Mereka lalu mengorganisir gerakan anti-reklamasi di Makassar sebab bagi mereka, reklamasi telah mengakuisi ruang publik dan hanya akan memberikan keuntungan berlipat kepada investor dan pemilik modal besar. Kehadiran Yayasan Konservasi Laut yang diwakili oleh Irham Rapy, yang saya kerap panggil Rappunk ini bersama Yusran Nurdin Massa dari LSM Blue Forest, aktivis LSM lainnya yang juga alumni Ilmu Kelautan Unhas mewakili LSM Kelautan mendampingi Walhi dan warga yang dirampas ruang sosialnya membuat kita bangga, betapa gagasan membangun kota tidak boleh sepenuhnya diserahkan ke Pemerintah. Bahwa membangun tidak boleh hanya melulu bicara demi kepentingan ekonomi, demi perputaran uang belaka, pembangunan harus dilihat secara proporsional, sungguhkah sensisitif derita sosial atau nestap lingkungan?
Pada situasi, ini organisasi masyarakat sipil harus semakin kuat menggedor dominasi yang semena-mena.
Kehadiran mereka, di pusaran perlawanan Walhi dan warga kepada Pemerintah merupakan sinyal baik bagi tumbuh kembangnya disiplin Ilmu Kelautan dalam menguatkan proses dan dialektika pembangunan daerah pesisir. Sebab selama ini, dominasi pengambil kebijakan begitu dominan dan cenderung mengabaikan prinsip-prinsip mendasar dalam pembangunan—konsultasi ke pemilik pengetahuan (masyarakat).
Berbekal pengalaman sebagai pekerja LSM dengan kualifikasi peneliti terumbu karang, pemberdaya masyarakat pesisir, peduli mangrove dan memahami tata kelola pesisir dan laut termasuk Geographical Information System (GIS) merupakan peluru yang bisa melumpuhkan perencana yang semena-mena mengabaikan aspek sosial, ekonomi dan ekologi.
Itu pula sebagai alas pijak mengapa mereka begitu mencintai disiplin ilmu yang dipelajarinya di kampus. Bulat tekad mereka memperjuangkan pesisir dan laut Makassar sebab mereka percaya, di kerumitan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut itu, kolaborasi adalah niscaya. Pemerintah tak boleh jalan sendiri apalagi semena-mena.
Bagi saya, Irham dan Yusran telah mereklamasi kekosongan kepedulian pada lingkungan, pada perjuangan yang kerap terputus di jalan-jalan raya, mereka mengawal sampai ruang sidang. Hal yang tak lagi lazim dipelototi dan ditongkrongi LSM dan gerakan mahasiswa sejak Reformasi bergulir—advokasi pesisir dan laut hingga ke ruang sidang!
Jika demikian adanya, sebagai alumni Ilmu Kelautan, kita tentu bangga, bahwa Universitas Hasanuddin, tidak merugi menyiapkan jurusan Ilmu Kelautan sejak tahun 1988, bukannya disiplin bernama Reklamasi Keilmuan. Rappunk dan Yusran, bersama Walhi Sulsel tentu tak bicara gelar akademik, dia bicara tentang pemihakan pada yang dirampas hak-haknya, saya, Anda, dan kita semua.
Keraguan Lutfi Natsir dari Biro Hukum dan HAM Pemprov Sulsel tidak beralasan sebab Irham dan Yusran adakah aktiviis di pesisir dan laut sejak awal tahun 2000an, yang merasakan dan memahami persoalan-persoalan di pesisir dan laut, yang beda adalah dia tak punya sertifikat Profesor dan Doktor seperti yang sedang digamit Pemprov.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H