Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Bertumpah Darah yang Satu, Tanah Air Indonesia.
Kami Putra dan Putri Mengaku Mengaku Berbangsa yang Satu, Bangsa Indonesia.
Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.
Bergelegar teriakan Ikrar ini pada 28 Oktober 1928 oleh pemuda - pemudi Nusantara yang kemudian menyatukan segala pemikiran dan gagasan yang akhirnya dikenal sebagai Sumpah Pemuda. Gerakan konsolidasi maha akbar dalam menggalang kekuatan massa menuju kemerdekaan negara yang kini kita kenal dengan nama Indonesia.
Negara yang diperjuangkan oleh para pendahulu kita ini adalah negeri yang didalamnya terbentang pulau - pulau nan indah, negeri yang memiliki beraneka ragam Suku, Budaya dan Bahasa. Ada yang menyebutnya sebagai penggalan surga yang di turunkan tuhan ke bumi. Indonesia yang disatukan kala itu kini laksana miniatur dunia yang didalamnya terdapat berbagai macam ciri fisik manusia. Berkulit Putih Bersih dan Berambut Lurus, Berkulit Kuning Langsat, bermata minimalis dan berambut lurus, Berkulit Sawo Matang Berambut Keriting, Hingga Berkulit Cokelat Gelap dan Berambut Ikal.
Di atas adalah keanekaragaman Indonesia yang mungkin jika kita narasikan dengan satu persatu akan membuat iri negara - negara lain yang tak seistimewa kita. Dengan jutaan perbedaan ini, kita disatukan dalam satu semboyan yang dicengkram dengan erat oleh kedua Paruh Garuda (Simbol Negara Kita) itulah "Bhineka Tunggal Ika" agar tidak ada lagi rasisme, penghinaan fisik dan menjunjung norma - norma yang berlaku dalam kehidupan bernegara kita.
Namun, upaya penanaman nila - nilai pancasila ini tampak kian hari kian meluntur dari tubuh penghuni negara yang dengan bebas mengantongi kartu tanda penduduk sebagai WNI tanpa diuji kelayakannya sebagai warga negara.
Pada Babak Pengisian Turnamen Nasional Soeratin Cup U17 yang digelar oleh PSSI telah menyisakan duka mendalam bagi putra - putra Nusa Tenggara Timur yang diwakili Oleh Klub Persap Alor. Begitu jelas meninggalkan sebuah nestapa sebagai tamu yang berbeda secara fisik dari atas tribun penonton cacian dan penghinaan fisik (Hitam dan Kriting) mengalir laksana hujan panah api yang menikam hati putra putri tanah air yang datang untuk mengikuti hajatan.
"Raimu Cok, Jancok, Raimu Ireng". Demikian hujatan itu kembali terlontar melalui tribun barat Stadion Brantas Kota Batu. Pertandingan tim NTT yang diwakili oleh Persap Alor dan Jawa Timur yang diwakili oleh Blitar. Mungkin secara objektif teriakan itu bukanlah suatu permasalahan serius hingga aparat keamanan yang turun melakukan pengamanan tidak terlalu merespon. Namun sebagai anak bangsa yang diajarkan dengan bekal ilmu bernegara, tentu ini adalah fenomena yang sangat disayangkan.
Perlu diketahui dan perlu diingat bahwa gemuruh konflik yang terjadi di Papua berawal dari sifat dan ujaran rasisme yang terjadi di Surabaya Jawa Timur hingga menjadi polemik berkepanjangan dan membut berbagai program pembangunan di negara ini sempat mandek. Apakah KONI, PSSI dan Pemprov Jatim sudah lupa akan hal ini?
Jika sudah lupa mari kita ingat bersama. Teruntuk PSSI dan KONI, mereka yang beberapa waktu lalu hadir dan diperlakukan layaknya orang - orang tak bernegara dan bukan saudara sebangsa itu adalah orang - orang yang pembangunan dan pengembangan SDM serta Infrastrukturnya tidak terlalu diperhatikan seperti masyarakat Papua.
Mereka yang hadir memenuhi undangan anda adalah mereka yang harus berjuang seirit mungkin dengan Dana KONI Kabupaten sejumlah 1M per-tahun untuk 17 Cabang Olahraga di Kabupatennya hingga harus mengabaikan kebutuhan atlit di cabang olahraga lain (Itu Demi menghormati Undanganmu).