Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pedas Rasa Nambah Gangan Belitung

14 Februari 2016   17:28 Diperbarui: 14 Februari 2016   17:43 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sajian komplit gangan khas Belitung

Siang  tanggal 11 November 2015, mobil yang dikemudikan Hardy (42 tahun), warga Belitung keturunan Bugis Bone mengantar saya dan Ishak mengarah ke warung di salah satu sudut kota Tanjung Pandan. Ishak adalah alumni Kelautan Unhas yang lahir dan besar di Manggar.

“Daeng sudah pernah makan sup gangan?,” tanya Hardy.

Saya menggeleng. “Ayolah kita ke sana, saya ada warung langganan. Sering ke sana kalau ada tamu. Terakhir saya bawa orang dari Papua,” ajak Hardy.

Gangan? Terus terang, saya baru tahu ihwal ini. Di ingatan saya, kata gangan ini mengingatkan saya pada kata ‘gangang’, atau sayur dalam bahasa Makassar.

Tepat pukul 12.00 waktu Kota Tanjung Pandan, kami sampai di warung yang dimaksud. Warung rumahan, Warung Ibu Sri, itu yang saya dengar dari Hardy. Beberapa perempuan sedang sibuk di dapur yang bisa terlihat dari tempat duduk kami. Sebagian lainnya mengulek cabai dan bawang.

Ada ikan seperti teri bening sedang siap di penggorengan. Yang menyita perhatian saya ada sebaskom kecil kunyit yang telah digiling. Inilah corak inti sup gangan itu. Menurut yang punya warung, selain kunyit ada pula lengkuas, serai, cabai rawit, bawang merah, terasi, asam jawa, garam dan gula pasir

Jika di suku Bugis atau Makassar mereka menggunakan asam tua untuk membuat menu ikan Pallumara atau Pallukacci, atau di Wakatobi dan Buton menggunakan asam muda sebagai corak Parende, maka di sini mereka menggunakan kunyit sebagai komponen utama. Tentu saja ikan sebagai intinya.

 

Ikan siap digoreng


Gangan Belitung

“Menu gangan, tak afdol tanpa ikan goreng kecil ini,” kata Hardy sembari menunjuk ke ikan yang telah digoreng. Menurut Ishak, namanya ikan Bebulus, khas sungai atau muara di Belitung. Kalau digoreng garing, renyah, citarasanya sangat khas. Selain itu terdapat pula semacam lalapan dari daun serupa pepaya dan dua iris timun. Inilah menu komplit gangan khas Belitung. Hardy keburu mengingatkan untuk pilihan gangannya.

“Mau yang pedis sekali atau biasa aja?” tanya Hardy. Pedas sedang, jawabku.

Makan siang kami terasa istimewa. Saya yang memang telah mengosongkan perut sejak pagi menuntaskan gangan pedis dengan lahap. Aroma dan rasa kunyit sangat dominan bergantian dengan kegurihan ikan sejenis kakap.

Menurut Ishak, orang Belitung kerap memanfaatkan ikan Napoleon (nama lokal, Ketarap) sebagai obyek menu gangan, meski telah dilarang eksploitasinya. Selain itu ada pula jenis ikan ilak dan libam atau beronang. Siang itu, saya dapat bagian kepala dan bagian tengah ikan kakap. Penutupnya adalah jus jeruk panas.

Makan menu gangan ini sangat terasa pedasnya. Saat mengunyah nasi, sesekali kami mencocol sambel yang juga telah disiapkan. Ada timun dan daun lalapan serasa daun pepaya. Rasa gangan ini amat berbeda dengan Pallumara atau Parende dari Sulawesi. Rasa nambah. Hehe.


Warung tempat kami menikmati gangan Belitung

“Meski tetap pedas, saya suka aroma kunyitnya, ini obat karena dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan menurunkan tekanan darah.” Kataku ke Hardy dan Ishak. Siang yang sempurna. Ketika saya hendak membayar ke pemilik warung Ibu Sri, Ishak, yunior saya di Kelautan Unhas ternyata telah lebih dulu menuntaskannya.

Thanks!

*Foto dokumen pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun