Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membom Ikan, Dilema Nelayan

28 September 2010   08:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:54 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada satu pagi cerah di pertengahan tahun 1997. Kami masih di atas perahu bermesin dalam (inboard). Orang pulau menyebutnya jollorok. Bersama Pak Aksa dan Pak Jaya, kami sedang bersiap memulai pemetaan rataan terumbu karang di sekitar pulau Kapoposang, gugus pulau Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan. Saat salah seorang dari kami meraih mask dan snorkel bermaksud menarik meteran di sekitar tubir, kemudian seseorang dari perahu lain yang sedang bergerak berteriak, “ada orang meninggal di pulau seberang”. Di atas perahu kami, ada Pak Nur dan Muhite’ warga pulau Kapoposang. Kami saling memandang. Tapi beberapa dari kami bertanya, “eh ikan apa yang bisa menusuk leher seorang nelayan?”. Itu setelah mendengar alasan kematian yang bersangkutan. “Ikan cucut atau pari mungkin,” Kataku. Bisa jadi. Tapi, berita kematian dari warga pulau yang tidak dicek dengan seksama rasanya kerap menimbulkan galau. “Banyak kematian misterius di sini dan menyimpan banyak curiga penyebabnya,” Kata Muhite’. *** Dua tahun kemudian, sekitar 400 kilometer ke tenggara, di perairan Laut Flores saya dapat informasi tambahan. “Jauh sebelum patroli dan penetapan kawasan Taka Bonerate sudah banyak cerita, pengalaman nelayan yang meninggal karena kesalahan dalam mengoperasikan bom ikan,” Kata Haji Darwis salah seorang warga Rajuni, Taman Nasional Taka Bonerate yang saya wawancarai tahun 1999. Menurut Haji Darwis, banyak korban yang terpaksa didiamkan alias tidak dibesuk saat cedera atau meninggal karena takut terbongkar praktek illegal seperti itu. Jika mereka cedera biasanya mereka diinapkan di pulau jauh atau dibawa ke Kota Benteng, Selayar dengan diam-diam. Tragis. Pelaku bom rupanya tidak datang dari warga setempat, ada beberapa catatan dimana pelaku datang dari luar Selayar. Tahun 2002 saya pernah membesuk beberapa nelayan asal Galesong, Kabupaten Takalar yang ditangkap di perairan Appatanah kemudian digelandang ke Polsek Bontoharu di Kota Benteng. Motif para nelayan yang datang dari jauh kemudian mencari ikan di wilayah administrasi kabupaten lain tentu tidak tunggal. Walau sangat rentan terluka atau bahkan merenggut nyawa pelaku, motif penggunaan bahan peledak dalam mencari ikan ini nampaknya masih marak dipraktekkan oleh sebagaian nelayan. Belum optimalnya patroli dan komitmen keterpaduan dalam pengawasan sumberdaya kelautan nampaknya menjadi pemicu masih maraknya praktek ini. Belum lagi jika melihat daya dukung eksosistem laut yang semakin menipis, semakin memicu upaya ekstra nelayan mencari hasil laut. Di saat lapangan pekerjaan semakin sempit, populasi penduduk semakin bertambah, semakin banyak pula nelayan yang mencari jalan pintas (short cut); membom ikan walau nyawa taruhannya. Di dalam kawasan Taka Bonerate, telah banyak korban berjatuhan karena penggunaan bahan peledak ini. Sudir, salah seorang warga Pulau Rajuni, Taka Bonerate salah seorang korban bom ikan (bomnya meledak saat masih di tangan) Wajahnya bopeng dan nyaris kehilangan nyawa. “Sudah tobat dan ingin memancing ikan kerapu saja” Katanya saat saya tanyakan rencananya setelah tragedi bom itu. Sudir lelaki gempal dan kekar ini lebih memilih memancing, sebagaimana pekerjaan sebelumnya. Praktek penggunaan bom ikan ini, pada beberapa tahun silam, sempat melambungkan garis rezeki para nelayan di kawasan Taka Bonerate maupun di sekitar pulau-pulau Sulawesi Selatan. Mereka seperti lupa bahwa penggunaan bom ikan dapat memusnahkan masa depan mereka sendiri, bisa nyawa dan tentu bekal untuk generasi mereka. Rasanya sulit menghapus praktek bom ikan di pulau-pulau jauh seperti di Selayar dan sekitarnya jika pengawasan bahan peledak masih lemah. "Suplai bom ikan itu banyak beredar dari pulau ke pulau, seperti Bonerate karena kontak mereka dengan pelabuhan jauh seperti Batam," Kata salah seorang ex fasilitator program di Taka Bonerate yang saya temui bulan lalu di Selayar. Banyak kalangan menilai distribusi bahan peledak ini melibatkan banyak pihak dan cenderung menjadikan nelayan kecil sebagai korban. Situasi di atas tentu semakin runyam jika penindakan aparat atas pelaku praktek illegal tersebut masih setengah hati. Makassar, 28/08/2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun