Mohon tunggu...
M Daffa Rafiecena
M Daffa Rafiecena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Memberi inspirasi bukan sensasi

Lahir di Jakarta, traveler, culinary and movies lover, Mahasiswa Hukum, Sedang menata masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Negara (Jangan) Ikut Campur Urusan Keluarga!

28 Februari 2020   21:23 Diperbarui: 29 Februari 2020   08:39 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diskriminasi terhadap LGBT di Indonesia sudah menjadi resiko karena kita merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di Indonesia, karena islam merupakan agama yang paling keras menolak penyimpangan seksual tersebut, dan tak jarang pula banyak juga tuntutan pada pemerintah agar menetapkan hukuman berat terhadap LGBT seperti dilakukan pada negara penganut syariah islam seperti Brunei dan Arab Saudi.

Pada pasal 86-87 Ruu Ketahanan Keluarga, LGBT termasuk penyimpangan seksual yang wajib dilaporkan anggota keluarga atau melaporkan diri sendiri pada lembaga rehabilitasi.

Untuk satu ini, saya tidak mempermaslahkan tapi bagaimana seandainya diterapkan dan dunia memandang bahwa Indonesia adalah negara paling homophobic saat negara lain memeneri kebebasan tersebut?

Untuk rasa peduli jika saya berbicara tentang masalah feminisme, jangan anggap bahkan ngeles kalau saya sedang mendukung liberalisme dan menolak ajaran agama yang ada.

Diskriminasi Gender dan Kelompok Sosial

Selanjutnya terdapat poin ruu ketahanan keluarga yang membuat kita geleng-geleng kepala antara lain pasal 25 mengenai kewajiban suami dan istri, dan pasal 33 mengenai kebutuhan keluarga.

Indonesia pasti akan dipandang membatasi hak wanita apabila kewajiban suami dan istri, terlihat pada pasal 25 ayat 2 mengenai istri hanya diperbolehkan mengurusi keluarga dan menjaga keutuhan rumah tangga, menurut kita semua pasal mengurangi ruang gerak wanita dan tak sesuai semangat tujuan ibu Kartini, secara jujur bahwa pasal tersebut terlalu patriaki.

Bayangkan jika kita nonton film atau sinetron dan pemainnya cowok semua pasti merasa aneh, kalau ingin berumah tangga harus mengajukan pengunduran diri terlebih dahulu terhadap pekerjaannya, dan bagaimana kalau suami pura-pura menafkahi sehingga istri dan anak sengsara karena tak mampu mendapatkan nafkah yang layak, namun justru pada jaman disruption peran suami istri lebih fleksibel dalam mengurus nafkah dan menjaga keluarga bahkan pada single parent pun harus dituntut menanggaung hak anaknya.

Pasal 33 tak kalah sadis, karena pasal tersebut memojokan masyarakat miskin akibat diharuskan memenuhi kebutuhan yang layak terutama hunian apalagi kamar saudara laki-laki dan perempuan harus terpisah agar tak tejadi incest.

Paling sadisnya lagi jika orang tua gagal memenuhi hal tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran pidana, setelah itu bagaiman arah masa depan anak mereka nanti?

Potensi Pasal Karet

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun