Dalam lawatan ke Nusa Tenggara Timur, Menteri Susi menemukan kondisi terumbu karang di perairan Lembata rusak parah karena bom dan bius ikan. Hal ini membuat Susi coba mengail atensi publik di Kota Kupang. Di depan Gubernur Frans Lebu Raya dan ratusan nelayan Kupang, Susi bertanya kesungguhan menjaga laut NTT dengan mata menggoda, “Ini separuh ada yang diam, gak kompak, betul gak? Berhenti ya untuk bom dan potas, kalau nggak, bisa dihentikan bantuannya,” canda Susi.
***
Tanggal 12 Juni 2016. Cuaca sedang cerah di atas Kota Kupang. Awan berarak perlahan. Orang-orang nampak bersuka cita. Di Pelabuhan Perikanan Tenau, belasan perahu berbobot di atas 5 GT sedang tertambat. Tujuh sampan merapat, berdempet ke tepi pelabuhan, ada berisi ikan, ada pula yang kosong. Mereka menawarkan ikan kembung dan layang segar pada siapa yang datang.
Sekitar 50 meter ke aula pelabuhan, MC meminta undangan untuk mengisi kursi yang telah disiapkan. Tak lama lagi Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti akan tiba. Sembari menanti kunjungan menteri andalan Presiden Jokowi itu, saya menyapa Melkianus Lodon, asal Oebaa yang duduk takzim di bagian belakang. Dia mengaku nelayan lampara, yakni nelayan dengan alat tangkap jaring dasar yang dikerek tenaga manusia. Melki mengaku, meski tak dapat bantuan, dia tetap datang sebab sangat ingin melihat Susi.
Sementara itu, Gabriel, nelayan asal Kelurahan Kelapa Lima mengakui kebijakan dan perhatian ibu MKP tentang alat tangkap sudah bagus hanya saja untuk nelayan seperti dia, masih perlu ditingkatkan ukuran perahunya. “Kalau bisa bantuan di atas 2 GT, selama ini hanya bantuan perahu kecil, kita harus punya armada besar. Ini penting supaya bisa bersaing dengan daerah lain,” katanya.
“Jika bantuan harus melalui koperasi, di Kelapa Lima sudah ada Kelompok Usaha Bersama (KUB), kami mulai menabung, semoga bisa jadi koperasi. Saya dan anggota telah urus akta notaris. Di Kelapa Lima ada lima kelompok nelayan, ada 50 nelayan anggota,” akunya.
Sebagaimana biasa, kunjungan Susi Pudjiastuti selalu menyedot antusiasme pengunjung. Bukan hanya undangan, bagi yang mendengar agenda kunjungan tersebut pasti banyak yang datang seperti Melki di atas. Pukul 10.27 WITA, Susi tiba di lokasi ditemani Gubernur NTT, Frans Lebu Raya dan beberapa pejabat eselon I KKP, di antaranya Dirjen PRL, Kepala BPSDM, Kepala Litbang KKP, dan Kepala Balai Karantina.
Di hadapan ratusan orang, Susi bercerita lawatan kerjanya ke NTT, ke Manggarai, Lembata meskipun diselingi dengan kembali ke Jakarta karena harus mengikuti rapat paripurna dengan DPR. “Pertengahan bulan depan, akan jalan ke wilayah Sulawesi. Ke Sulawesi Selatan, Tenggara, Seram, Morotai dan Sorong. Indonesia besar sekali, kalau saya jadi Menteri 5 tahun tidak akan selesai,” katanya memulai sambutannya.
“Saya ingatkan Bupati dan Gubernur, pesan Presiden jelas pada fakta, kita adalah bangsa maritim, kita ini bukan petani, kita ini orang yang cinta kebaharian, kita harus kuat di kemaritiman. Sejak zaman Majapahit, nelayan kita luar biasa, kita telah membangun Indonesia dalam 70 tahun dengan orientasi pertanian. Saya tahu di NTT ini tak semua ke bahari tetapi ke agriculture (pertanian). Presiden menetapkan kita harus kembalikan kejayaan bahari kita,” ucap Susi. Laut Indonesia sangat luas dan mempunyai panjang pantai kedua di dunia setelah Kanada.
“Tapi 15 tahun posisi terakhir kita nomor 3 di Asia tenggara, konsumsi makan ikan di masyarakat adalah budidaya air tawar, ikan lele, mujair, ada 70% impor. Impornya dari negara yang ambil di Indonesia, semua terbalik-balik,” lanjut Susi. Menurut Susi, pemerintah punya komitmen yang tinggi menyelesaikan persoalan dengan menghajar illegal fishing.
“Orang-orang bilang, saya ini tukang nenggelamin kapal, bukan saya, tapi Polair, AL, PSDKP. Saya ingin orang sangat baik sekali. Masa’ ada orang secantik ini neggelamin kapal,” katanya disambuk gelak para hadirin. Bagi Susi, dia hanya menjalankan UU Perikanan, UU No. 45/2009 untuk pelaku pencurian ikan Indonesia.
“Lima belas tahun terakhir semua produk perikanan indonesia diambil keluar negeri, yang mempunyai kapal-kapal dan kita hanya bisa gigit jari, nelayan kita berkurang menjadi tinggal 800 ribu. Berarti berkurangnya jumlah nelayan di Indonesia adalah dampak ketika 115 perusahaan ekspor bangkrut karena raw material terbatas, kita kehilangan 15 miliar dolar bidang perikanan selama 10 tahun terakhir,” terang Susi.
Terkait penegakan hukum yang dijalankan sejauh ini, Susi telah memanggil beberapa pihak termasuk duta besar negara lain dan memaparkan kebijakannya, seperti Dubes China, Vietnam, Filipina, Australia, Malaysia. “Semua setuju bahwa ini konsekuensi IUU Fishing, banyak negara, Afrika punya persoalan yang sama,” katanya. Menurut Susi sejak Satgas 115 terbentuk yang terdiri dari AL, Polri, Bakorkamla, Jampidsus, telah berhasil menenggelamkan 176 kapal asing.
Dengan tindakan itu, Susi menyebut adanya pertumbuhan untuk pertama kalinya dalam sejarah. “PDB (sektor kelautan dan perikanan) kita sebesar 8,96, padahal sektor seluruh nasional, hanya 5,04,” katanya.
Susi juga menyebut kemampuan daya beli nelayan sudah membaik.
“Kalau NTT belum naik, mungkin ada kerusakan lingkungan, mungkin masih ada kapal-kapal yang menangkap secara illegal. Di beberapa tempat produksi juga naik. Di Sabang dari 1 ton menjadi 20 ton, di Tahuna, Bitung juga luar biasa naiknya,” ungkap Susi.
“Saya mohon untuk mengatur dengan baik, saya mengerti di sini banyak udang tapi jangan pakai trawl, nanti bentar lagi habis,” pinta Susi. Menurut Susi berkaitan kegiatan ilegal ini, Pemerintah telah menugaskan Satgas 115.
“Selain itu, ada hal baik terkait perikanan dan kelautan, telah ada Perpes tanggal 18 Mei 2016, yang memasukkan perikanan tangkap ke dalam negative list untuk investasi asing di Indonesia, itu hasil yang paling hebat yang pernah terjadi di Indonesia, berarti asing sudah tidak bisa masuk di sektor perikanan tangkap.
“Jadi Gubernur, Bupati, semuanya, kalau ada pengusaha asing, mereka hanya bisa di pengolahan dan pembelian. Untuk tangkap ikan, itu urusan orang Indonesia. Yang abu-abu akan kita cek sumber uangnya dari mana. Pemerintah ini serius untuk menjaga masa depan bangsa, dengan menguasai resources, asing boleh untuk pengolahan, nangkap ikan tidak boleh,” tegasnya.
Susi melanjutkan. “Kita mesti jaga laut untuk anak cucu kita, pemerintah pusat buat regulasi, koordinasi, ada di lapangan yang harus langsung membuat perubahan, jangan sampai ada yang dibiarkan, supaya ikan tetap ada untuk masa depan, betul gak?” tanyanya.
Pada sambutan tersebut, Susi mengajak unsur Pemerintah di NTT untuk memberi peluang generasi muda mencintai laut, memperhatikan pendidikan anak-anak pulau, menyiapkan dan memberikan alat selam dasar dan peta rupa bumi Indonesia. “Saya mau ada 1.000 peta untuk Indonesia Timur sebelum akhir tahun, semua SD, SMP, SMA, semestinya punya peta,” ucapnya.
Beberapa hal yang disampaikan Susi juga menjawab keluhan beberapa nelayan yang mempertanyakan efektivitas bantuan, ketersediaan BBM dan lemahnya penegakan hukum di perikanan.
Suasana sempat senyap ketika seorang nelayan bernama Jamaluddin menyampaikan pandangannya mengenai bantuan kapal yang dianggap salah sasaran, hanya untuk orang tertentu dan bahkan tidak punya pengalaman melaut namun mendapat bantuan. Jamal juga menilai tidak jelasnya penegakan hukum untuk pelanggar usaha perikanan.
“Sudah lama saya simpan ini bu, saya ingin menyampaikan langsung biar saya puas,” katanya dengan terisak. Penanya lainnya juga menyoal keterbatasan bahan bakar minyak untuk nelayan.
Secara diplomatis Susi menyatakan bahwa pemerintah telah memberikan yang terbaik untuk nelayan Indonesia. Jika ada kekurangan seperti ketersediaan bahan bakar minyak maka ini harus menjadi perhatian bersama, bukan hanya KKP tetapi Pertamina. Tentang bantuan kapal, prosedurnya jelas, akan ada koperasi yang akan menjadi syarat pemberian bantuan. Nelayan harus bersiap dengan menyiapkan dan memperkuat koperasi. Kalaupun selama ini ada bantuan yang tidak sesuai harapan itulah yang harus dibenahi. Tentang BBM bersubsidi, Susi mengatakan bahwa sejak ikan semakin banyak, tangkapan semakin besar, nelayan harusnya tak lagi minta subsidi.
“Jangan membebani negara lagi, kita sudah menjaga laut, dengan segala risiko, tenggelamin kapal, yang penting solarnya ada. Saya nanti bilang—Pak Presiden, nelayan NTT tidak diberi subsidi, itu nelayan hebat,” tandas Susi.
Untuk menunjukkan komitmennya bahwa MKP mendengar aspirasi nelayan, Susi memberikan nomor kontak satgas 115 yaitu 081269115115 sedang bagi yang ingin menyampaikan informasi via email bisa ke email satgas115@gmail.com.
Pada lawatan ke Kupang ini, Menteri Susi memberikan bantuan secara simbolis ke nelayan dan para pihak di Kupang, yaitu penyerahan Kapal Mina Maritim sebanyak 3 unit berbobot 35 GT senilai Rp. 1,667 miliar, kartu nelayan sebanyak 2.205 lembar, bantuan pelatihan dan penyuluhan dengan total senilai Rp 600 juta (dua paket), bantuan penyuluhan rumput laut dan mina usaha bersama senilai Rp. 250 juta, serta bantuan CCDP-IFAD senilai Rp 2,099 miliar untuk masyarakat pesisir Kota Kupang serta bantuan peta Indonesia dan globe dunia untuk 6 SMK Kelautan, upaya menumbuhkan jiwa bahari untuk kaum muda.
Makassar, 23/06/2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H