Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Impresi dari Mawang, Toba dan Matano

21 Maret 2017   13:39 Diperbarui: 22 Maret 2017   01:00 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah di tepian Matano (foto: Kamaruddin Azis)

Oh sebentar, ada yang mengesankan setelah dua kali ke Danau Toba,orang-orang Batak yang berdiam di sekitar Toba menyadari bahwa aksen atau intonasi mereka memang tak sehalus yang lain tetapi mereka tetap semangat untuk menjadi sahabat bagi sesiapapun yang datang, sesiapa yang ingin benam dalam nikmat keindahan pesona danau yang sejatinya paling keren di Indonesia ini.

Toba Parapat (foto: Kamaruddin Azis)
Toba Parapat (foto: Kamaruddin Azis)
Di tepian danau Toba (foto: Kamaruddin Azis)
Di tepian danau Toba (foto: Kamaruddin Azis)
Terbius Pesona Matano

Tanggal 6 Maret 2017, aku berjanji dengan seorang kawan untuk bersama dengannya ke Kabupaten Luwu Timur tepatnya Kota Sorowako. Pesawat Garuda yang kutumpangi delay 30 menit dari rencana berangkat pukul 15.00 Wib.Ini berarti akuakan tiba di Makassar pukul 18.30 Wita padahal bus yang Bintang Timur yang akan membawa kami berangkat pukul 19.00 Wita. Seperti kuduga, aku tiba pukul 18.30 dan bergegas mencari ojek, butuh waktu 10 menit untuk sampai di tempat yang kusepakati. Dan, you know what? Aku hanya butuh waktu 3menit menunggu sebelum bus tujuan Sorowako datang. Jadilah kami ke Sorowako malam itu.   Undangan ke Sorowako itu seakan menjadi pelengkap petualangan aku ke danau-danau, hingga kini aku telah berkunjung ke Mawang, Toba dan Matano (Danau buatan di kampusku tak perlu dihitung). 

Tenang di Matano (foto: Kamaruddin Azis)
Tenang di Matano (foto: Kamaruddin Azis)
Rumah di tepian Matano (foto: Kamaruddin Azis)
Rumah di tepian Matano (foto: Kamaruddin Azis)
Ingatan pertama aku tentang kota nikel ini adalah danau Matano.Tahun 1990 aku sangat ingin melihat kawasan ini. Kala itu beberapa anak Kelautan Unhas, datang ke sana untuk berlatih selam di danau yang disebut merupakan salah satu yang terdalam di Indonesia, hingga 590 meter! Aku benar-benar menikmati pesona Matano pada sekira pukul 15.00wita setelah pertemuan di Kantor PT. Vale. Beberapa kawan dari Vale, bagian CSR memandu kami untuk melihat-lihat keindahan Sorowako, mengamati kawasan permukiman karyawan hingga menyigi salah satu lekuk danau. 

Ohya, di Sorowako jualah aku kembali menyadari bahwa tertibberkendara itu masih bisa diupayakan.  “Kenapa pula Iskandar tak segera berbelok meski pengendara lainnya masih jauh dari jarak mobil kami?” batinku ke Iskandar Daeng Parani yang memandu jalan-jalan di kota.Rupanya, dia tidak akan belok jika ada kendaraan dalam radius gerak sekitar 50meter dari kendaraannya. 

Yang aku ingin bilang, di Sorowako, kau tidak bisa berbelok serampangan. Jangan lupa pasang seatbelt, itu pesan keduanya. 

Di gerbang Matano (foto: Kamaruddin Azis)
Di gerbang Matano (foto: Kamaruddin Azis)
Kami berhenti di sekitar Salonsa kemudian menuruni tangga, lempangke dermaga yang nampaknya telah berumur puluhan tahun namun masih kuat. Di sisi selatan danau tektonik seluas 164,1 km2 itu terlihat beberapa orang sedang mandi di tepian dermaga, terdengar dengan logat Bugis yang khas. Sebagian lainnya, utamanya kaum muda mengambil gambar dan melepas pandangan ke permukaan danau, menyapu hingga ke puncak gunung di kejauhan. Ada keriangan dan sukacita di situ. 

Kali ini agak berbeda dengan William, aku larut dalam prosesi standar, memotret, duduk bergaya dan memasang ‘self timer’. Inilah kesempatan terbaik mengabadikan Matano tanpa kasak-kusuk meminta difoto orang lain. Aku tak merenung atau mencari di mana gerangan batas kenyamanan di Matano. Yang aku tahu, banyak hal yang mengesankan dari tempat ini, air danau yang jernih, orang-orang yang bebas berenang tanpa takut limbah cemar, tanpa takut pakan ikan dari keramba sebab tak satupun keramba ikan yang aku lihat. DiMatano, yang terasa adalah keluasan pandangan dan suasana sendu dan menggairahkan saat berlama-lama di sana. Entah jika William Wordsworth jadi datang ke sana dan merasakan sensasi tak biasa.

Batua, 21/03/2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun