Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kutuju Museum di Kota Tua

10 Maret 2016   10:43 Diperbarui: 11 Maret 2016   02:17 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pius, PHL Dinas Pariwisata DKI Jakarta "]

[/caption]Setelah menjelaskan panjang lebar tentang perannya, pekerjaan yang digelutinya, upahnya, keluarganya di Bekasi dan latar pendidikan bahasanya, Pius, pria berusia 46 tahun ini menyebut bahwa di sekitar Kota Tua ini terdapat 5 museum yang berdekatan.

“Lima?” decakku, setahuku hanya Museum BI dan Mandiri.  Rupanya Pemprov DKI Jakarta telah merevitalisasi kawasan Kota Tua sejak dua tahun lalu. Inilah upaya untuk menguatkan kembali khasanah kebudayaan Jakarta melalui revitalisasi yang menurut sumberdaya di suku dinas pariwisata akan terus berlangsung hingga 20 tahun mendatang. Wajar sebab selain pesona yang dikandungnya, Kawasan Kota Tua berikut museumnya adalah etalase sekaligus manifestasi tradisi dan kebudayaan bangsa

[caption caption="Asib dan Al (foto: Kamaruddin Azis)"]

[/caption]“Ada lima bangunan bersejarah yang sekarang menjadi museum. Bapak bisa lihat nanti,” kata Pius semangat. Kelima museum itu, seperti yang saya baca dari brosur yang diberikan adalah, Museum Sejarah Jakarta, biasa disebut pula Museum Fatahillah. Letaknya pesisr  di pusat kawasan Kota Tua. Adalah bekas Balai Kota Batavia yang berdiri pada tahun 1707 atau 299 tahun silam. Wow!

 Yang kedua adalah museum Seni Rupa dan Keramik terletak di sebelah timur  Museum Fatahillah. Gedung museum dibangun pada 1870. Aslinya adalah kantor Belanda bernama Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia. Kantor Dewan Kehakiman Kolonial Belanda. Dari sini kantor ini tawanan-tawanan hukum diterungku di lantai bawah kantor Balai Kota Jakarta.

 Yang ketiga adalah Museum Wayang yang terletak di sebelah barat dari Museum Fatahillah. Adalah Gereja Lama Belanda atau De Oude Hollandsche Kerk. Keempat adalah Museum Bank Mandiri terletak di depan halte busway Stasiun Kota. Museum ini merupakan wajah baru gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau Factorji Batavi. NHM adalah perusahaan dagang Belanda. Gedungnya relatif baru dan dibangun pada 1929. Yang kelima adalah Museum Bank Indonesia yang terletak di sisi utara Museum Bank Mandiri, sebelumnya adalah Gedung De Javasche Bank yang dibangun pada tahun 1828.

 Dari penjelasan Pius, saya mencatat besarnya perhatian Pemprov DKI Jakarta pada khasanah budaya bangsa, pada  gedung-gedung tua yang mengandung nilai sejarah luar biasa ini dijabarkan melalui belasan unit pelaksana seperti  Pusat Pelatihan dan Sertifikasi Pariwisata, Pusat Pengembangan dan Pelayanan Informasi, Graha Wisata, Monumen Nasional, Anjungan Provinsi DKI Jakarta TMII, Museum Sejarah Jakarta, Wayang, Keramik & Seni Rupa, Bahari,  Tekstil, Museum Joang’45 dan lain sebagainya.

 ***

Matahari kian meninggi. Di luar, para tetamu Kota Tua larut dalam suka cita. Mereka memainkan sepeda warna-warni, berselfie ria hingga bergantian memandangi aksi teaterikal para penghibur, ada yang meniru lagak jagoan dengan peci dan sarung diselempang, noni-noni Batavia, pejuang dengan bedilnya, hingga yang duduk bersila serupa di atas angin. Di depan mereka terletak wadah penampung donasi pengunjung.

Beberapa pesepeda terlihat merapatkan barisan dan memberi tanda 1-2-3 pada juru potret. Mereka nampak bahagia di depan Museum Sejarah yang disebutkan sebelumnya. Museum yang juga menyiapkan ruang promosi bagi para pengunjung yang ditempati oleh Pius dan beberapa staf Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Atas informasi yang diberikan Pius saya berbelok ke sisi timur. Melihat pilar teras banguan yang sangat menonjol saya memilih datang ke Museum Seni Rupa dan Keramik. Setelah membayar harga tiket Rp. 5ribu saya bergegas ke pintu museum. Dua orang pemuda sedang berfoto di depan bangunan yang terlihat asri ini. Memotret dibolehkan.

“Boleh pak, asal pakai kamera hape aja yah,” kata seorang muda yang berdiri di pintu museum saat saya bertanya boleh tidaknya mendokumentasi aset museum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun