Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fasilitator Melati Membaca Selaru

28 Mei 2016   10:01 Diperbarui: 28 Mei 2016   10:17 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mele, (foto: istimewa/FB Melati SFH)

Apa itu fasilitator masyarakat? Untuk apa dia datang ke koloni masyarakat, kampung, desa, pesisir atau pulau-pulau kecil? Apakah sesungguhnya misi yang dibawanya? Saat ini, fasilitator program pembangunan masyarakat telah tumbuh dan bertambah pesat bak cendawan di musim hujan. Pertanyaan-pertanyaan mencari esensi kehadirannya penting untuk diutarakan dan ditelisik. Tak sedikit dari mereka bukannya memberdayakan, mereka justru  menempatkan masyarakat kian tergantung pada kehadiran pihak luar, pada bantuan dan uluran tangan.

***

Di ruang sejuk salah satu hotel di Jalan Gunung Sahari, Jakarta, pertanyaan-pertanyaan itu meluncur lempang ke sanubari peserta pelatihan fasilitator pulau-pulau kecil terluar , di mula April 2016. Para peserta sepakat bahwa hakikat dan makna fasilitator adalah sesiapa yang sedia membantu memudahkan penyelesaian isu atau masalah. Ya, mempermudah. Jika sebaliknya, maka disebut pembuat kesulitan baru. Diksi ‘isu’ adalah pernyataan yang menunjukkan aspek apa yang menjadi perhatian bersama, jika tak mengambil tindakan maka akan menjadi kesulitan baru yang mengganggu tatanan.

Mereka, para fasilitator itu, datang sebab terpanggil oleh keinginan membantu masyarakat atau komunitas di tengah persoalan-persoalan baru, perubahan-perubahan yang harus diantisipasi dengan paripurna. Kadang komunitas tak menyadari perubahan itu, tak ada proses membongkar persoalan untuk melihat di titik mana simpul sengkarut terjadi. Singkat kata masyarakat butuh orang luar yang bisa memberikan pandangan berbeda.

Waktu berputar, peserta latihan berpencar ke seantero Nusantara dengan predikat baru sebagai fasilitator pembanguan di pulau-pulau kecil terluar. Dari Mentawai hingga Merauke, dari Selaru hingga Marore, dari Maratua hingga Bepondi. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusatenggara hingga Papua.  Sampai di nun jauh di tenggara Maluku, serong ke barat, membentang Pulau Yamdena dan Selaru. Runcing ujung pulau Selaru di selatan mengarah ke pantai Australia dan Timor Leste.

Di Selaru, Melati Suci Febrina Hutagalung, alumni Universitas Sumatera Utara bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial angkatan 2005 ini menginjakkan kakinya pertama kali pada 5 April 2016.

Mele, sapaan akrab perempuan yang menerima pinangan Pemerintah melalui program kerjasama Destructive Fishing Watch (DFW), sebuah LSM berbasis di Jakarta dengan Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP) untuk menjadi fasilitator pembangunan di pulau-pulau kecil terluar Indonesia. Mele diminta fokus memfasilitasi penyediaan sarana prasarana seperti energi listrik dan penyediaan air bersih.

“Bukan hanya itu, para fasilitator kami rekrut untuk memfasilitasi masyarakat menyiapkan data dan informasi dalam penyusunan profil sosial, ekonomi, ekologi desa, demi pengembangan PPKT ke depannya,” kata Sofyan Hasan dari Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, KKP saat bertemu dengan penulis. Maksud Sofyan, segera penuhi data dan informasi untuk dapat menganalisis isu-isu yang menjadi tantangan di PPKT.

***

Mele berhak menggali informasi awal tentang lokasi tempat tugasnya. Hal yang lumrah, misalnya dengan browsing ‘Selaru’ di internet, bertanya ke teman dan membaca laporan-laporan yang disiapkan. Ini langkah awal yang penting. Dari sini Mele bisa membangun dugaan-dugaan tentang Selaru, juga tentang masyarakatnya, alamnya.

Memboyong informasi awal dari Jakarta setelah pelatihan yang diikutinya bersama 18 fasilitator lainnya bahwa Maluku adalah gudangnya rempah-rempah. Adalah untaian pulau indah dan eksotik. Kejayaan dan kekayaan rempah-rempah Maluku adalah alasan kedatangan bangsa Barat untuk menjelajah, berpetualang, berlayar hingga memutuskan menjajah Nusantara selain dikarenakan terjadinya Perang Salib ataupun jatuhnya Konstatinopel ke Turki Utsmani.

Waktu berganti, tahun-tahun pembebasan telah tiba dan Nusantara bernama Indonesia perlahan mulai membangun dirinya dari pulau-pulau, dari pinggiran. Mele percaya bahwa Indonesia selain pantas berjaya karena rempah juga sangat kaya akan pulau-pulau baik besar, kecil, berpenduduk maupun tak berpenduduk. Modal masa depan bangsa.

“Adalah urusan besar untuk mempertahankan keutuhan sebuah negara kepulauan, apalagi pemerataan pembangunan dan pengembangannya. Sejarah perjuangan kedaulatan NKRI telah tertoreh panjang, ancaman tetap ada. Sektor kelautan dan perikanan di pulau dan garis terdepan menjadi sangat penting dan tidak dapat lagi ditunda,” begitu pandangan Mele.

Menurut pembacaan Mele, Selaru, berposisi antara 8,010 – 8,340 Lintang Selatan dan 130,760 – 131,170 Bujur Timur. Batas wilayah Kecamatan Selaru antara lain Kecamatan Tanimbar Selatan di Utara, Laut Arafura di Selatan, Kab. Maluku Barat Daya di Barat, dan Laut Arafura di Timur. Luas wilayah Selaru keseluruhan adalah ± 4.334,16 km2, daratan ± 826,26 km2 (19,06%) dan luas lautan ± 3.507,90 km2 (80,94%). Selaru adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Laut Timor dan berbatasan Australia. Selaru adalah bagian wilayah Pemkab Kabupaten Maluku Tenggara Barat, provinsi Maluku. Persis di selatan Pulau Yamdena yang memboyong Saumlaki.

***

Di masa awal penempatan Mele sebagai fasilitator, dia setia mengindahkan harapan DFW untuk memperoleh data dan informasi awal dari masyarakat pulau, pemerintah daerah, pemerintah kecamatan, pemerintah desa dan pihak terkait lainnya. Bagi Mele, analisis isu pembangunan daerah terutama di PPKT harus dimulai dengan sehimpun data dan informasi faktual.

Mele pun menyusun peta fasilitasinya.

“Saya ingin membangun peta situasi sosial ekonomi budaya politik, kondisi umum dan spesifik Pulau Selaru,” tulisnya. Mele ingin memperoleh gambaran data terbaru mengenai profil pulau yang diperkuat oleh data primer, data sekunder, observasi, wawancara dan informasi faktual di lapangan sehingga dapat menyusun argumentasi tentang isu-isu pembangunan di Selaru, salah satu pilar Indonesia di perbatasn.

Mele ingin mendengar cerita para pihak, warga dan sesiapa yang ada di Selaru. Itu tips pertamanya.

Maka pada pagi tanggal 5 April 2015, dia pun tiba di Saumlaki bersama tim Pokja PSKPT Pusat, manajer lapangan program pengembangan sentra kelautan dan perikanan terpadu (PSKPT). Siangnya digeber dengan mengikuti pertemuan di kantor DKP dengan agenda inventarisasi penyebab dan permasalahan pembanguan di MTB. Pertemuan dengan pihak terkait di MTB tersebut meneguhkan harapan untuk memfasilitasi ekspor perikanan dari MTB, baik melalui udara seperti Saumlaki  ke Darwin maupun via Surabaya, MBD, Saumlaki, Aru atau Merauke. Dalam pertemuan tersebut dibahas pula upaya menghidupkan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ukurlaran dan Balai Benih Ikan (BBI) Wowonda. Air dan listrik akan segera disuplai.

Pasca pertemuan itu, Mele berangkat ke Pulau Selaru ditemani manajer lapangan PSKPT Saumlaki, Nasruddin pada 6 April 2016. Dengan menumpang speedboat, Mele bersama perwakilan DKP menuju Desa Adaut, pusat pemerintahan Kecamatan Selaru. Tujuannya memperoleh informasi awal tentang kondisi Selaru.

