DUA perahu bermesin luar dengan ukuran tak lebih 5 groston ditambatkan pemilikya. Mereka baru saja kembali dari pasar ikan di Tawau. “Kami bawa ikan kerapu dan kakap ke seberang, selalu begitu,” kata Mustakim (12/12/2015). Mustakim adalah pengusaha ikan berdarah Bugis yang ditemui di dermaga Pasar Ikan Tanah Mereah, Nunukan, pagi itu. Praktik ini sudah berlangsung bertahun-tahun, terutama di Pulau Sebatik, pulau Indonesia berbatasan Malaysia.
Namun jalinan tradisional usaha perikanan itu nampaknya bakal terputus. Harapan ratusan nelayan atau pedagang ikan Nunukan dan Sebatik yang selama ini giat berbisnis antar negara itu bisa pupus. Ihwalnya, pertanggal 19 Mei 2016, ada maklumat pelarangan pihak Malaysia untuk kapal atau perahu nelayan yang berbahan kayu dan menjual hasil tangkapan ikan di Tawau. Meski ada pengecualian untuk spesifikasi kapal yang bisa melintasi perairan Internasional dan patuh pada sistem pelayaran internasional namun ini adalah sinyal bahaya bagi komunitas nelayan di Kabupaten Nunukan.
***
Isu PSKPT
Meski terkesan sepihak namun upaya yang ditempuh Malayasia ini berkaitan dengan keamanan jalur lintas negara meskipun telah ada MoU antar kedua negara tentang perdagangan lintas batas. Ketua DPRD Nunukan Haji Dani Iskandar mencoba menyiapkan langkah-langkah persuasif kepada pejabat Tawau–Malaysia, di antaranya berkunjung ke Tawau untuk meminta klarifikasi dan permohonan penundaan. Opsi kedua adalah kapal-kapal nelayan atau pedagang ikan kita harus dilengkapi alat-alat navigasi dan komunikasi yang standar. “Kita akan berkunjung ke sana tanggal 16 Mei ini,” kata Ketua DPRD tersebut seperti dikutip oleh awak media di Nunukan.
![Ikan-ikan di pasar Mereah, Nunukan (foto: Kamaruddin Azis)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/12/12339496-10153810357817767-278988702708774099-o-57341b65cf7e61de04f7401a.jpg?t=o&v=770)
Menurut Amrullah AM, manajer kabupaten untuk PSKPT di Nunukan, selain isu itu ada persoalan pelik pada banyaknya oknum yang melakukan penjualan BBM ke Pengusaha (penjual eceran) dalam jumlah banyak.
“Ada SPBU yang tidak memihak nelayan untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar untuk berlayar. Ada indikasi tidak meratanya lokasi penempatan SPBU dan SPDN di Pulau Sebatik yang terdiri dari 5 Kecamatan,” kata Amrullah. Menurut Ulla, begitu ia biasa dipanggil, isu lainnya adalah ketersediaan listrik. “Defisit tenaga listrik di Pulau Sebatik dan Nunukan sebagai lokasi PSKPT. Seringnya terjadi pemadaman yang dalam sehari bisa mencapai 3 kali,” katanya.
Selain itu, masih menurut Ulla, kebutuhan air bersih yang merupakan kebutuhan utama masyarakat tak tersedia dengan baik, bahkan air dari PDAM yang teraliri ke masyarakat berwarna kuning. Kadang ada kotoran.
“Kebutuhan air untuk pengelolaan PSKPT akan tidak sesuai harapan jika daya dukung listrik dan air bersih tak terjaga. Berbanding terbalik dengan keberadaan kebun sawit yang membuat cadangan air tanah berkurang drastis,” ungkapnya.
Beberapa isu lain yang didentifikasi oleh Amrullah adalah adanya bantuan kapal yang tidak disertai dokumen kapal dari pihak pemberi bantuan untuk beroperasi. Misalnya bantuan kapal Mina Maritim tahun 2015 yang tidak disertai Surat Ukur Kapal yang merupakan berkas penting untuk mengeluarkan SIPI dan berkas-berkas lainnya.
Ada hal menarik yang ditelisik Amrullah, yaitu adanya praktik relasi bisnis antara pengusaha di Tawau dan Sebatik.
“Ada sistem mengikat antara pihak tokedi Tawau Malaysia dengan para pengusaha pengumpul hasil laut. Mereka memberikan pinjaman modal yang besar dengan syarat seluruh hasil ikan yang ada harus dijual kepada toke di Tawau,” katanya. Ini juga menjadi rumit karena masih banyak nelayan yang belum memiliki kartu nelayan. Menurut Ulla, pihak yang menangani pengadaan kartu telah berupaya maksimal namun setelah data penerima kartu nelayan diinput data tersebut langsung hilang.
![Pasar Ikan Mereah di Nunukan (foto: Kamaruddin Azis)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2016/05/12/11218181-10153810323172767-7287821390463205931-o-1-57341ba06d7e61570505b2f1.jpg?t=o&v=770)
Ada tujuh solusi yang dapat ditawarkan sebagai pendekatan atau solusi atas isu-isu tersebut di atas.
Pertama, Pemerintah Pusat dan Daerah harus proaktif. Pemerintah harus mulai membantu menyelesaikan isu antar negara ini dan menyediakan kapal besi sesuai peraturan yang diberikan Kerajaan Malaysia namun yang mengelola adalah nelayan Nunukan atau Pemerintah sungguh-sungguh menyiapkan infrastruktur dan suprastruktur usaha perikanan di Nunukan dari hulu ke hilir.
Kedua, Perindo dapat mengambil peran untuk menjadi simpul penerima atau penampung ikan yang dihasilkan oleh nelayan Nunukan maupun Sebatik namun harus mengaplikasikan prinsip keadilan, memberdayakan dan membeli dengan harga setara harga Malaysia termasuk nilai pengganti ongkos usaha (transportasi, logistik).
Ketiga, mengaplikasikan pengelolaan sarana prasarana secara efektif. Secara konkret diperlukan penegakan hukum bagi oknum pengelola yang menjual bahan bakar bersubsidi ke pengusaha yang membeli dengan drum dan menjualnya secara eceran. Selain itu perlu pula dibangun SPDN khusus Nelayan yang di kelola oleh badan yang terpercaya, akuntabel dan transparan. Yang lainnya dan mendesak adalah membangun SPDN di wilayah Sebatik Barat untuk memudahkan masyarakat setempat mendapatkan BBM dengan syarat yang telah disepakati.
Keempat, penguatan nelayan dengan identitas kartu nelayan. Ini bisa dilaksanakan dengan tidak menjual BBM bagi nelayan yang tidak mampu menunjukkan Kartu Nelayan atau berkas yang menunjukkan pembeli itu adalah nelayan.
Kelima, penataan hulu-hilir kelistrikan. Adanya pembangkit listrik tenaga air dari Negara Jerman (berita dari Kadis DKP Prov. KALTARA) akan menjadi awal yang baik untuk menjamin ketersediaan listrik di Nunukan. Selain itu, sebenarnya, kebutuhan listrik bisa surplus bila PLTMG Sebaung dapat menyuplai listrik sebesar 7,2 MW sesuai kontrak yang pengerjaannya yang dipihakketigakan kepada PT. BUGAK. Sementara ini cuma bisa menyuplai 5,8 MW. Pemerintah daerah dapat melakukan koordinasi dengan otoritas penyedia listrik untuk menjamin suplai dan layanan ke pengusaha perikanan di lokasi PSKPT Nunukan dan pada saat yang sama memberikan ketegasan bagi pengguna lisrik untuk taat prosedur dan meyakinkan pengguna utamanya masyarakat kecil untuk produktif dalam penggunaan.
Keenam, pembenahan kebutuhan infrastruktur PSKPT. Ke depan, perlu diinisiasi mesin penjernih air di lokasi PSKPT untuk kebutuhan sehari-hari, baik MCK para pegawai, maupun untuk pembuatan es balok nantinya. Sementara di sisi lain, perlu pula dibuatkan Perda yang mengatur tentang keberadaan kelapa sawit.
Keenam, penguatan data base kelautan perikanan untuk perencanaan dan pengembangan nelayan. Diperlukan pendataan lebih rinci tentang bantuan yang akan turun ke pihak penerima.Keaktifan kelompok calon penerima bantuan harus bisa dibuktikan dengan jenis kegiatan yang telah dilakukan, pembukuan keuangan dan arsip-arsip kelompok lainnya. Selain itu, perlu pula mendata ulang jenis bantuan dan calon penerima bantuan, agar bantuan yang diberikan bersifat tepat guna dan tepat sasaran. Beberapa nelayan tak lagi memerlukan bantuan kapal, karena nelayan sebagian besar sudah memiliki kapal. Bantuan yang tepat adalah alat tangkap sebab banyak yang telah rusak atau hilang oleh ombak demikian pula beberapa sarana prasarana pendukung seperti mesin pengering rumput laut kapasitas 4 ton, seperti di Binusan atau Mansapa.
Ketujuh, memediasi link dengan perbankan. Perlu diperkenalkan sistem peminjaman untuk kegiatan produktif di bank-bank, misalnya KUR (kredit usaha rakyat) BRI, dengan pinjaman dan bunga yang relatif kecil sehingga nelayan bisa menjual hasil tangkapannya kepada siapa saja yang memberikan harga yang tinggi. Ini sangat penting untuk menjamin berjalannya usaha perikanan dari hulu ke hilir, dari nelayan kecil hingga eksportir. Pemerintah daerah harus mengajak pihak perbankan untuk giat menyasar kelompok-kelompok di pesisir dan pulau-pulau di Nunukan.
Begitulah, jika ketujuh pendekatan ini dilaksanakan secara perlahan disertai upaya koordinasi yang konstruktif maka meskipun para nelayan atau pedagang tak lagi ke Tawau kondisi sosial ekonomi masyarakat Nunukan atau pengusaha di lingkup PSKPT-KKP akan membaik secara signifikan. Sistem usaha perikanan setempat akan menggeliat dengan tujuan ekspor. Akan semakin baik dan efisien jika bebas melintasi garis batas kedua negara demi bisnis perikanan yang mutualistik.
---
Tebet, 12 Mei 2016
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI