Dari atas perahu, perbukitan Selayar terlihat bagai bayangan kelinci raksasa yang sedang istirahat. Saat itu, kami baru saja lepas dari pantai. Di atas bukit, awan putih menggantung tebal. Jolor (perahu bermotor) berbobot sekitar 2 ton yang kami tumpangi bergerak bagai lokomotif di atas permukaan laut. Asap dan bunyi mesin dalam memekakkan telinga. Kami sedang bergerak menuju tanjung di selatan kampung.
Perahu melaju dengan kencang. Dua mesin dalam sedang bekerja. Walau angin terasa kencang di kampung namun suasana perjalanan kami terasa mengasikkan. Pantai timur terasa tenang. 11 orang sedang menunggu saatnya buang jangkar.
Saat perahu bergerak, saya memilih duduk di palka jolor bersama Herman dan dua orang kru. Linda dan Evi duduk di atas dek ditemani Mastan. Pak Haji Ashar dan Ruslan sedang bersandar pada palang antara di atas kamar mesin.
“Saya akan memancing dari sini saja” Batinku sebelum jolor buang jangkar. Sebelumnya, saya dan Ruslan sempat berpikir untuk tidak ikut rombongan ini ke laut, kami akan menunggu saja di darat bersama sopir kami. Tapi, setelah melihat cuaca yang berangsur membaik kami putuskan untuk ikut. Saya pun naik ke sampan untuk di antar hingga ke jolor.
Penuh Persiapan
Rombongan kami terlihat lengkap. Saya membawa dua rol tali dan 10 mata pancing, Herman juga demikian. Haji Ashar siap dengan pancingnya yang terlihat modern penuh asesoris. Ruslan dan Evi juga demikian. Mastan seperti janjinya hanya akan mengurusi logistik demikian juga Linda. Mereka telah mempersiapkan nasi bungkus, kecap, sambal, berbagai cemilan dan minuman instan. Tidak lupa juga es batu dan umpan dari ikan tongkol kecil. Rombongan kami mempersiapkan misi ini nyaris sempurna.
Saat perahu mulai buang jangkar pada kedalaman sekitar 20 meter, saya memilih tempat di haluan kiri perahu ditemani Herman, salah seorang peserta pelatihan fasilitator yang kami fasilitasi di Cottage Matalalang. Herman pulalah yang menyiapkan gulungan pancing saya yang kemudian dikerjakan oleh salah seorang dari warga setempat tersebut. Mata pancing yang dipasang hanya dua dengan ukuran mata 12. Kami sampai di lokasi setelah menghabiskan waktu hampir sejam. Arus sepertinya mengarah ke timur laut.
Ruslan memilih duduk di bagian belakang tepat di atas mesin. Di sampingnya, Pak Ashar duduk santai di atas palang antara di kedua sisi jolor. Dia terlihat rileks.Tangan kiri memegang pancing dan tangan kanan sesekai mengisap rokoknya. Ruslan juga demikian walau dia lebih memilih duduk bersandar pada tiang tengah.
Kami mulai membuang satu persatu mata pancing, formasi kami di atas jolor adalah sebagai berikut: Ruslan dan Haji Ashar di belakang, berdua berseberangan di atas kamar mesin. Haji Ashar sesekali duduk di atas balok penyangga dan memainkan pancingnya dengan tangan kiri, tangan kanan mengisap sigaret. Terlihat sangat menikmat momen ini. Evi di atas geladak mengarahkan pancingnya ke utara, sedangkan Herman dan saya berjejer di buritan menghadap selatan.
Linda dan Mastan, sedang menyiapkan banyak hal, mulai dari cemilan, nasi bungkus dan minuman ringan dan tentu saja mengumpulkan ikan. Yang pasti, kamera digital selalu di genggaman. Inilah benda paling berharga untuk mengabadikan siapa pemancing yang sukses meraup ikan malam itu.
Sempat Penasaran