Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Dilema Kelompok Nelayan di Kodingareng

18 Mei 2016   16:45 Diperbarui: 19 Mei 2016   16:59 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Sejak tiga tahun terakhir, terdapat beberapa indikasi positif yang mengarah pada keuntungan berlipat yang diperoleh penerima bantuan CCDP-IFAD—Sapta  Putra Ginting, Sekretaris Eksekutif PMO CCDP-IFAD

***

Pagi di Minggu tanggal 21 April 2016. Jarum jam menunjuk pukul 06.00 Wita ketika perahu Avengers milik Saharudding meninggalkan pantai Kodingareng Lompo, disusul Fighter, milik Roni, keduanya bergerak ke selatan. Sabrina yang diawaki Dg Pasang dan Rehan Utama milik Rusding membuntuti. Belasan perahu pemancing bergegas meninggalkan pulau. Pagi yang gaduh karena bunyi mesin bersahut-sahutan.

“Lima bulan terakhir, nelayan pancing di Pulau Kodingareng Lompo melaut dengan tenang. Hasilnya sangat bagus. Pengeboman ikan turun drastis karena Pak Hidayat,” kata Gaffar, warga Pulau Kodingareng Lompo, Kota Makassar saat ditemui di Pondok Informasi pulau tersebut malam sebelumnya.

Pak Hidayat yang dimaksudkan Gaffar adalah Kapolres Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) yang dikenal tegas menindak pelaku perikanan merusak seperti membom dan membius ikan serta pelaku trawl di sekitar perairan Spermonde atau perairan Makassar dan Pangkep. 

Kekhawatirannya beralasan pada berakhirnya tugas sang Kapolres karena mutasi ke Polda Jawa Barat. Di mata Gaffar, yang juga ketua Village Working Group (VWG) atau kelompok kerja desa/kelurahan ini, sejak Hidayat menjadi Kapolres, pelaku ilegal di laut putar haluan.

“Kompresor dan selang selam dinaikkan ke rumah, banyak yang pindah ke Luwuk Banggai menjadi parengge (purse-seine). Yang terbantu dengan penegakan hukum ini adalah nelayan pancing,” terang Gaffar yang dibenarkan Kahar, salah seorang anggota kelompok infrastruktur penerima bantuan Proyek CCD-IFAD atau Coastal Community Development International Fund for Agricultural Development (CCD-IFAD).

“Jumlah nelayan pancing di sini lumayan banyak,” lanjut Gaffar. Menurutnya, nelayan-nelayan ini telah berhimpun dalam wadah kelompok yang difasilitasi oleh tenaga pendamping lapangan (TPD) bernama Muhammad Idhan dan Ringo beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Kahar, bendahara kelompok Nusa Harapan, penerima bantuan untuk bidang infrastruktur yang bertanggung jawab menyiapkan proses pembangunan pondok kerja nelayan mengaku mulai mendengar lagi maraknya praktik pengeboman dan pembiusan ikan di sekitar perairan Kodingareng. “Mulai banyak lagi, sepertinya kembali seperti dulu. Hampir tiap hari kita dengar bunyi ledakan,” katanya saat dijumpai di pondok kerja nelayan.

“Harus ada tindakan dari aparat penegak hukum sebab ini akan mengganggu kelompok-kelompok nelayan yang telah dibantu oleh IFAD. Pendapatan mereka akan berkurang padahal baru saja mendapat bantuan usaha,” kata operator mesin desalinasi ini.

Kahar saat diwawancarai di pondok informasi (foto: Kamaruddin Azis)
Kahar saat diwawancarai di pondok informasi (foto: Kamaruddin Azis)
Tetap Memancing

Kekhawatiran Gaffar dan Kahar tersebut bermula ketika ada warga Kodingareng Lompo yang ditangkap Polair Polres Pelabuhan Makassar, dalam bulan Februari 2016 di barat pulau tepatnya di sekitar Pulau Langkai, masih dalam wilayah administrasi Kota Makassar. 

Menurut AKP Surono dari Polair, ditemukan beberapa barang bukti enam botol plastik besar berisi amonium nitrat, dua botol plastik kecil isi amonium nitrat, satu jerigen amonium nitrat yang diperikirakan 15 kilo serta 10 buah detonator, sumbu api, satu pembakar sumbu, satu unit kompressor, satu set alat selam dan satu unit perahu jolloro bermesin ganda. 

Sebelumnya, ditangkap pula beberapa nelayan dari Pulau Bonetambung, Kodingareng, Barrang caddi di peraitan Pangkep yang dipimpin oleh Kapolres Pangkep, AKBP Moh Hidayat.

Praktik pengeboman ikan yang melibatkan warga Kodingareng Lompo pernah marak. Namun tidak semua nelayan melakukan hal itu. Karena keahlian mereka yang juga beragam sebagian lainnya tetap setia menjadi nelayan pancing atau pemasang pukat.

“Pulau ini memang sejak dulu terkenal sebagai asal pengebom ikan di sekitar perairan Makassar, Selayar, Madura hingga Kalimantan,” kata Irman Idrus, peneliti destructive fishing dari DFW Indonesia, sebuah LSM berbasis di Jakarta yang banyak mempromosikan penangkapan ikan ramah lingkungan.  Menurut Irman, kegiatan ilegal ini tidak serta merta memberikan dampak ekonomi jangka panjang karena penuh risiko dan merusak daya dukung ekosistem.

Oleh sebab itu, oleh Pemerintah Kota Makassar, pulau yang berpenduduk 4170 jiwa ini menjadi salah satu lokasi program sejak tahun 2014. Tujuannya demi memperbaiki kualitas hidup masyarakat setempat serta mengelola ekosistem laut dan mengembangkan praktik usaha perikanan yang bertanggung jawab dan ekonomi dan berkelanjutan.

Sebanyak 147 nelayan atau warga di Kodingareng Lompok telah memperoleh manfaat bantuan KKP melalui CCDP ini. Mereka bernaung di bawah kelompok nelayan tangkap, budidaya dan infrastruktur. Ada pula yang memilih sebagai penghasil abon dan kerupuk ikan.

“Ada sekitar 500an nelayan tangkap dan ada seratusan lebih yang telah dibantu,” imbuh Kahar, pria kelahiran Batu-Batu 44 tahun silam, di Kabupaten Takalar. Menurut Kahar, bantuan tersebut meliputi pembelian alat tangkap seperti pancing dasar, rawai dan mesin katinting. 

Ikan-ikan tangkapan adalah ikan dasar seperti kakap dan kerapu. Kahar lalu menunjukkan daftar nama-nama kelompok berikut jumlah dan nama anggotanya. Semua orang bisa mengetahui siapa yang pernah menerima dana dan bentuk kegiatan yang digelutinya.

Di pondok kerja bantuan CCDP-IFAD yang dilengkapi dengan ruang dapur, kamar mandi, tempat tidur juga terdapat sound system dan kipas angin. Di sinilah nelayan-nelayan Kodingareng Lompo menyampaikan keluh kesahnya, termasuk tentang isu bom dan bius ikan. Bukan hanya, itu mereka juga melaporkan kian maraknya armada jaring trawl yang dioperasikan oleh nelayan dari Takalar dan Barombong.

Kahar yang tinggal dekat lokasi pondok informasi secara sukarela membersihkan dan merawat bangunan ini. Bangunan yang menurutnya telah menjadi perekat kedekatan nelayan-nelayan pemancing di Kodingareng Lompo.

Suasana Pulau Kodingareng Lompo (foto: Kamaruddin Azis)
Suasana Pulau Kodingareng Lompo (foto: Kamaruddin Azis)
Kahar bercerita kalau sebenarnya nelayan tidak pernah berani kalau penegakan hukum di laut berjalan sebagaimana mestinya. Menurutnya, bahan bom ikan maupun bius ikan disiapkan oleh pedagang antar pulau, dibawa dari Malaysia dan tidak mungkin nelayan kecil yang membawanya dari luar. 

Sementara itu, Muhammad Idhan, salah seorang tenaga pendamping lapangan yang pernah bertugas di pulau itu membenarkan bahwa praktik destructive fishing yang marak karena lemahnya penegakan hukum dapat mengganggu tujuan program.

“Dampak destructive fishing adalah terumbu karang yang rusak sehingga nelayan Kondingareng Lompo semakin jauh melautnya. Kadang sampai di wilayah Kabupaten Takalar di selatan. Kasihan mereka kalau mesin perahunya sudah tua. Risikonya sangat besar,” kata Idhan saat diwawancarai (18/05/2016).  

Menurut Idhan, nelayan Kodingareng Lompo beroperasi di di sekitar pulau Kodingareng tapi kebanyakan di dekatnya Dayang-Dayangang, kadang semakin jauh kalau semakin banyak pemancing yang datang. Idhan menceritakan bahwa bantuan yang diberikan selama ini meliputi alat tangkap dan mesin perahu. “Kadang ada nelayan membeli yang 5 PK, kadang 6 PK tergantung mereknya, yang penting ada kwitansinya,” ujarnya.

Idhan menambahkan. “Sebenarnya, kelompok-kelompok ini sangat bagus dan mendapat keuntungan lebih karena bisa bebas menjual, mereka tidak terikat punggawa (pemilik modal) yang kadang seenaknya menentukan harga. Dengan berkelompok mereka bisa meningkatkan harga beli, apalagi jika ikannya berkualitas baik,” kata pria yang bertugas sebagai pendamping dalam tahun 2014.

“Kalau bom dan bius ikan dihentikan, ikan pasti banyak, nelayan-nelayan anggota kelompok akan meningkat pendapatannya. Apalagi jarak dari Kodingareng ke Makassar tidak jauh, nelayan bisa menjual langsung ke lelong (TPI),” kunci Kahar.

Maraknya kegiatan ilegal adalah tantangan sekaligus dilema. Praktik ini dapat menghambat angan-angan nelayan untuk meningkatkan pendapatan, menyekolahkan anaknya atau mengakses layanan kesehatan dan meningkatkan nilai produknya. 

Oleh sebab itu ke depan, diperlukan penanganan dan perlindungan yang serius dari Pemerintah Kota, aparat penegak hukum maupun pihak lainnya. Nelayan-nelayan pemancing skala kecil dengan perahu seperti Avengers, Fighter hingga Sabrina harus dilindungi.

Upaya pengentasan kemiskinan yang direncanakan oleh Pemerintah untuk mendongkrak ekonomi sekitar 70.000 rumah tangga di 180 desa pesisir dan pulau-pulau kecil di 12 kabupaten/kota akan terganggu jika maraknya kegiatan ilegal di laut tak segera diberantas.

Tebet, 18/Mei/2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun