Terkait gagasan BRPBAP3 Maros dan YKAN untuk mendorong Silvofishery Plus disambut baik oleh Kisman.
"Kami ada 10 orang warga Pegat Betumbuk siap bekerjasama," sambutnya.
Basir dari YKAN optimis apa yang dinisiasi ini dapat menjadi inspirasi untuk mengkombinasikan pendekatan pelestarian mangrove dan di sisi lain mengelola tambak dengan baik.
"Kami tidak merekomendasikan untuk membuka areal tambak apalagi menebang mangrove. Kami akan membantu warga untuk mengefektifkan yang terbengkalai sejauh ini. Harapannya, jika mengadopsi pendekatan cara berbudidaya yang baik akan meningkatkan produksi mereka," tambah pria yang akrab disapa Opet ini.
"Kita bisa mendorong model seperti Sekolah Lapang untuk semua bisa berbagi, merefleksi kisah lapangan dan menyerap pembelajaran termasuk mencari alternatif untuk pakan buatan sendiri," imbuhnya.
"Kayak sekolah lapangan, satu tahun kita coba ramai-ramai. Ini transformasi antara masyatakat lokal, local wisdom, sains. Kelompok ikut, pemiliknya, petambak. Kita ada asumsi produksi bukan hanya tergantung pada mereka, tetapi ada tahapan yang perlu diperbaiki, perolehan benur, pemilihan bibit, sekolah lapangan. Perlu dipadukan dengan pengalaman petambak," papar Basir.
"Lalu mengapa BRPBAP3 Maros karena mereka Balai riset budidaya air payau. Salah satunya di Indonesia yang pas untuk kegiatan seperti ini," tutupnya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H