Mohon tunggu...
Damanhury Jab
Damanhury Jab Mohon Tunggu... Jurnalis - To say Is Easy, To Do is Difficult, To Understand Is Modifical

Wakil Ketua Penggiat Peduli Demokrasi Nasional serta Penggiat Literasi di Pelosok Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Financial

Penolakan Susu Sapi Oleh Pabrik di Jatim, Pengusaha Susu Meradang

12 September 2024   07:46 Diperbarui: 12 September 2024   07:51 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Alvin Siregar/ Tempo

Dari sisi sosial, krisis ini berpotensi memicu gelombang protes dari para peternak dan pengusaha susu yang merasa dirugikan. Dalam jangka panjang, ketidakstabilan seperti ini bisa memicu keengganan generasi muda untuk terjun ke sektor peternakan sapi perah, mengingat risikonya yang tinggi dan jaminan pendapatan yang rendah.

Landasan Hukum dan Ekonomi Politik

Dalam konteks ekonomi politik, industri pengolahan susu di Indonesia masih didominasi oleh beberapa pabrik besar yang memegang kendali atas rantai pasokan. Ini menciptakan struktur pasar oligopoli yang kurang menguntungkan bagi para peternak.

Pabrik-pabrik pengolahan memiliki posisi tawar yang lebih kuat, sehingga mereka bisa menetapkan syarat dan kondisi yang sering kali merugikan pihak peternak. Para peternak, khususnya yang berada di tingkat lokal dan daerah, sering kali tidak memiliki pilihan selain menjual susu mereka dengan harga yang ditentukan oleh pabrik.

Secara hukum, masalah ini juga menyentuh Pasal 33 UUD 1945, di mana perekonomian Indonesia harus disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam konteks ini, seharusnya ada regulasi yang memastikan bahwa setiap gangguan pada rantai pasokan tidak berakibat langsung pada kerugian peternak. Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian dan lembaga terkait, memiliki kewajiban untuk memastikan adanya mekanisme penyerapan hasil produksi susu yang adil dan menguntungkan bagi semua pihak.

Selain itu, Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan juga mewajibkan negara untuk melindungi petani, peternak, dan nelayan dari potensi kerugian akibat ketidakmampuan pasar dalam menyerap hasil produksi mereka. Jika tidak ada langkah cepat dari pihak pemerintah atau pabrik, kerugian yang dialami peternak dapat menimbulkan potensi krisis pangan, karena susu adalah salah satu komponen penting dalam rantai gizi masyarakat.

Solusi: Kolaborasi dan Regulasi yang Lebih Ketat

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, pabrik pengolahan, dan peternak. Pemerintah dapat mengambil peran aktif dengan memberikan insentif bagi pabrik-pabrik yang mau memperbaiki infrastrukturnya serta memberikan kompensasi kepada peternak yang terdampak.

Selain itu, diperlukan regulasi yang lebih ketat terkait kapasitas pabrik dalam menyerap susu, termasuk kewajiban untuk memiliki sistem penyimpanan cadangan atau opsi alih pasok ke pabrik lain. Peternak juga perlu didorong untuk membentuk koperasi atau organisasi yang lebih kuat, sehingga memiliki posisi tawar yang lebih baik dalam menghadapi pabrik-pabrik pengolahan.

Dengan adanya intervensi yang tepat dan kolaborasi yang baik, krisis ini tidak hanya dapat diselesaikan, tetapi juga menjadi momentum untuk memperbaiki sistem rantai pasokan susu di Indonesia, terutama di Jawa Timur, demi kesejahteraan peternak dan stabilitas ekonomi sektor peternakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun