Penulis termasuk yang skeptis ketika Jokowi mendapuk Susi sebagai menteri. Alasannya, Susi akan menjadikan lautan sebagai ‘wahana profit oriented’, sebagai ideologinya. Ternyata tidak, setidaknya jika melihat dua tahun kiprahnya mengelola isu kelautan dan perikanan. Setidaknya jika melihat upayanya menegakkan supremasi hukum dalam memberantas illegal atau unreported fishing itu.Â
Dua tahun mengabdi, Susi menunjukkan kegigihannya untuk tak melulu bicara ekonomi semata, cantrang atau dogol yang sebangun daya rusak trawl dilarangnya beroperasi. Kepiting atau rajungan yang selama ini dieksploitasi tanpa batas, dilarangnya agar ditangkap sesuai ukurannya. Yang bertelur janganlah ditangkap biar bisa kembali ke alam dengan jumlah yang lebih besar.
Jika kemudian ada yang mengganjal kepada Susi maka itu adalah respons pada praksis pemberdayaan masyarakat. Sebagian orang menganggapnya sebagai anti pemberdayaan. Yang kemudian dibantahnya bahwa poinnya adalah bagaimana negara memberi manfaat nyata kepada masyarakat pesisir dengan metode dan luaran program yang ril. Susi tahu terlalu banyak proyek pemberdayaan masyarakat yang tidak berhasil baik yang bersumber dana APBN maupun loan.Â
Ada indikasi pemihakan pada efektifitas dan dampak atas segala investasi anggaran di pesisir dan laut.
Di seberang, Luhut melihat peluang-peluang ekonomi yang dapat dimanfaatkan secara instan atau dalam jangka pendek ketimbang memberikan ‘moratorium’ atas eksploitasi itu. Susi menawarkan moratorium perikanan di Laut Nusantara adalah pintu masuk bagi gagasan Luhut untuk membawa perusahaan asing.Â
Ada pragmatisme di situ. Pragmatisme yang kontradiktif dengan pengalaman Susi mengelola bisnis dari bawah, dari jual beli ikan hingga menjadi pengusaha mumpuni.
Jika mereka tetap begitu, jika mereka tetap membuat pernyataan yang kontradiktif dan tak segera dibereskan, maka gagasan Nawa Cita, membangun Poros Maritim pasti akan mandek.Â
Saat ini, isu-isu reklamasi, isu pembangunan pulau-pulau kecil terluar, kebijakan pemanfaatan maritim dari sisi teknologi pertambangan atau ekstensifikasi perikanan tangkap dan lain sebagianya masih butuh sentuhan kolaboratif lintas sektor. Jika ini tidak ditangani dengan efektif maka akan jadi batu sandungan rezim Jokowi-JK
Saya kira, ke depan, agar agenda Poros Maritim itu benar-benar terwujud, kedua pucuk itu harus kembali ke hakikat visi misi Pemerintah, menjadikan Indonesia sebagai negara berdaulat dalam pengertian yang luas. Segeralah duduk bersama, heart to heart, berkomunikasi, bermufakat tentang isu dan solusi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H