Tentang Nunhila, siang tanggal 13 Juni 2016, ditemani oleh Welma Pesulima, konsultan CCDP Kota Kupang saya menyambanginya persis kala sang surya persis tegak di atas kepala. Suasana pesisir Kupang yang panas teras adem saat memandangi pantai dan laut yang memberi harmoni keindahan.
Siang itu, sepasang kanak-kanak tak menyadari kalau saya sedang memotret dari belakangnya. Yang lelaki sekira usia 8 tahun dan seorang perempuan kanak usia sekitar 7 tahun sedang duduk memandangi pantai pasir putih, riak gelombang dan barisan perahu di pantai Batu Kapala. Kelurahan Nunhila, Kecamatan Batu Kapala, Kota Kupang. Yang laki-laki duduk di belakang si perempuan sembari mengepang rambut si perempuan. Mata mereka menyapu kanak-kanak lainnya yang sedang bermain di perahu-perahu sebangsa sampan atau kano.
Hingga tahun 2016, Nunhila adalah salah satu barisan kelurahan penerima bantuan CCDP-IFAD bersama delapan kelurahan lainnya yaitu Lasiana, Oesapa, Oesapa Barat, Oeba, Fatubesi, Nun Baun Sabu, Nun Baun Delha, dan Kelurahan Namosain. Welma Pesulima, perempuan berdarah Ambon lulusan Jurusan Perikanan, Universitas Pattimura mengatakan bahwa latar alasan di balik bantuan ini adalah prospek ekonomi dan konservasi lingkungan di sekitar pantai Batu Kapala.
Menurut Welma, obyek wisata Nunhila ini melengkapi pilihan wisata di Kota Kupang selain ekowisata track mangrove di Oesapa Barat yang diceritakan sebelumnya. Welma bertanggung jawab untuk aspek persiapan dan koordinasi pengelolaan sumberdaya pesisir antara kelompok masyarakat dan Pemerintah Kota Kupang.
“Ini namanya lopo, ada pula lampu solar sel, shelter perahu, kalau ada gelombang. Semua ini dibantu CCDP. Termasuk lapangan itu, kelompok pindahkan seperti ini,” kata Welma sembari menunjukkan shelter perahu nelayan di tepi bukit batu.
“Jalan ini baru dibikin. Diputuskan dibantu setelah dilihat-lihat ini punya peluang. Ada kelompok PSDA dan infrastruktur, mereka ada sekitar 50 orang yang ikut membangun lokasi ini,” terang Welma bersemangat. Pandangannya dilepas ke garis pantai di kiri Batu Kapala.
Sekitar 20 meter dari tempat saya dan Welma berdiri, tiga orang perempuan sedang duduk di bawah pohon besar. Seorang bernama Yoce sedang menjagai jualannya, rokok, minuman, kue atau snack, permen dan beberapa penganan. Dia mengaku kalau belakangan ini jumlah pengunjung semakin bertambah setiap hari. “Kalau mau lihat ramai Sabtu Minggu,” ujar Yoce. Dia ditemani bercengkerama oleh ibu Carli dan ibu Neni, keduanya asli Nunhila.
“Kalau ditanya manfaat ada banyak tamu, semakin banyak, hampir tiap hari,” kata mereka saat ditanyakan apa manfaat pembangunan lokasi wisata Batu Kapala ini. Ketiga perempuan tersebut adalah ibu rumah tangga dan sedang menunggui suaminya pulang mengojek.