Berjatuhan korban demi ambisi kekuasaan
Pengesahan RKUHP sangat mengancam hak Demokrasi di negeri ini artinya kebebasan sipil saat ini terancam dikebiri. Mulai dari rencana pengesahan RKUHP di tahun 2019 berbagai penolakan sudah dilontarkan di berbagai daerah hingga memakan banyak korban. Demo yang digelar mahasiswa dari berbagai daerah pada 23 September 2019 tersebut membuat tagar #saatnyapeoplepower tersebut Menjadi tranding topic tinggal 47.000 twittwit hingga demi ribuan mahasiswa khususnya di banyak kota membuktikan bahwa RKUHP merupakan ambisi pemerintah yang gagal.Â
Pengendalian masa aksi sendiri mengalami represifitas dari pihak aparat. Pengendalian yang semena-menan menimbulkan banyak korban jiwa baik luka ringan, berat hingga meninggal dunia. Data mencatat selama aksi penolakan pengesahan RKUHP ini di Jakarta sebanyak 3 orang meninggal dunia dan 254 orang mengalami luka berat. Di Bandung tercatat 400 orang mengalami luka berat, kendari 2 orang meninggal dan 15 orang luka beratberat dan di makassar sebanyak 50 orang mengalami luka berat.Â
Ini merupakan tindak kekerasan yang sangat serius yang dilakukan oleh aparat negara. Seharusnya aparat yang menjadi pelindung, pelayan dan pengayom masyarakat sekarang dijadikan sebagai alat tempur untuk menumpas segala bentuk partisipatif masyarakat yang ingin membangun negeri. Nampak klise, namun sekali lagi ini adalah ambisi pemerintah.Â
Sumber permasalahan
Menjadi pokok permasalahan yang menimbulkan keresahan masyarakat Indonesia. Proses pembuatan pasal demi pasal dalam RKUHP ini minim transparansi dan tidak partisipatif. Proses ini merupakan wujud pembatasan publik dalam berpartisipasi merancang Undang-Undang.Â
Pasal-Pasal Kontroversial
Berikut pasal - pasal yang menjadi isi krusial diantaranya:
1. Living law (Pasal 2)Â
Berbahaya : Pasal ini berbahaya sebab tidak ada batasan yang jelas mengenai hukum yang hidup dalam masyarakat. Seseorang dapat dipidana bila ia melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh orang-orang yang tinggal di lingkungannya. Pasal ini membuka ruang persekusi dan main hakim sendiri terhadap siapapun yang dianggap tidak sesuai dengan kebiasaan yang berlaku di lingkungan, meskipun perbuatan tersebut bukan merupakan kejahatan. Selain itu keberadaan pasal ini bisa berubah potensi memunculkan diskriminasi diskriminasi baru. Dalam konteks diskriminasi terhadap perempuan, misalnya, Keberadaan peraturan-peraturan daerah yang selama ini diskriminatif terhadap perempuan bisa semakin kuat karena adanya dukungan dari pasal ini.
2. Hukuman mati (pasal 67,100,101)Â