Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Membaca Diaspora Bugis-Makassar hingga Manifestasi Tallu Cappa’

16 Februari 2016   07:20 Diperbarui: 16 Februari 2016   09:59 2063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebatik, tempat kelahiran Taufik adalah pulau yang didiami banyak sekali kaum Bugis-Makassar. Mereka dianggap sebagai pembuka pulau ini. “Menurut cerita, sebelum orang Bugis datang, pesisir Sebatik dihuni orang Bajo namun menghindar ke pesisir lain sejak semakin banyak pendatang dari Bugis,” kisah Taufik.

Di Kalimantan Utara, saya berkunjung ke Pulau Nunukan. Di sini bertemu Ibrahim, pria kelahiran tahun 1971 dari ayah berdarah Bugis Bone dan ibu berdarah Tidung, suku asli Kalimantan. Di sela obrolan kami dengan Ibrahim datang pula pria bernama Ansar.  Ayah Ibrahim yang bernama Malla’ adalah pelaut asal Bone yang menurut Ibrahim pindah dari pelabuhan ke pelabuhan, dari dermaga ke dermaga. Malla’ muda menemukan jodohnya di Kalimantan, tepatnya di Tarakan. Dari Tarakan, Malla’ lalu memperoleh pekerjaan di Nunukan. Malla sekeluarga pindah ke Nunukan.

Sementara itu, Ansar adalah kelaki kelahiran Bontobahari, Bulukumba, Sulawesi Selatan. Dia bertemu jodoh perempuan keturunan Suku Tidung dan Bugis Bone. Usianya 40 tahun.

”Saya pertamanya ke Tawau. Kerja di sawit. Masuk tanpa passport. Dulu belum seketat sekarang.” akunya yang diiyakan Ibrahim, iparnya.  Selain bertemu mereka saya juga bertemu Bugis asal Sidrap bernama Wasiah. “Saya ke sini sejak tahun 92. Sekarang tinggal di pasar sini bersama 10 orang asal Sidrap,” kata Wasiah sembari menunjuk los tempatnya tinggal. Wasiah jadi pedagang sekaligus bekerjasama dengan keluarga berdarah Tidung di Desa Binusan.

Di pantai-pantai Kalimantan nan teduh dan landai, mereka, para pengelana itu bertransformasi dengan halus namun kuat, perlahan tapi pasti, kedekatan mereka dengan warga tempatan seakan mejadi bukti betapa lenturnya mereka. Dari Mempawah hingga Sebatik, dari nelayan biasa hingga jadi Bupati.

***

Waktu menunjuk pukul 07.00 wita saat saya sampai di pasar ikan, Kota Nunukan. Jaraknya sekitar 2 kilometer dari pusat kota. Suasana pasar sedang ramai, belasan penjual ikan telah duduk menjajakan ikannya. Di dermaga beberapa perahu datang dan pergi. Mereka rupanya mengangkut ikan dari beberapa perairan, ada yang dijual di sini ada pula yang dibawa ke Tawau.

“Tergantung jenis ikannya, kalau agak mahal kita bawa ke seberang,” kata seseorang dari pemilik perahu yang mengaku asal Makassar. 

Saya mengalihkan pandangan ke pasar ikan. Memandangi orang-orang yang menawarkan ikan segar. Seorang pemuda setengah berteriak meminta disiapkan nasi kuning. Lengannya penuh ragam tattoo. Tubuhnya ceking. Dia mengenakan baju tanpa lengan.

“Manre jolo nampa massappa dale,” katanya sembari mengambil tempat duduk. seorang anak balita mendekat ke dia, si lelaki menyuapi sang anak. Apa yang dia sebutkan tadi artinya—makan dulu lalu mencari rezeki. Bahasa yang diucapkannya adalah bahasa Bugis.

Selain dihuni suku Tidung dan Banjar, Pulau Nunukan adalah pulau yang dihuni banyak sekali suku Bugis, Makassar, Mandar dan Toraja. Selain Nunukan, pulau lainnya, yang berbatasan dengan Malaysia malah didominasi oleh pendatang dari Sulawesi Selatan. Di sini bahkan ada kampung bernama Kampung Enrekang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun