Suasana TPI/PPI Eretan Kulon--Indramayu (foto: Kamaruddin Azis)
“Di Indonesia, terdapat 1257 unit Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), 22 pelabuhan Pelabuhan Perikanan Nusantara atau PPN, dan 6 Pelabuhan Perikanan Samudera.” Data Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan, KKP.
***
Kota Manggar di selatan Pulau Belitung, Provinsi Babel menjadi destinasi pertama saya saat menjadi bagian dari upaya membangun Kampung Nelayan kita dalam tahun 2015 melalui program bernama Sekaya Maritim, akronim dari Seribu Kampung Nelayan, Maju, Indah, Tangguh dan Mandiri. Ini adalah salah satu respon Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) atas gagasan Presiden Jokowi untuk membangun 1000 Kampung Nelayan secara perlahan.
Kunjungan pertama ke Belitung menjadi titik awal penulis untuk melihat realitas kampung nelayan dan geliat di pangkalan pendaratan ikan (PPI) di beberapa wilayah di Indonesia. Antara tanggal 9 hingga 11 November 2015 saya menyambangi Desa Baru, pantai Serdang, Gantung, hingga Tanjung Tinggi di Belitung Timur lalu menyeberang ke Indramayu, Jawab Barat, tepatnya di Eretan Kulon dan Wetan, lalu ke Pengandaran, Tanah Laut, Nunukan, Donggala dan Maros, Sulawesi Selatan. Kunjungan terakhir ke Kabupaten Lamongan, tepatnya di Desa Kranji.
Selama kunjungan tersebut dilakukan observasi dan wawancara dengan beberapa pihak yang selama ini menjadi bagian dari pangkalan pendaratan ikan, baik di dalam kompleks PPI maupun dari desa-desa sekitarnya seperti Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), pengelola PPI, Kepala Desa, nelayan, pedagang, warga dan pemangku kepentingan lainnya seperti pedagang dan eksportir. Bagi penulis, kampung nelayan identik dengan lokasi pangkalan pendaratan ikan, tempat dimana ditemukan sekurangnya sebelas tantangan bagi sentra perikanan atau PPI tersebut. Tantangan yang membutuhkan perhatian dan kesungguhan untuk membenahinya.
***
Pertama, belum optimalnya penjabaran kebijakan, strategi dan program pembangunan daerah utamanya kabupaten/kota pesisir dengan memanfaatkan nilai strategis PPI. Masih timbul kesan bahwa PPI merupakan domain Pemerintah Pusat semata, ini terlihat dari sangat minimnya alokasi anggaran berbasis Pemda di beberapa PPI. Yang mengemuka adalah semua urusan sarana prasarana di PPI bergantung ke Pemerintah Pusat. Seharusnya, Pemda bisa menguatkan kapasitas di PPI dengan dukungan infrastruktur antar desa, akses transportasi dan kemudahan perizinan dan pemasaran produk perikanan.
Kedua, terbatasnya sarana prasarana pelengkap seperti pabrik es dan depot BBM. Pada beberapa tempat terdapat SPDN (solar packaged dealer nelayan) namun tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Sebagaimana di Kabupaten Tanah Laut dan Belitung Timur. demikian pula di PPI Labean, Donggala padahal lokasi ini sangat diharapkan jadi pusat pengembangan perikanan. Di Labean, pedagang ikan harus menyiapkan es dari kulkas mereka sendiri.
Ketiga, belum efektifnya fungsi PPI karena masih adanya dermaga-dermaga pendaratan liar di sekitar lokasi PPI. Transaksi jual beli ikan kerap dilakukan di laut sehingga membatasi peluang PPI sebagai lokasi lelang ikan. Hal ini dilaporkan oleh warga dan dapat terlihat seperti di perairan Belitung, Tanah Laut, Pangandaran hingga Lamongan. Pemerintah Daerah harus mengambil peran untuk mengawasi dan memberikan sanksi jika ditemukan praktik seperti ini. Legislasi mengikat dan komitmen pemerintah daerah untuk mengawasi amat penting.