Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Upaya SMI, Susinisasi dan Hitung Ecek dari Taka Bonerate

24 Juli 2017   11:56 Diperbarui: 25 Juli 2017   08:32 985
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Usaha tuna loin skala kecil di Biak, Papua (foto: Kamaruddin Azis)

"Sebab kita harus efisien sejak dalam pikiran," katanya.

Dia lalu bercerita tentang upayanya menyisir program-program di Kementeriannya yang dianggap tidak jelas seperti pengembangan, pemberdayaan, peningkatan.

"Dengan Susinisasi itu, kita bisa memotong anggaran KKP pada 2016 sebesar 42 persen dari anggaran awal Rp 13,9 triliun," katanya. Sampai di sini saya membayangkan Pemerintah Daerah yang dapat transfer triliunan itu juga berbenah--membayangkan bagaimana SMI mengkomunikasikan ini Kementerian dan Kelembagaan terkait termasuk para Gubernur, Bupati dan Walikota.

Susinisasi, menurut Susi adalah upaya efisiensi itu sendiri jadi tidak bisa dilihat sebagai 'tidak mau memberdayakan' masyarakat. Yang penting digarisbawahi dari kebijakan Susi adalah upayanya untuk menolak segala tawaran utang luar negeri, yang menurutnya hanya boleh digunakan untuk program-program tidak jelas itu.

"Kalau infrastruktur untuk mendukung kegiatan perikanan, bisnis, pengolahan, mari sini," ucapnya.

Melirik ke lautan

Dari kebijakan Sri Mulyani, lalu ke Susinisasi, mari menukik sedikit ke lautan dan berikut isinya. Mari membayangkan Indonesia yang berbenah. Mari mendengarkan angin kesiur dari pesisir Nusantara. Pesisir dan laut yang sesungguhnya bisa menjadi obat mujarab pembangunan nasional namun baru 2-3 tahun terakhir dimaklumatkan oleh Jokowi-JK di Sunda Kelapa melalui Nawa Cita itu.

Mengapa lautan bisa menjadi harapan? Penulis cerita saja ketika bekerja sebagai fasilitator program konservasi di Kawasan Taman Nasional Taka Bonerate, 20 tahun silam. Sebuah tawaran di tangah ironi Indonesia sebab meski mempunyai garis pantai Indonesia nomor dua di dunia namun nilai ekspor ikan Indonesia kalah dari Vietnam.

"Nelayan kita harus berjaya, laut sebagai masa depan bangsa," kata Susi. Ini yang kemudian berlanjut ke pemberantasan praktik penangkapan ikan illegal. Membakar dan menenggelamkan kapal pencuri ikan hingga mencapai 300an unit.

Memang, di awal penerapan kebijakan Susi, terjadi penurunan volume nilai ekspor hingga 31,9% menjadi US$50,8 juta. Sementara pengapalan rumput laut turun 14,4% menjadi 53.672,5 ton atau senilai US$33,6 juta. Ekspor ikan hidup hasil budidaya merosot 32% menjadi 2.757 ton atau senilai US$12,6 juta.  Pengapalan mutiara hasil budidaya jatuh 91,7% menjadi 0,1 ton atau senilai US$976.000, sebaliknya, ekspor udang hasil budidaya terbang 464% menjadi 733,8 ton atau senilai US$3,5 juta. Pada saat yang sama, pengapalan ikan segar/dingin hasil budidaya melesat tajam 367,6% menjadi 80,9 ton atau senilai US$145.200.

Regulasi yang ketat memang berdampak pada pelaku-pelaku yang selama ini mungkin tak tersentuh hukum. Meski demikian, terbuka kesempatan besar untuk mulai menata dan memikirkan peluang-peluang investasi di bidang kelautan dan perikanan. Terdapat peluang yang sungguh sangat besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun