Oh sebentar, ada yang mengesankan setelah dua kali ke Danau Toba,orang-orang Batak yang berdiam di sekitar Toba menyadari bahwa aksen atau intonasi mereka memang tak sehalus yang lain tetapi mereka tetap semangat untuk menjadi sahabat bagi sesiapapun yang datang, sesiapa yang ingin benam dalam nikmat keindahan pesona danau yang sejatinya paling keren di Indonesia ini.
Tanggal 6 Maret 2017, aku berjanji dengan seorang kawan untuk bersama dengannya ke Kabupaten Luwu Timur tepatnya Kota Sorowako. Pesawat Garuda yang kutumpangi delay 30 menit dari rencana berangkat pukul 15.00 Wib.Ini berarti akuakan tiba di Makassar pukul 18.30 Wita padahal bus yang Bintang Timur yang akan membawa kami berangkat pukul 19.00 Wita. Seperti kuduga, aku tiba pukul 18.30 dan bergegas mencari ojek, butuh waktu 10 menit untuk sampai di tempat yang kusepakati. Dan, you know what? Aku hanya butuh waktu 3menit menunggu sebelum bus tujuan Sorowako datang. Jadilah kami ke Sorowako malam itu. Undangan ke Sorowako itu seakan menjadi pelengkap petualangan aku ke danau-danau, hingga kini aku telah berkunjung ke Mawang, Toba dan Matano (Danau buatan di kampusku tak perlu dihitung).
Ohya, di Sorowako jualah aku kembali menyadari bahwa tertibberkendara itu masih bisa diupayakan. “Kenapa pula Iskandar tak segera berbelok meski pengendara lainnya masih jauh dari jarak mobil kami?” batinku ke Iskandar Daeng Parani yang memandu jalan-jalan di kota.Rupanya, dia tidak akan belok jika ada kendaraan dalam radius gerak sekitar 50meter dari kendaraannya.
Yang aku ingin bilang, di Sorowako, kau tidak bisa berbelok serampangan. Jangan lupa pasang seatbelt, itu pesan keduanya.
Kali ini agak berbeda dengan William, aku larut dalam prosesi standar, memotret, duduk bergaya dan memasang ‘self timer’. Inilah kesempatan terbaik mengabadikan Matano tanpa kasak-kusuk meminta difoto orang lain. Aku tak merenung atau mencari di mana gerangan batas kenyamanan di Matano. Yang aku tahu, banyak hal yang mengesankan dari tempat ini, air danau yang jernih, orang-orang yang bebas berenang tanpa takut limbah cemar, tanpa takut pakan ikan dari keramba sebab tak satupun keramba ikan yang aku lihat. DiMatano, yang terasa adalah keluasan pandangan dan suasana sendu dan menggairahkan saat berlama-lama di sana. Entah jika William Wordsworth jadi datang ke sana dan merasakan sensasi tak biasa.
Batua, 21/03/2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H