orang, menggantikan kepopuleran HP Blackberry. Kepopuleran smartpohone android pun mulai meluas, saya pun termasuk orang yang mencicipinya. Android pada masa itu terbilang cukup superior karena mampu menggeser kepopuleran Nokia ataupun Blackberry. Dapat digunakan untuk banyak hal termasuk salah satu faktor yang mendukung kesuksesan Android. Smartphone dengan OS android pun bersaing secara global dengan iphone milik perusahaan apple. 

Setelah itu, saya tumbuh dengan mengenal desain grafis, sehingga hampir tiap hari saya bersinggungan dengan media-media baru seperti situs streaming video youtube untuk melihat tutorial dan inspirasi desain, media sosial instagram untuk mengupload karya, situs web desain grafis seperti behance, dribbble dan masih banyak lagi. Setelah itu saya melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) jurusan Multimedia, disitu saya semakin akrab dengan media-media baru. Dan pada saat ini penggunaan media baru hampir digunakan oleh semua orang (dari anak kecil hingga orang tua, laki-laki atau perempuan). Banyak orang menggunakan media baru untuk mendapatkan sarana informasi, hiburan, pendidikan dan lainnya. Di lain sisi, media konvensional pun masih digunakan oleh sebagian orang. Namun menurut saya, media konvensional perlu beradaptasi dengan situasi yang baru, karena suka atau tidak suka, mau atau tidak mau perkembangan media baru sangat pesat dan sangat digandrungi oleh masyarakat luas.

Menurut saya media konvensional dan media baru memiliki banyak perbedaan. Perbedaan yang paling mencolok adalah berkurangnya peran manusia di media baru, berbeda dengan media konvensional yang melibatkan banyak orang dibelakangnya, contohnya seperti pada produksi di televisi ataupun di surat kabar. Pada media baru, satu orang pun cukup untuk membuat pesan yang kemudian dapat disebarkan secara luas menggunakan media baru. Perbedaan lain adalah dalam akses informasi, media baru membutuhkan waktu yang singkat dalam penyampaian serta penerimaan informasi, berbeda dengan media konvensional yang membutuhkan waktu yang lebih lama. Namun di media konvensional informasi yang diterima dan disampaikan lebih bisa dipertanggungjawabkan daripada informasi yang diterima dan disampaikan melalui media baru. Kemudian perbedaan selanjutnya adalah pada feedback atau umpan balik, media konvensional bersifat tidak langsung sedangkan media baru bersifat langsung.

Dengan seiringnya perkembangan zaman, potensi media baru sangat besar sekali. Apalagi akses internet mulai tersebar luas dan masif. Media baru memungkingkan adanya konvergensi sehingga pengguna tidak memerlukan banyak alat untuk mengakses banyak hal. Media baru juga dapat menawarkan solusi serta fungsi baru di berbagai bidang, seperti di bidang pendidikan, perdagangan, hiburan dan lainnya. Kita dapat mengambil contoh di bidang pendidikan, media baru sangat membantu terjadinya proses pendidikan dimanapun dan kapanpun. Hal tersebut sudah terbukti pada saat masa pandemi COVID-19 ini, media baru digunakan sebagai tumpuan dalam kegiatan belajar mengajar. Sangat tidak terbayangkan bagaimana jika saat ini tidak terdapat media baru di tengah-tengah kita. Walau masih memiliki banyak kekurangan, namun kedepannya hal tersebut bisa diperbaiki sehingga dampak positif yang dihasilkan dari media baru ini semakin bertambah dan meluas. Untuk saya pribadi, media baru ini memudahkan saya dalam belajar dan berkarya, saya dapat belajar hal baru serta berkarya menggunakan media baru. Selain itu dengan adanya platform portofolio di media baru seperti behance, dribbble, instagram, saya dapat mengunggah hasil karya desain grafis dan ilustrasi yang saya buat, sehingga memungkinkan adanya tawaran kerjasama dari berbagai pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun