Mohon tunggu...
Ramadhan Daffa Satria
Ramadhan Daffa Satria Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

berfikir kreatif dan terus dinamis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia sebagai Rumah Moderasi Beragama

9 April 2023   01:05 Diperbarui: 9 April 2023   01:16 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tantangan moderasi beragama yang dialami pada masa yang lalu masih terjadi pada masa sekarang dan akan datang yaitu keragaman paham keagamaan masyarakat. Dalam kaitan ini, klaim kebenaran atas tafsir agama bila tidak dikelola dengan baik bisa memunculkan gesekan dan konflik dan dapat membahayakan persatuan dan kesatuan. Beberapa daerah di KTI pernah dilanda kekacauan dan konflik sosial. Di antaranya, kekacauan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Sulawesi Selatan yang terjadi tahun 1950--1965 terkait dengan pemaksaan kehendak atas pemaham-an keagamaan yang dimiliki. Pada tahun 1998 konflik sosial terjadi di Kabupaten Poso menyusul tahun 1999 terjadi di Kota Ambon Provinsi Maluku, dan tahun 2003 terjadi Kabupaten Mamasa. Konflik-konflik tersebut terkait dengan persoalan politik dan ekonomi yang dibalut dengan isu-isu keagamaan.

Moderasi beragama adalah cara pandang dalam beragama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (pemahaman agama yang sangat kaku) maupun ekstrem kiri (pemahaman agama yang sangat liberal). Secara kultural, prinsip-prinsip moderasi beragama telah mengakar pada masyarakat di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal tersebut terlihat antara lain pada kearifan lokal yang diwarisi dari para leluhur. Berbicara mengenai moderasi beragama, Para ualam dan cendikiawan muslim umumnya mengacu pada (QS. Al-Baqaroh 2:143):

"Dan demikian kami telah mejadikan kamu (umat Islam) "Umat Pertengahan" agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar rosul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu......."

Ayat diatas paling tidak menitikberatkan tiga hal yang perlu kita pahami. Yakni :

Pertama, "umat" yang menjadi objek pada pembahasan ini. Islam sudah pasti benar dan moderat namun yang menjadi masalah adalah umatnya yang belum tentu moderat. Karena banyak muslim yang belum menjalankan nilai-nilai Islamnya dengan baik. Maka dari itu umat Islam dianjurkan untuk moderat dalam hal agama, beribadah dan jangan berlebihan.

Kedua, Allah memakai kata "Menjadikan" berbeda dengan menciptakan, menjadikan membutuhkan proses dan upaya dari manusia untuk menjadikan sesuatu dari Allah yang menjadi sebuah potensi kemudian bisa teraktualisasikan. Karena itu moderasi merupakan sebuah potensi yang diberi oleh Allah melalui agama Islam dan wajib mengupayakannya agar terwujud.

Ketiga, terdapat kata "Umat pertengahan (moderat)" dalam bahasa Indonesianya kata "wasathan" juga berarti wasit, karena seorang wasit perlu moderat dalam memimpin. Wasit pasti berada di tengah, tidak condong ke kanan maupun ke kiri. Orang yang menilai gajah dari depa akan menilai hewan dengan belalainya panjang dan orang yang melihat gajah dari belakanga akan menilai bahwa hewan berekor panjang. Maka orang moderat akan senantiasa melihat dari segala aspek untuk membuktikan kebenaran.  

Orang Indonesia perlu moderat, bukan hanya sekedar menjadi penengah namun perlu memiliki sikap. Orang moderat akan selalu bersikap pada yang benar, karena itu orang moderat akan bersikap adil. Adil bukan berarti sama dalam bersikap namun proporsional dalam bersikap. Sama seperti ketika ingin membelikan baju kepada dua saudara yang memiliki ukuran badan yang berbeda, bersikap adil bukan membelikan ukuran sama, namun membelikan sesuai dengan proporsinya. Moderat memiliki banyak arti dan salah satunya adalah "tidak berlebihan". Karena Allah tidak suka segala sesuatu yang berlebihan. Ketika makan kita dianjurkan berhenti sebelum kenyang, maksudnya jangan berlebihan. Allah tidak suka dengan orang yang berlebihan, mengapa? Nabi meminta kepada umatnya agr tidak berlebihan. Seperti yang Nabi lalukan ketika menegur salah seorang sahabatnya bernama Abdullah bin Amr salah seorang sahabat yang beribadah secara berlebihan, berpuasa tanpa berbuka di malah hari dan solat malam tanpa tidur.

Dalam (QS. Al-Baqoroh 2:143) Allah menyebutkan "kamu harus berdiri diatas manusia". Orang ynag moderat itu harus memiliki ketinggian moral dan kebesaran hati. Karena dengan ketinggian moral yang dimilikinya tidak mudah untuk tergoyahkan oleh kepentingan apapun serta memiliki kebesaran hati yang tinggi sehingga ia mampu menegur ketika salah walau sahabatnya sendiri. Itulah moderat seperti seorang wasit yang berdiri di tengah, sehingga orang yang moderat akan menjadikan seseorang lebih bijaksana. 

, Allah memakai kata "Menjadikan" berbeda dengan menciptakan, menjadikan membutuhkan proses dan upaya dari manusia untuk menjadikan sesuatu dari Allah yang menjadi sebuah potensi kemudian bisa teraktualisasikan. Karena itu moderasi merupakan sebuah potensi yang diberi oleh Allah melalui agama Islam dan wajib mengupayakannya agar terwujud.

Ketiga, terdapat kata "Umat pertengahan (moderat)" dalam bahasa Indonesianya kata "wasathan" juga berarti wasit, karena seorang wasit perlu moderat dalam memimpin. Wasit pasti berada di tengah, tidak condong ke kanan maupun ke kiri. Orang yang menilai gajah dari depa akan menilai hewan dengan belalainya panjang dan orang yang melihat gajah dari belakanga akan menilai bahwa hewan berekor panjang. Maka orang moderat akan senantiasa melihat dari segala aspek untuk membuktikan kebenaran.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun