Pantai Lasiana adalah destinasi bahari favorit di Kota Kupang. Pantai nan landai, hamparan pasir putih dan latar pohon lontar di darat menjadikan pantai pilihan warga kota sejak lama. Lasiana tenar karena sajian sunsetnya yang dahsyat. Jika ingin lebih jauh, ada Pantai Tablolong dan Pulau Semau. Tablolong di Kabupaten Kupang acap mencuri perhatian pelancong. Viewnya memikat, pasir putih dan topografi pantainya menakjubkan. Sedangkan Semau, ada di barat Pulau Timor, bagian Kabupaten Kupang. Semau punya Pantai Otan, Pantai Uih Make, Pantai Bukit Liman.
Lasiana, Tablolong, Semau adalah tiga kepingan surga di sekitar Teluk Kupang. Bagi masyarakat Kota Kupang, Lasiana adalah salah satu keping surga bahari yang terdekat dengan Kota Kupang. Tapi itu dulu, sekarang, telah ada Pantai Oesapa Barat dengan lokasi eko-wisata magrove yang dikelola kelompok Pengelola Sumberdaya Alam (PSDA) Kelurahan Oesapa Barat serta lokasi wisata pantai Batu Kapala di Kelurahan Nunhila, Kecamatan Alak.
Munculnya Oesapa Barat dan Nunhila ini sejalan dengan aspirasi masyarakat dan anggota DPRD Kota Kupang, Melkianus Balle seperti diungkapkan oleh Sekretaris unit pengelola proyek pemberdayaan masyarakat pesisir CCDP-IFAD Kota Kupang, Robby Adam.
“Beliau ingin ada alternatif wisata selain 3 lokasi yang disebutkan di atas. Ini sejalan harapan DPRD Kota Kupang agar Pemkot mencari lokasi alternatif kawasan wisata baru. Selain itu, komisi II DPRD Kota Kupang juga mengapresiasi kinerja PIU CCDP-IFAD Kota Kupang terkait pengembangan kawasan ekowisata tersebut,” ungkap Robby, alumni STP Jakarta ini. Robby mengakui geliat ekowisata di kota berjuluk Kota Kasih ini karena perhatian dan keterlibatan Pemkot menyiapkan pendanaan dan persetujuaan pengelolaan kawasan pesisir.
“Di samping APBD, Pemkot mengusulkan anggaran senilai 10 miliar ke Kementerian PU untuk pengembangan 2 kawasan ekowisata tersebut,” sebut Robby. Menurut Robby kerjasama pembangunan kawasan ekowisata di Kota Kupang ini dipantik oleh fasilitasi CCDP-IFAD yang merencanakan pengembangan ekowisata bersama anggota kelompok pengelola sumberdaya alam (PSDA), penguatan kapasitas dan pengalokasikan bantuan proyek.
Lokasi ekowisata Oesapa Barat adalah hamparan mangrove dari jenis Avicennia yang disisipi oleh jembatan track sejauh 200 meter. Dilengkapi menara pengawas serta lobo atau ruang rehat sebanyak dua unit. Yang unik adalah vegetasi mangrove tinggi menjulang dan telah berumur puluhan tahun. Meski hari siang atau terik, pengunjung bisa ngadem di bawah rindang pohon atau di lopo. Debur pantai akan jadi musik pengiring. Anda akan dibuai desir angin kala sunset dan musim tenang.
Lokasi ekowisata yang mulai tenar sebagai oase hiburan warga Kupang ini diresmikan pemanfaatannya oleh Bupati Jonas Saelan pada bulan Februari 2016 dan telah dikunjungi oleh ketua Komisi V DPR-RI Fary Djemy Francis, politisi Gerindra asal NTT. Sebagai bukti komitmen Pemkot Kupang pada gagasan kelompok dampingan proyek pemberdayaan masyarakat pesisir, tahun ini akan dibangun jalan dan sarana prasarana pendukung untuk mengakselerasi pengembangan wisata tersebut.
Yang menarik, kawasan eko-wisata ini dikelola oleh kelompok masyarakat sehingga ada tanggung jawab penuh ke mereka dalam merencanakan dan mengawasi infrastruktur yang dibangunnya. “Kami akan mengembangkan dan berharap semakin banyak kegiatan produktif di sekitar lokasi eko-wisata ini seperti warung, pusat kuliner dan souvenir,” kata Deris, pengurus kelompok PSDA Oesapa Barat yang mengelola lokasi ini saat ditemui di Oesapa Barat pada 12 Juni 2016.
Cukup itu? Nanti dulu. Masih ada lokasi wisata lainnya yang disokong CCDP-IFAD. Namanya lokasi wisata Pantai Batu Kapala di Kelurahan Nunhila.
Jika disandingkan dengan Tanah Lot di Bali, saya lebih jagokan Batu Kapala ini, mengapa? Sebab dari atas batu kapur telah dibangun wahana berlindung bak payung raksasa yang dibangun oleh kelompok pengelola sumberdaya Kelurahan Nunhila. Kita bisa menyapu pantai dan laut dengan pandangan dari utara ke selatan Kota Kupang. Kawasan ini adalah kawasan yang menjorok ke laut yang di kiri-kanannya adalah hamparan laut dan pantai yang eksotis khas Pulau Timor. Kombinasi antara pohon nan rindang serta lopo-lopo yang telah disiapkan oleh warga merupakan fasilitas yang memanjakan mata kita terutama senja hari.
Tentang Nunhila, siang tanggal 13 Juni 2016, ditemani oleh Welma Pesulima, konsultan CCDP Kota Kupang saya menyambanginya persis kala sang surya persis tegak di atas kepala. Suasana pesisir Kupang yang panas teras adem saat memandangi pantai dan laut yang memberi harmoni keindahan.
Siang itu, sepasang kanak-kanak tak menyadari kalau saya sedang memotret dari belakangnya. Yang lelaki sekira usia 8 tahun dan seorang perempuan kanak usia sekitar 7 tahun sedang duduk memandangi pantai pasir putih, riak gelombang dan barisan perahu di pantai Batu Kapala. Kelurahan Nunhila, Kecamatan Batu Kapala, Kota Kupang. Yang laki-laki duduk di belakang si perempuan sembari mengepang rambut si perempuan. Mata mereka menyapu kanak-kanak lainnya yang sedang bermain di perahu-perahu sebangsa sampan atau kano.
Hingga tahun 2016, Nunhila adalah salah satu barisan kelurahan penerima bantuan CCDP-IFAD bersama delapan kelurahan lainnya yaitu Lasiana, Oesapa, Oesapa Barat, Oeba, Fatubesi, Nun Baun Sabu, Nun Baun Delha, dan Kelurahan Namosain. Welma Pesulima, perempuan berdarah Ambon lulusan Jurusan Perikanan, Universitas Pattimura mengatakan bahwa latar alasan di balik bantuan ini adalah prospek ekonomi dan konservasi lingkungan di sekitar pantai Batu Kapala.
Menurut Welma, obyek wisata Nunhila ini melengkapi pilihan wisata di Kota Kupang selain ekowisata track mangrove di Oesapa Barat yang diceritakan sebelumnya. Welma bertanggung jawab untuk aspek persiapan dan koordinasi pengelolaan sumberdaya pesisir antara kelompok masyarakat dan Pemerintah Kota Kupang.
“Ini namanya lopo, ada pula lampu solar sel, shelter perahu, kalau ada gelombang. Semua ini dibantu CCDP. Termasuk lapangan itu, kelompok pindahkan seperti ini,” kata Welma sembari menunjukkan shelter perahu nelayan di tepi bukit batu.
“Jalan ini baru dibikin. Diputuskan dibantu setelah dilihat-lihat ini punya peluang. Ada kelompok PSDA dan infrastruktur, mereka ada sekitar 50 orang yang ikut membangun lokasi ini,” terang Welma bersemangat. Pandangannya dilepas ke garis pantai di kiri Batu Kapala.
Sekitar 20 meter dari tempat saya dan Welma berdiri, tiga orang perempuan sedang duduk di bawah pohon besar. Seorang bernama Yoce sedang menjagai jualannya, rokok, minuman, kue atau snack, permen dan beberapa penganan. Dia mengaku kalau belakangan ini jumlah pengunjung semakin bertambah setiap hari. “Kalau mau lihat ramai Sabtu Minggu,” ujar Yoce. Dia ditemani bercengkerama oleh ibu Carli dan ibu Neni, keduanya asli Nunhila.
“Kalau ditanya manfaat ada banyak tamu, semakin banyak, hampir tiap hari,” kata mereka saat ditanyakan apa manfaat pembangunan lokasi wisata Batu Kapala ini. Ketiga perempuan tersebut adalah ibu rumah tangga dan sedang menunggui suaminya pulang mengojek.
Di kompleksitas pesisir dan laut, kolaborasi antar pihak merupakan hal yang niscaya. Apa yang nampak dan telah mulai berdampak pada beberapa warga di sekitar lokasi ekowisata Oesapa dan Nunhila adalah wujud dari kolaborasi dan pembangunan sumber daya alam pesisir Kota Kupang. Sekarang pilihan berwisata tak lagi di Pantai Lasiana, telah ada Oesapa Barat dan Nunhila.
Bagi sekretaris PMO CCDP-IFAD Dr. Sapta Putra Ginting, manfaat yang dirasakan publik Kota Kupang saat ini merupakan implikasi dari komitmen sungguh-sungguh Pemkot Kupang dalam mengelola sumberdaya yang ada dengan membangun kerjasama dengan CCDP-IFAD dan masyarakat yang bermukim di sekitar pesisir.
Komitmen Pemkot Kupang dalam pengembangan ekowisata selain Lasiana, Tablolong dan Pulau Semau telah dipahat di prasasti Ekowisata Mangrove di Kelurahan Oesapa Barat dan Pantai Batu Kepala di Nunhila oleh Walikota Jonas Saelan. Prasasti itu menjadi bukti bagi peran di pesisir.
Warga mengusulkan rencananya, mengorganisasi dirinya, menyiapkan sumberdaya, membangun kerjasama dengan PMO CCDP-IFAD, menjalin komunikasi dengan Pemkota melalui PIU, dan membuka ruang masuknya mitra potensial. Warga juga kompak menjaga pesisir dengan tak menebang pohon mangrove dan mengelola sampah dengan telaten. Saat pihak di luar masyarakat seperti pengusaha, investor, bahkan Pemerintah daerah dan Pusat mengalokasikan anggaran maka itu adalah ciri pembangunan secara kolaboratif dan Pemerintah Kota Kupang telah melaksanakan itu.
Di Oesapa Barat dan Nunhila, destinasi ekowisata telah muncul, pilihan di tengah perkembangan kota. Selain karena potensi sumber daya alam yang luar biasa kayanya, ini diakselerasi pula oleh kapasitas para pihak yang sedia mengalokasikan sumberdaya, pengetahuan, komitmen, anggaran dan perhatian yang sungguh-sungguh.
Destinasi ekowisata tersebuat adalah capaian luar biasa dan bisa menjadi contoh kolaborasi mutualistik membangun pesisir bukan?
Tebet 18 Juni 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H