Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Antara Susi dan Luhut Binsar, Dua Nakhoda di Poros Maritim

2 Maret 2017   17:00 Diperbarui: 4 April 2019   08:56 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ekspektasi mulia tersebut harusnya didukung sepenuh hati, dari hulu ke hilir, dari puncak ke akar. Khusus untuk Kementerian Kelautan dan 

Perikanan sendiri, meski mengakhiri tahun 2016 dengan realisasi pengadaan perahu nelayan yang jauh dari rencana, dari target 4 ribuan dan hanya 900-an yang terealisasi, pernyataan Susi terkait ‘sistem’ dan ‘kepemimpinan politik’ dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan terdengar progressif, ‘baru’ dan menantang. 

Bukan hanya untuk organisasi yang dipimpinnya tetapi bagi seluruh elemen Pemerintah, termasuk kementerian lainnya seperti Kementerian Koordinator Maritim yang saat ini dipimpin Luhut.

Sumberdaya ikan, modal menuju Poros Maritim (foto: Kamaruddin Azis)
Sumberdaya ikan, modal menuju Poros Maritim (foto: Kamaruddin Azis)
Bagi Susi, ‘doctoral speech’ tersebut seperti ingin menegaskan bahwa apapun yang dilakukannya untuk mengubah organisasi seperti KKP menjadi pelopor pembangunan di pesisir dan laut (atau maritim) sangat dipengaruhi oleh sehat tidaknya payung besar kebijakan pembangunan nasional. 

Implisit di dalamnya seperti pentingnya komitmen kementerian atau lembaga negara dalam memandang hakikat kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan itu.

Disebut demikian sebab selama ini, saat bicara kelautan dan perikanan kita acap dicekoki program-program yang itu-itu saja; seminar-seminar, workshop-workshop tanpa rencana aksi, sail-sail mahal, parade-parade simbolik tanpa kerja nyata, pengadaan sarana prasarana budidaya atau perikanan tangkap, pengadaan pakan, pengadaan alat tangkap, riset-riset ‘tempurung’ hingga program-program pemberdayaan sekadarnya. 

Lain Menteri, lain pulau programnya, di tepian, masyarakat pesisir tak beranjak dari belitan persoalan akut, nirdaya dan dikecewakan.

Membaca Haluan


Ibarat nakhoda di samudera Poros Maritim. Keduanya merupakan representasi negara yang diharapkan dapat memberesi persoalan, isu dan mengarahkan program-program pembangunan kelautan dan perikanan termasuk pada ranah dan pengertian fungsional: maritim. 

Mereka bersinggungan di pusaran Poros Maritim. Sikap dan pemihakan mereka bisa diraba dari visi dan pemaknaannya pada hakikat pembangunan di pesisir dan laut.

Pada pemanfaatan sumberdaya perikanan dan reklamasi misalnya, keduanya terlihat berbeda dan terbaca tak sependapat. Coba, Luhut tak melihat reklamasi sebagai persoalan dan akan mengajak Pemerintah DKI untuk membereskan agenda reklamasi, Susi melihatnya sebagai pelanggaran atas regulasi dan zonasi di pesisir laut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun