Yang lain, Luhut ingin asing ikut mengelola potensi perikanan, Susi berhasrat penuh mengusir asing di kolom lautan NKRI. “No way,” begitu Susi pada beberapa kesempatan.
Untuk ihwal ini, Susi di atas angin. Oleh banyak kalangan, Susi disebut berprestasi dan berhasil menegakkan marwah negara atas tata kelola sumber daya alam laut. Bersama Satgas 115, Susi, menteri Kelautan dan Perikanan itu menangkap nelayan asing lalu menenggelamkan kapalnya hingga tidak kurang 176 (data Juli 2016).
Bukan hanya itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dipimpin Susi Pudjiastuti berhasil menyelamatkan sumber daya ikan Indonesia senilai Rp. 306,8 miliar dalam hal penanganan pelanggaran dan penegakkan hukum.
Angka tersebut meningkat dari 2015 yang hanya Rp37,2 miliar. Sumber daya ikan tersebut terdiri dari benih lobster, kepiting/lobster/rajungan bertelur, kepiting dan lobster berukuran di bawah 200 gram, mutiara, koral serta produk hasil perikanan seperti kuda laut, penyu, dan sirip hiu.
“Jika selama ini negara fokus pada pengeloaan sumber daya hayati maka ke depan, Poros Maritim bisa melirik tambang dasar laut (marine sea bed),” kurang lebih begitu pidatonya di Toba Samosir, di Agustus itu.
Saat mengutarakan ini, Luhut tak lupa menyebut Jokowi sebagai ‘wah ternyata Presiden tahu kalau kita punya banyak sumber daya di dasar lautan’. Apa yang dikehendaki Luhut ini secara teknis memang tak ada salahnya namun teras janggal sebab mengindikasikan kutub-kutub berlawanan dengan kebijakan utama di pesisir dan lautan.
Pada konteks tertentu hal yang disampaikan Luhut tersebut merupakan niscaya di tengah relasi ‘one world’ kebijakan, program dan tatanan dunia baru yang serba terhubung. Namun demikian, hal ini bisa juga menjadi kekhawatiran saat negara harus memutuskan mana yang prioritas. Mana yang lebih relevan ketika ada kebijakan seperti yang diterapkan Kementerian Kelautan dan Kelautan dan berdampak pada masyarakat luas, pada nelayan dan pada pengusaha.
Adakah cara untuk bisa mengisi ruang-ruang atau aktor yang terpapar oleh kebijakan tegas demi sistem yang baik itu?
Pada tingkat programmatik Kementerian misalnya, apa yang menjadi pernyataan Luhut sejatinya merupakan manifestasi kementeriannya dalam memandang maritim secara utuh tetapi sekali lagi, bagaimana hal-hal tersebut dikontekskan pada aspek teknis program, pada penjabaran pada penyesuaian-penyesuaian operasional proyek atau program tingkat Kementerian.
Singkat kata, program-program apakah yang bisa dijalankan oleh Kementerian Koordinatif seperti Kemenkomaritim dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang domainnya pada penyesuaian sumber daya, kebijakan dan fokus dari masing-masing. Ini penting dikemukakan di tengah tarik menarik kebijakan di pesisir dan laut seperti saat ini.