Mari kita awali dialek ini dengan sudut pandang monolog (Perempuan).Â
Ada dua relasi besar dalam diri seorang perempuan, yaitu relasi terhadap keperempuanan dan relasi terhadap lingkungannya. Memang pada realitanya pembahasan wanita banyak meninjau dari aspek luarnya, terkhusus dengan lingkungan dimana ia hadir. Belum lagi pemahaman kita yang dominan dibentuk oleh lingkungan.Â
Sebenarnya tidak ada yang berbeda ketika Islam memandang antara laki-laki dan perempuan dari aspek keperempuanan. Maksudnya, jika ditinjau dari aspek penciptaannya, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Hakikat laki laki dan perempuan dalam Islam itu kembali pada dimensi ruh, buka raga. Adapun perbedaan yang terlihat itu terletak pada tubuh bukan roh.Â
Begitu pula ketika ditinjau dari aspek hukum syariat, ada syariat yang mengatur dimensi ruh, ada pula yang mengatur dimensi tubuh. Pembahasan mengenai fiqih laki-laki dan fiqih perempuan pun sebenarnya tidak terkait dengan hakikat ruh, tetapi terkait dengan dimensi tubuh. Jadi, pada intinya istilah laki laki dan perempuan itu hanya berkaitan dengan dimensi tubuh, bukan ruh.Â
Islam tidak memandang gender, bagaimana bisa?Â
Hakikat manusia bukan terletak pada dimensi tubuhnya, namun berkaitan dengan dimensi ruh. Ruh sebagaimana yang Allah ciptakan sejak zaman Azali, tidak ada ruh berjenis kelamin laki laki atau perempuan. Sebagaimana makhluk ciptaan lainnya yakni malaikat, tidak ada malaikat laki-laki ataupun malaikat perempuan, karena hakikat malaikat adalah ruh. Oleh karena itu, antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan, jika ada perbedaan itu terdapat pada dimensi tubuh.Â
Perbedaan fikih antara laki-laki dan perempuan itu sebenarnya terletak pada tubuh dan persamaan antara kedua disatukan dalam dimensi ruh. Inilah yang membedakan antara pandangan islam dengan pandangan dan paham lainnya. Banyak gerakan yang mengilhami kesetaraan dan keluar dari koridor Sebenarnya, berlebihan dan mengkaburkan. Maka jauh dari itu Islam sudah menjelaskan secara detail hal tentang kesetaraan.Â
Perjuangan feminisme sebagai gerakan sosial mempunyai tujuan kesetaraan gender. Gender menjadi alat analisis yang penting untuk melihat posisi dalam struktur sosial di masyarakat. Gender dalam hal ini mencakup ekspresi, identitas dan peran. Mengapa analisis gender dalam gerakan sosial feminis begitu penting? Karena identifikasi gender berguna untuk menentukan peran di masyarakat. Peran-peran ini ada membentuk struktur untuk melanggengkan kekuasaan.
Perlu dukungan maksimal dalam menggelorakan gerakan ini. Dimana egaliter adalah tujuan guna keseimbangan dan persamaan. Islam sama sekali tidak melarang jika perempuan berperan aktif menjadi pemimpin. Â Dalam Al-Qur'an Surah An-Naml ayat: 23 dijelaskan tentang kepemimpinan Ratu Balqis yang memimpin kerajaan Saba' (Yaman) pada masa Nabi Sulaiman AS yang merupakan salah satu contoh bahwa Islam tidak melarang perempuan untuk mengambil peran menjadi seorang pemimpin dalam sebuah komunitas publik.Â
Fakta lapangan berbicara, keseimbangan dan kesetaraan yang menjadi tujuan mereka melahirkan kebebasan, liberal tidak karuan dan hak harus diberikan sebagai prioritas di atas kebaikan. Dengan kata lain, setiap individu diberikan kebebasan untuk memilih yang terbaik bagi dirinya selama tidak merampas hak orang lain.
Berbahaya!!
Sangat berbahaya "jika" kebebasan menjadi prioritas, ketidak aturan akan menimbulkan kesewenang-wenangan atas dasar subjektif.Â