Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menabuh Semangat Kolaborasi di Sungai Nibung

4 Juni 2016   14:31 Diperbarui: 4 Juni 2016   15:15 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjaga mangrove secara kolaboratif (foto: Kamaruddin Azis)

Tabuhan rebana empat warga menyambut tetamu. Menjadi bagian dari peresmian lokasi ekowisata bahari di tepian Pantai Tengkuyung. Pasir halus yang telah memadat dengan lumpur sungai menjadi alas menuju lokasi, di kiri-kanan berserang siput laut. Yang ini agak panjang tak seperti di tempat lain. “Orang ini bilang tengkuyung,” kata Abdur Rani, Kepala Bidang Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kubu Raya.

Menurut Rani, sebelum dinamai Pantai Tengkuyung, kawasan ini disebut Pantai Paloh, namun karena Paloh berasosiasi ke salah satu lokasi di tempat lain di Kalimantan Barat maka diganti menjadi Tengkuyung. Dasarnya karena banyak ditemukan tengkuyung besar di sepanjang pantai. Pantai Sungai Nibung juga disusun oleh formasi pecahan tengkuyung, kerang dan hewan laut lain yang memiliki cangkang kapur.

Kades Syarif (kedua dari kiri) bersama Sapta P. Ginting dari PMO-CCDP (foto: Kamaruddin Azis)
Kades Syarif (kedua dari kiri) bersama Sapta P. Ginting dari PMO-CCDP (foto: Kamaruddin Azis)
Ribuan tahun silam sumberdaya alam hutan, tanah dan air telah bermuara pada proses kejadiaan kawasan elok ini. Ada pohon cemara, vegetasi bakau dan hamparan pasir nan luas tempat bermain dan menikmati keindahan pesisir Kubu. “Kampung kami telah ada sejak tahun 1934. Kampung Nibung ini sudah ada, jauh sebelum negara Republik Indonesia berdiri,” seru Syarif Ibrahim di depan tetamu yang datang.

Menurut Syarif, orang-orang telah lama hidup di pesisir barat Pulau Kalimantan ini. Mereka datang dari berbagai asal namun mengaku satu, warga Nibung. “Itu sejarah desa kami. Jadi kalau disebut ilegal tidak betul, kami ada turun temurun dalam kawasan ini. Sejarah kampung adalah sejarah pertanian, ada padi,”  tegas Ibrahim.

Ibrahim adalah Kepala Desa Sungai Nibung. Dia adalah motivator kunci di balik pendirian pusat ekowisata bahari Desa Nibung yang disokong lembaga keuangan untuk pengembangan pertanian dan perikanan bernama IFAD melalui skema Coastal Community Development Development (CCDP) sejak tahun 2013. Bersama Syarif, beberapa pilar kegiatan ini adalah Nurdin, Hafid, Andi Bahtiar dan beberapa warga Kampung Tepok dan Paloh, umunya Sungai Nibung.

Syarif mengatakan bahwa tidak kurang 90 hektar lahan di Sungai Nibung adalah mangrove. Oleh kelompok PSDA telah dibangun perlintasan (track) wisata berupa titian dan bangunan peristirahatan, tiga kamar homestay menghadap ruas sungai Nibung, ada pula lokasi perawatan dan pembesaran penyu di sisi timur. Biaya pembangunannya merupakan kontribusi CCDP-IFAD yang difasilitasi oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kubu Raya, warga desa, organisasi masyarakat sipil dan dukungan beberapa pihak termasuk Dinas Perkebunan, kehutanan dan pertambangan Kubu Raya.

Apa yang disampaikan Syarif ini disambut positif oleh Sekda Kubu Raya.

“Benar yang disampaikan pak Kades, di Kubu ini kami terbatas soal lokasi wisata, jadi ini merupakan salah satu solusi, ini merupakan langkah maju dan inovatif,” timpal Odang yang juga bersedia melepas tukik penyu hijau hasil perawatan warga. Simbol perlindungan dan komitmen Pemkab menjaga harmoni lingkungan di Kubu Raya. Odang berjanji akan menyampaikan dan mengajak SKPD lain untuk ikut membantu inisiatif warga Sungai Nibung ini melalui kegiatan pendukung.

Sekda Kubu Raya didampingi Kapolres menggunting pita peresmian (foto: Kamaruddin Azis)
Sekda Kubu Raya didampingi Kapolres menggunting pita peresmian (foto: Kamaruddin Azis)
Sementara itu, Hafid, anggota kelompok pengelola usaha ekowisata ini mengatakan bahwa untuk pengembangan wisata ini ke depan dibutuhkan listrik dan akses jalan yang dapat menghubungkan kampung atau pusat pemerintahan desa. “Perlu jalan pak,” ujar Hafid, lelaki 26 tahun berdarah Bugis. Ayahnya Banjar ibunya Bugis.

Selain Syarif, sosok kunci di balik upaya pengelolaan sumberdaya mangrove dan potensi ekonomi Sungai Nibung ini adalah Nurdin. Dialah motor penggerak partisipasi warga untuk mengawal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sarana prasarana wisata Sungai Nibung.

“Mohon disampaikan kepada warga lain atau yang berkunjung ke Pontianak supaya mampir juga ke sini,” pinta nelayan pukat yang telah berjanji untuk mengelola lokasi ekwisata ini. Nurdin lalu menunjukkan ruang dalam tiga kamar homestay yang menurutnya dapat dimanfaatkan oleh tamu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun