Penolakan Omnibus Law
Sebelumnya saya sudah membuat artikel mengenai omnibus law beserta keimpulannya rencana perampingan ketentuan hukum bisa menjadi bencana bila hanya berdasarkan kepentingan kalangan tertentu, kurangnya sosialisasi yang baik, serta terdapat beberapa poin yang tidak sesuai kepentingan bersama apabila belum (benar-benar) dilaksanakan revisi.
Setelah saya amati beberapa poin dalam omnibus law terutama Ruu Cipta Kerja, kita bisa mengetahui ternyata rencana meramping beberapa ketentuan hanya mementingkan dari sisi investasi yang dibutuhkan dan memberi keuntungan terhadap pengelola perusahaan saja.
Wajar saja kita sangat membutuhkan investasi terlihat dari sisi infrastruktur dan industri kita masih jauh dari negeri jiran, tetapi bukan berarti kita tidak perlu mempertimbangkan kembali, dari sisi manakah yang dirugikan.
Bukan saya ingin menuduh birokrasi kita sekarang menjalankan paham kapitalisme, namun setelah saya amati, pemerintah kita dinilai nekat dalam menyampaikan beberapa poin untuk lima tahun kedepan.
Secara diakui bahwa negeri industri tak bisa terlepas dari kapitalisme dalam upaya memberi keuntungan negara, dan tak perduli lingkungan sekitar dan kerugian yang dialami.
Terasa percuma bila saya menulis artikel ini demi politik Indonesia yang dewasa, apalagi belum tentu pihak yang terlibat membaca artikel ini secara literalis tanpa adanya rasa tersinggung.
Meski begitu artikel yang saya ajukan diharapkan sebagai aspirasi kita sebagai rakyat suatu bangsa dalam berperan menyampaikan aspirasi, walau hampir tak terdengar dan terlihat sekalipun.
Disini beberapa poin yang membuat Ruu Cipta Kerja yang dirasa berorientasi pada upaya mendapatkan investasi.
Hak Buruh Dikurangi
Sekilas dari rancangan mengenai cipta kerja yang ada, terdapat beberapa ketentuan dirasakan lebih banyak mudaratnya yang alih-alih rancangan tersebut dibilang mengurangi beban kerja sekaligus meningkatkan kesejahteraan.