Jika Daeng Gassing, sebutan Syaifullah menceritakan apa itu blogger dan bagaimana mereka membangun komunitas produktif di antara mereka maka Yosi Karyadi menceritakan bagaimana radion menjadi alat mendorong penyadaran politik dan mediasi partisipasi dan solusi warga.
Pada malam itu, selain mendapat gambaran dari mereka tersebut di atas maka penampilan Andi Ummu Tunru merupakan yang paling menyita perhatian. Di atas kursi roda wanita dengan pembawaan tenang ini tampil berbeda. Diiringi suaminya, Basri Daeng Sila, 56 tahun Andi Ummu menari. Penampilannya yang tenang, gerakannya yang halus dan penuh konsentrasi membuat penonton seakan tersihir dalam keheningan.
Andi Ummu yang telah melanglang ke berbagai negara di Eropa, dan benua Amerika, Australia, juga beberapa negara di Asia, seperti india, Tibet, hingga Cina merupakan salah satu maestro seni tari dari Makassar. Dia juga merupakan wanita tak biasa karena memilih bertahan dengan membesarkan organisasi seni dan karya tari bernuansa Makassar.
Dia tinggal di Jalan Tupai, Makassar bersama suami yang telah menemaninya selama 30 tahun. Andi Ummu pulalah yang selalu menemani Mak Coppong (almarhumah) saat tampil di berbagai event. Salah satunya Project Lagaligo, dimana Mak Coppong sebagai penari pakarena dan Andi Ummu sebagai master tarinya.
Andi Ummu berkisah bahwa minatnya menari bermula dari saat tinggal di Yogyakarta, dia nelajar pada Sekolah Tari Kanisius. Hingga kini, beberapa karyanya seperti tari Kondobuleng, Pakarena, Salonreng dan lain sebagainya telah ditarikan di berbagai pentas.
Menurut Ummu, tari bukan hanya gerak tapi proses pengisian jiwa. Bukan hanya gerak tubuh tetapi rasa, jiwa dan semangat dari dalam. "Ada rasa di sana," Katanya. Dalam diam pun ada gerak. "Perasaanlah yang membuat kita bergerak dan itu menyatu," Begitu katanya.
"Dari menari, saya diundang kemana-mana seperti pernah diundang ke Himalaya, dan berjumpa dengan Dalai Lama dan bisa berjumpa dengan para seniman di gedung-gedung teater ternama Eropa seperti Perancis," Sambungnya.
Dia mencatat bahwa di sana, di pentas seni agama dipentasan dan saling menghormati seperti yang dia lihat di Himalaya dimana kristen, hindu, islam tampil dengan spirit berkesenian yang nyaris sama. "Tidak ada perbedaan dan memang tidak pernah saling membeda-bedakan," terangnya. Saat itu dia mengikuti program "Global Meditation Ghjatering 2006 di Himalaya Meditation Centres, Rishikesh.
Andi Ummu juga pernah mengajar menari para gadis Cina di Guangzhou, pada tahun 2006. Dia memperlihatlan fotonya dengan beberapa gadis ayu dari Cina. Dia berbaju putih dengan syal biru muda, Ummu diapit beberapa gadis Guang Zhou yang berbaju bodo. Dia juga pernah jadi pemateri pada worskhop Taiwan Art Festival di Taipei pada 2008, juga pada Workshop I Lagaigo, di Singapura serta koreografer pada Eastern Festival 2005 di Cape Town, Afrika Selatan.
***
Masih banyak yang belum sempat saya tulis, termasuk penampilan monolog Luna Vidya yang tidak sempat saya tonton, tetapi, benar bahwa banyak hal positif yang saya peroleh dari Program TEDxMakassar, setidaknya bahwa kreatifitas dan berbagi kepada sesama mesti didasarkan pada apresiasi dan rasa peduli. Beberapa penampil dalam acara tersebut setidaknya memberi harapan bahwa masih ada orang-orang yang peduli pada sekitar.