“Pulau atau Kecamatan Selaru memiliki potensi rumpu laut namun harga pasar sedang anjlok. Ada serangan hama yang belum dapat diantisipasi ataupun dihentikan. Namun pemusatan perhatian tahun 2016 tetap pada usaha budidaya rumput laut,” kata sang Camat.

Mele mendengar bahwa hampir semua desa di Pulau Selaru memiliki potensi dan membudidaya rumput laut kecuali Desa Kandar karena posisi lebih condong ke arah Timur. Mele juga mencatat bahwa selama ini, bantuan yang pernah diberikan untuk kelompok tangkap dan budidaya di Pulau Selaru di antaranya jaring nylon dari DKP, paket budidaya RL Rp 65.000.000 per kelompok pada tahun 2015 hingga longboat 15 GT di Desa Eliasa tahun 2015 dan 6 GT di Desa Fursui tahun 2015.

Minggu pertama di Selaru membuat Mele kian antusias membaca peta sosial di pulau penting ini.

“Minggu pertama saya menginap di Desa Lingat. Bersosialisasi dengan warga desa Lingat. Mengenal anggota, mengetahui status terkini PLTS dan kelompok. Saya mengumpulkan poin-poin informasi kelengkapan profil pulau. Lalu stay di Desa Eliasa,” tulis perempuan kelahiran Binjai, Sumatera Utara tahun 1987 ini.

Di Eliasa, Mele bertemu dengan kelompok masyarakat pengelola mesin desalinasi serta kelompok abon ikan dan garam Eliasa. Sekali lagi Mele membuka lebar telinganya untuk mendengarkan cerita warga.

“Saya jadi kenal anggota kelompok dan mengetahui status terkini kelompok. Mengumpulkan poin-poin penting. Berkeliling desa mengumpulkan data dan informasi diperoleh data untuk profil pulaa. Terpetakan pula kelompok orang muda di setiap desa,” lanjutnya. Mele telah punya bekal informasi untuk dia olah dan tindak lanjuti.

Tidak saja di desa, Mele melanjutkan anjangsananya dengan berkunjung ke lokasi keramba jaring apung (KJA) Mataksus yang berisi ikan kerapu dengan bibit dari alam. Dia berkoordinasi dengan Kepala bidang pesisir dan pulau-pulau kecil—Dinas  Kelautan dan Perikanan MTB, berkoordinasi dengan kepala seksi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, berkoordinasi dengan Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa MTB serta berkoordinasi dengan Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan dan Energi. Mele tidak luput mengamati interaksi antara kelompok peserta lokakarya diversifikasi produk olahan hasil perikanan yang sedang praktik membuat tortilla dari bahan dasar jagung dan rumput laut termasuk produk hasil olahan kerupuk, jelly drink dan es krim rumput laut.

Mele ingin memperoleh data dan informasi sebanyak mungkin dari para pihak. Menatanya dan mengkategorinya untuk jadi simpul-simpul perhatiannya. Kelak.

Sebagai pendatang yang tertarik bekerja di tengah masyarakat pulau-pulau kecil terluar, Mele tak lupa sowan ke kepala desa atau tokoh masyarakat desa. Berkunjung ke Kandar, lapor diri ke Desa Werain, ke Fursui, ke Kades Eliasa dan berkoordinasi tentang keikutsertaan teknisi kelompok PLTS Desalinasi Eliasa ke Jakarta untuk mengikuti Bimtek Teknisi 25-30 April 2016.

Mele ingin membangun pertemanan dengan siapapun di Selaru. Inilah tips penting yang bagi Mele sebagai prasyarat diterima oleh warga. Setelah lebih banyak mendengar dan bertanya, Mele merasa telah diterima dengan baik dan tulus oleh warga setempat, oleh tokoh desa.

“Saya juga kerkoordinasi dan lapor diri di Desa Namtabung dan berkawan dengan kelompok nelayan bersama tim Penyuluh Perikanan Bantu,” ungkapnya. Selama bulan pertama penempatan ini Mele membaca dukungan pihak luar untuk pembangunan Selaru seperti adanya PT. Inpex di Desa Adaut Pulau Selaru. Yang mendorong pertanian organik.

Untuk memperoleh gambaran kondisi sosial ekonomi masyarakat Selaru, Mele mulai menukik dan mencoba melihat aktivitas jual beli ikan di Adaut. Melihat realitas di relung kehidupan warga, seperti mengecek harga ikan, asal ikan hingga jalur-jalur pemasaran. Informasi penting di antaranya aktivitas kelompok yang telah berjalan sesuai mekanismeAda jumlah kelompok pembudidaya rumput laut di Desa Lingat ada 4 kelompok, di Werain 4 kelompok, di Desa Fursui 4 kelompok dan Desa Eliasa 4 kelompok.  Komunikasi antara Mele dan pejabat di DKP membuat dia sadar bahwa sebagai fasilitator harus saling sokong dengan Penyuluh Perikanan Bantu.

Di sini, Mele mulai menggunakan panca indera, melakukan kuantifikasi untuk membaca realitas lokasi dampingannya. Dia pun tiba pada titik bahwa kemitraan antar pihak begitu penting untuk jadi bagian dari agenda pembangunan di Selaru. Alasannya, masing-masing pihak punya kelebihan dan kapasitas yang dibutuhkan warga.

Masih tentang upaya Mele menghimpun informasi, tentang listrik dan kebutuhan-kebutuhan warga Selaru. Pada tanggal 12 April 2016, Mele bersua kepala bidang pertambangan dan energi (KBPE), Yani W.T. Laratmasse, ST.

Selain memperoleh banyak bercerita tentang sejarah serta gambaran budaya dan suku-suku di Kepulauan Tanimbar Mele juga memperoleh informasi tentang rekapitulasi Listrik MTB Tahun 2007-2020. Berdasarkan data Rekapitulasi Listrik MTB diketahui bahwa satu-satunya desa yang seluruh rumah dialiri listrik di Pulau Selaru yaitu Desa Lingat sedangkan Desa Adaut yang menjadi pusat administratif Kecamatan Selaru hanya teraliri listrik 61% dan menurut informasi yang diperoleh Fasilitator bahwa PLTS PLN 100 Kwp akan diaktifkan tahun ini di Adaut.

Pada tanggal 22 April 2016, Mele berkeliling ke desa-desa untuk menemui beberapa kelompok terutama pengelola PLTS Lingat dan PLTS Desalinasi Eliasa serta Kelompok Abon Eliasa untuk memperkenalkan diri dan update situasi terkini.  Beberapa informasi yang dipaparkan Mele adalah untuk PLTS Lingat, saldo terakhir berkisar Rp 4.000.000 dan sudah berjalan sejak bulan Januari 2016. Ketua KMP Riki berharap ini bisa dibenahi segera. Mele juga mengecek kondisi PLTS Desalinasi Eliasa.

***

Pengalaman di bulan pertama menjadi fasilitator di Selaru telah memotivasi Melati berlipat untuk mulai membaca dan menguak isu-isu pembangunan di PPKT. Setelah ini, Melati mulai membaca relasi antara sumberdaya alam, pesisir dan laut, daratan dan sumber air, listrik dan produksi pada geliat kehidupan warga. Saat ini, di bulan Mei, Melati sedang menyiapkan kabar tentang apa yang terjadi selanjutnya antara kearifan warga di Selaru dengan ikhtiar mengelola sumberdaya alam maupun bantuan untuk membangun Selaru ke depan.

Jika alur membangun kemitraan dengan warga, dengan komunitas berjalan baik, ragam data dan informasi dihimpun, peluang untung mengurai isu pembangunan di Selaru akan terbuka lebar, jika isu terkuat, upaya penyiapan sumberdaya lanjutan akan mudah ditentukan, siapa melakukan apa, Pemerintah Pusat atau KKP di mana, warga di mana, Dinas di mana, anggota kelompok di mana, fasilitator di mana, sumberdaya apa yang tersedia. Apa yang dikontribusikan warga, apa yang disiapkan warga.

Bagi Melati, kita semua, pembangunan lestari adalah ketika semua pihak mengambil tindakan dan mengalokasikan sumberdaya. Tidak boleh hanya pihak luar yang kasak-kusuk sementara orang dalam bungkam. Dengan kata lain, bantuan boleh datang, tapi yang azasi adalah kesediaan untuk berubah dan berbenah.

Di Selaru, Mele alias Melati sedang memfasilitasinya, sebuah inisiatif membantu misi Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Kementerian Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) membangun pulau-pulau kecil terluar Indonesia.

--

Tebet, 28 Mei 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun